Pembekalan calon perwira remaja Akademi TNI-Polri berjalan serius namun ceria. Pertanyaan menggelitik para perwira remaja pun dijawab apa adanya oleh perwira tinggi.
Wajah 781 calon perwira remaja atau capaja Akademi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RI tampak serius namun ceria saat mengikuti pembekalan di GOR Ahmad Yani, Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta, Kamis (11/7/2019). Selasa depan, di Istana Negara, Jakarta, mereka akan dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai perwira remaja TNI-Polri.
Saat perkenalan pada hari pertama pembekalan, misalnya, Komandan Jenderal Akademi TNI Laksamana Madya Aan Kurnia dengan nada bangga menceritakan prestasi anak didiknya. ”Adimakayasa tahun ini ada yang anak petani dan anak guru,” ujarnya.
Ia pun lalu memperkenalkan satu per satu lulusan terbaik 2019 untuk bercerita. Muhammad Idris (23), anak petani Dasrial, asal Solok, Sumatera Barat, mengatakan, dirinya bisa masuk Akademi Polri karena tak dimintai uang. Fajar Al Farouk (23), anak tamtama TNI Angkatan Darat, mengikuti jejak ayahnya dan berhasil unggul dengan berusaha lebih keras dari teman-temannya.
Ariz Yudhaprawira (22) menambahkan, meski ayahnya perwira TNI Angkatan Laut, ia berhasil dengan usaha mandiri. Sementara M Ihza Nurrabanni (23), anak seorang guru dari Yogyakarta, berhasil menjadi nomor satu dengan cara membantu teman-temannya belajar.
Menurut Aan, pelantikan Capaja Akademi TNI-Polri merupakan awal dari sebuah perjalanan panjang. Sumber daya manusia, disebutnya, hal utama dibandingkan persenjataan canggih.
”Hello Kitty”
Setelah Aan, Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto juga berbicara. Ia mewanti-wanti agar para capaja dari Akademi Kepolisian tak manja dan minta lokasi penugasan. Dari 306 lulusan, sebanyak 141 adalah anak anggota Polri dan 14 anak anggota TNI.
”Jangan mentang-mentang bapaknya pejabat lalu merengek minta dinas di Jakarta biar dekat rumah. Itu bukan perwira, itu Hello Kitty!” tandas Arief mengingatkan.
Suasana santai dan menarik kemudian muncul saat sesi tanya jawab. Berbagai pertanyaan yang diungkapkan para capaja itu sungguh realistis. Mereka sadar, realitas di lapangan tak dipelajari di kelas. TNI dan Polri yang profesional adalah hasil dari sistem baik pendidikan, lingkungan kerja, maupun masyarakat.
Handika dari Akademi Angkatan Laut pun bertanya cara mengatasi senior yang mengajak berbuat yang tidak baik. Aan pun menjawab, penolakan harus dilakukan. Ia meyakinkan, asal para perwira muda itu teguh untuk menolak melakukan hal salah, mereka akan dibela seniornya. ”Tapi, pakai bahasa yang sopan saat menolak. Harus bisa bedakan, mana loyal yang betul, mana salah,” ujar Aan.
Para perwira muda ini juga mengaku bingung menegur bawahan yang lebih tua dan punya keluarga. Pertanyaan ini disampaikan Rizki, dari Akademi Angkatan Udara. Arief Sulistyanto pun menjawab, harus pintar-pintar cara menyampaikannya. Justru usia yang lebih tua dari bawahan itu yang harus dimanfaatkan. Namun ia mengingatkan, ketegasan itu penting. “Misalnya katakan, bapak \'kan udah tua, malu dong kalau begitu…,” kata Arief.
Suara riuh rendah pun membahana saat seorang perwira muda bertanya, bagaimana kalau istri atasan lebih bersifat bos dari suaminya. Arief sambil berseloroh mengatakan, hal ini memang kerap terjadi. Bahkan ada anekdot: Bapaknya kapolres, ibunya Kapolda. Pernyataan Arief ini disambut tawa.
Menurut Arief, prinsipnya harus ditolak dengan sopan, tapi jangan frontal. Bisa dilakukan dengan menghindar, atau ceritakan pada senior. “Kalian \'kan perwira, masak disuruh nganter anak ke sekolah. Tapi lihat konteksnya juga. Mungkin disuruh anter maksudnya mau dijodohin dengan anaknya,” kata Arief lagi disambut tawa.
Tentunya, meskipun tampak santai, para capaja Akademi TNI-Polri itu tetap serius saat Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian berpidato memberi pembekalan.