JAKARTA, KOMPAS — Penilaian rating Kota Cerdas Indonesia bukan bergantung pada teknologi yang dibeli. Namun, justru wali kota yang cerdas adalah penentunya.
Dengan 55 persen warga yang saat ini tinggal di kawasan perkotaan, kebutuhan penduduk semakin tinggi, layanan harus lebih cepat dan lebih baik. Penggunaan teknologi pun tak bisa dihindarkan. Percepatan pada pengadaan layanan yang lebih baik dan gesit inilah yang menjadi penilaian kota cerdas.
”Sebenarnya bukan kota cerdas, yang penting wali kota cerdas atau bupati cerdas. Karena, peralatan teknologi bisa dibeli, tapi tidak semua bisa pakai. Maka, wali kota cerdas atau bupati cerdas yang bisa menggunakan itu dengan kemauannya,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pembukaan acara Riset dan Rating Kota Cerdas yang ketiga di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Acara ini diselenggarakan Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Asosiasi Prakarsa Indonesia Cerdas (APIC), dan Metro TV. Hadir dalam pembukaan ini Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, dan Fadel Muhammad.
Kecerdasan kepala daerah tersebut diperlukan sebab tanpanya, masalah konvensional kota, seperti sampah, banjir, macet, dan permukiman kumuh, akan terus terjadi. Semua hal tersebut memerlukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang lebih mudah dan baik. Teknologi, terutama telepon pintar, memudahkan segalanya.
Kendati demikian, semua teknologi tersebut tergantung dari kecerdasan wali kota dan bupati. Memiliki teknologi dan perangkat lunak apa pun, tanpa kecerdasan dan kemauan keras tak akan menghasilkan apa pun.
Wapres Kalla pun memuji Wali Kota Surabaya Risma yang disebutnya cerdas dan memiliki kemauan keras untuk memberikan layanan yang lebih mudah, cepat, dan murah. Bahkan, Risma yang masih sakit pun mau hadir pada acara peluncuran Riset dan Rating Kota Cerdas 2019.
Wapres Kalla pun mengingatkan para wali kota dan bupati untuk sesekali berkumpul dan saling belajar. Dicontohkan bahwa Jepang maju karena awalnya mau meniru Amerika. Korea pun demikian, awalnya meniru Jepang. China meniru dari seluruh dunia. ”Tidak perlu cerdas sekali untuk pintar,” ujar Kalla.
Dengan banyaknya kota yang sukses menerapkan sistem yang cerdas, Wapres pun mengingatkan para kepala daerah untuk tak hanya studi banding ke Singapura atau Tokyo. Justru, semestinya studi banding dilakukan ke Surabaya atau Tangerang yang berprestasi dalam pengelolaan yang cerdas.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.