Pernikahan Anak Usia 14 Tahun Terjadi di Musi Banyuasin
Pernikahan anak berumur 14 tahun terjadi di Kelurahan Ngulak, Kecamatan Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Pernikahan itu diketahui publik dan mendapat sorotan setelah video pernikahan itu muncul di media sosial, Jumat (12/7/2019).
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
SEKAYU, KOMPAS — Pernikahan anak berumur 14 tahun terjadi di Kelurahan Ngulak, Kecamatan Sanga Desa, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Pernikahan itu diketahui publik dan mendapat sorotan setelah video pernikahan kedua mempelai yang mengenakan pakaian adat muncul di media sosial, Jumat (12/7/2019).
Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Musi Banyuasin Herryandi Sinulingga membenarkan terjadinya pernikahan dini tersebut. Kedua mempelai adalah RG (14) yang merupakan siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kabupaten Musi Banyuasin dan MT (14) yang diketahui putus pendidikan setelah tamat dari sekolah dasar.
Pernikahan itu merupakan hasil kesepakatan kedua orangtua mempelai. ”Mereka dinikahkan secara adat atas kesepakatan orangtua masing-masing. Tidak ada paksaan dari kedua belah pihak,” kata Herryandi.
Pernikahan diketahui terjadi pada Kamis (11/7/2019) sekitar pukul 19.00 WIB di kediaman MT. Pernikahan terjadi di bawah tangan (nikah siri) dan orangtua perempuan berperan sebagai wali. Herryadi mengatakan, pernikahan ini dilakukan agar tidak terjadi perzinahan di antara keduanya.
Pernikahan terjadi di bawah tangan (nikah siri) dan orangtua perempuan berperan sebagai wali.
Saat ini, Camat Sanga Desa dan perwakilan dari Polres Musi Banyuasin sudah datang menemui orangtua mempelai untuk mengingatkan bahwa pernikahan tersebut telah melanggar Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa batas usia perkawinan untuk laki-laki minimal 19 tahun dan untuk perempuan adalah 16 tahun. Herryadi berharap kejadian ini dapat dijadikan pelajaran dan tidak terjadi lagi.
Kepala Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Musi Banyuasin Dewi Kartika mengatakan, Senin (15/7), pihaknya akan datang untuk memeriksa lebih lanjut terkait peristiwa ini. Dari informasi awal, pernikahan tersebut bukanlah pernikahan resmi, melainkan hanya pernikahan berdasarkan kesepakatan kedua orangtua. ”Namun, akan tetap kami ingatkan karena pernikahan dini membahayakan bagi anak,” katanya.
Berisiko
Menurut dia, pernikahan dini bisa menghapuskan hak anak, yakni hak pengasuhan dari orangtua, hak pendidikan, hak kesehatan, dan munculnya risiko lain akibat kemungkinan adanya kekerasan dalam rumah tangga. ”Kondisi anak masih labil sehingga risiko kekerasan dalam rumah tangga bisa saja terjadi,” katanya.
Apabila alasan orangtua menggelar pernikahan dini itu untuk mencegah pergaulan di luar batas kedepan, tentu perlu diperhatikan bahaya yang akan diperoleh jika pernikahan dini itu tetap dilakukan. ”Untuk itu, kami akan mengingatkan orangtua mengenai bahaya pernikahan dini,” ucapnya.
Memang kemajuan teknologi yang menyebabkan informasi dengan mudah diterima oleh anak tentu akan mempengaruhi pergaulan mereka. Apalagi, pornografi bisa dengan mudah diakses. Namun, pernikahan dini bukanlah sebuah solusi.
Apalagi, larangan pernikahan dini sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 46 Tahun 2018. Tujuan utamanya adalah untuk melindungi hak anak itu sendiri. Menurut dia, perkawinan yang terjadi di Sanga Desa merupakan perbuatan oknum orangtua, bukan merupakan tradisi atau adat masyarakat setempat.
Dewi mengatakan, peristiwa perkawinan anak memang masih terjadi di Musi Banyuasin, tetapi kebanyakan pernikahan terjadi pada remaja, yakni berusia 16-18 tahun. Adapun usia pernikahan yang ideal adalah 18 tahun untuk perempuan dan 21 tahun untuk laki-laki. ”Untuk usia 14 tahun, ini baru pertama kali terjadi,” katanya.