ANKARA, JUMAT -- Meski bolak-balik diancam para sekutunya, Turki tetap membeli peluru kendali untuk sistem pertahanan udara dari Rusia. Paket pertama sistem itu tiba di Turki pada Jumat (12/7/2019).
”Pengiriman pertama suku cadang dan bagian dari rudal pertahanan udara S-400 dimulai sejak 12 Juli 2019 di Pangkalan Udara Murted,” demikian pernyataan Kementerian Pertahanan Turki.
Pesawat kargo Rusia terlihat di Pangkalan Udara Murted pada Jumat pagi. Pesawat-pesawat lain dinyatakan akan menyusul dalam beberapa hari ke depan. ”Pengiriman suku cadang sistem itu akan berlanjut dalam beberapa hari ke depan. Saat sistem lengkap, (sistem) akan mulai digunakan sesuai tujuannya oleh otoritas relevan,” demikian pernyataan tertulis Kemhan Turki.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) prihatin dengan pengiriman itu. ”Kami prihatin pada konsekuensi atas keputusan Turki memiliki S-400. Kemampuan saling tukar dan melengkapi pada angkatan bersenjata amat mendasar bagi NATO untuk menjalankan misi dan operasi,” demikian pernyataan NATO.
Sejak Turki mengumumkan pembelian S-400 pada September 2017, NATO sudah menyatakan kekhawatirannya. Alasan utama NATO adalah jika S-400 akan diintegrasikan dengan sistem pertahanan Turki, ada risiko data sensitif tentang aneka persenjataan buatan NATO, termasuk generasi baru pesawat siluman multifungsi F-35, dapat bocor ke Rusia. Berbekal data itu, semua produsen pertahanan Rusia bisa mengembangkan cara menghadapi produk persenjataan NATO.
Tidak cocok
NATO menyebut sistem persenjataan Rusia tidak cocok dengan sistem pertahanan NATO yang ikut dioperasikan Turki. Transaksi S-400 membuat Turki menjadi anggota pertama NATO yang membeli persenjataan dari Rusia. Sampai sekarang, NATO menganggap Rusia sebagai salah satu pesaing.
Salah satu anggota NATO, Amerika Serikat, bolak-balik melontarkan berbagai bujukan dan ancaman agar Turki mau membatalkan pembelian S-400. AS menawarkan sistem pertahanan Patriot dengan harga diskon jika Turki mau membatalkan transaksi S-400 yang diduga bernilai 2 miliar dollar AS itu. AS juga mengancam menjatuhkan aneka sanksi ekonomi jika Turki tetap membeli S-400.
Ancaman lain adalah mengeluarkan Turki dari proyek F-35, jet tempur terbaru yang dikembangkan AS bersama para sekutunya. Ancaman terakhir dilontarkan Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan AS Mark Esper, akhir Juni 2019. AS memberi Turki tenggat hingga 31 Juli 2019 untuk membatalkan pembelian S-400.
Turki mengabaikan semua permintaan dan kekhawatiran NATO. Bahkan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan akan bergabung dengan Rusia untuk mengembangkan S-500, sistem pertahanan udara yang lebih canggih daripada S-400.
Sejumlah pihak menyebut S-400 lebih canggih dari Patriot. Rusia mengklaim S-400 bisa mendeteksi sasaran dari jarak 600 kilometer. Target bisa dijatuhkan pada jarak 400 kilometer jika sasarannya pesawat tempur dan 60 kilometer jika targetnya rudal balistik. (AFP/REUTERS)