Jalan Berliku Sembilan Program Ridwan Kamil
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menetapkan sembilan program prioritasnya tahun 2020. Pemerintah daerah yang berhasil mendukung terwujudnya program itu bakal mendapat bantuan dana. Namun, jalan berliku juga menanti.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menetapkan sembilan program prioritasnya tahun 2020. Bagi pemerintah daerah yang berhasil mendukung terwujudnya program itu, Gubernur menyiapkan bantuan dana. Namun, jalan berliku juga menanti.
”Kita punya dapur masing-masing, tetapi jangan sibuk sendiri di sana. Mari sinkronkan cara-cara membangun daerah. Saya paham, ada janji-janji politik di daerah. Tetapi, warga bapak-ibu, kan, kartu tanda penduduknya Jabar juga,” ujar Ridwan Kamil di hadapan 27 kepala daerah se-Jabar dalam acara Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Kopdar) Jabar, Kamis (11/7/2019), di Kabupaten Kuningan.
Untuk itu, Emil, sapaan Ridwan Kamil, kembali meminta kepala daerah di tingkat II mendukung sembilan program prioritasnya tahun 2020.
Program itu adalah, pertama, biaya sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan gratis mulai tahun depan. Saat ini, harapan lama sekolah (HLS) di Jabar masih 12,4 tahun. Artinya, lama sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak-anak hanya sekitar 12 tahun. Bahkan, HLS di beberapa daerah, seperti Cianjur, Garut, Subang, dan Kuningan, di bawah itu.
Badan Pusat Statistik Jabar 2017 mencatat, masih ada sekitar 43 persen anak tidak merasakan bangku SMA.
”Makanya, SMA dan SMK harus gratis. Nanti dikaji apakah ada sharing (pembagian pembiayaan) dengan pemda atau tidak. Yang penting, anak-anak dipermudah sekolah,” ujar Emil.
Program kedua adalah desentralisasi layanan kesehatan. Emil menyiapkan anggaran khusus untuk dokter dan tenaga kesehatan agar mendatangi warga miskin yang sakit. Bahkan, ia berencana membangun 10 rumah sakit tipe B dan C di kabupaten/kota.
”Saya tunggu proposalnya. Syaratnya, lokasinya sudah siap. Layanan kesehatan itu seperti warung, semakin banyak lebih bagus,” ujar mantan Wali Kota Bandung tersebut. Emil juga berencana memindahkan Rumah Sakit Hasan Sadikin di Pasteur, Bandung, ke Jatinangor, Sumedang.
Selanjutnya, Emil mendorong pemda menumbuhkan ekonomi umat. Targetnya, sebanyak 1.000 pesantren di Jabar punya kegiatan ekonomi mandiri. Programnya adalah satu pesantren satu produk. Pemda diminta untuk menyeleksi pesantren yang akan dibina untuk menghasilkan produk.
Program keempat, pengembangan destinasi dan infrastruktur pariwisata. Emil mengingatkan kepala daerah agar tidak lagi mengandalkan industri manufaktur pada masa depan. Alasannya, industri tersebut cukup rawan. Jika upah pekerja di daerah lain lebih rendah, industri bakal pindah tidak hanya ke provinsi lain, seperti Jawa Tengah, tetapi juga negara tetangga, Vietnam.
”Jadi, penolong ekonomi Jabar itu sektor pariwisata,” ucap Emil. Strateginya, memperbaiki akses, menyempurnakan destinasi, dan membuat kawasan ekonomi khusus (KEK). Dengan KEK, menurut dia, investor akan antre menanamkan modalnya. Salah satu alasannya, pembebasan pajak ekspor-impor.
Lahan untuk KEK yang dibutuhkan minimal 200 hektar. Saat ini baru Pangandaran dan Sukabumi yang berproses mengurus KEK. Di Pangandaran, 70 persen wilayahnya bakal dimanfaatkan untuk pariwisata, sementara sisanya untuk pembangunan teknologi kemaritiman. Sementara Sukabumi masih berfokus pada wisata.
Emil juga menargetkan kawasan segitiga rebana, yakni Cirebon-Bandara Internasional Jabar Kertajati di Majalengka-Pelabuhan Patimban, Subang, menjadi KEK. Ditargetkan 5 juta lowongan kerja tersedia dalam lima tahun mendatang jika segitiga rebana terwujud.
Emil optimistis, pertumbuhan ekonomi Jabar yang saat ini lebih dari 5 persen melonjak hingga 9 persen per tahun. ”Pemprov Jabar tengah merevisi rencana tata ruang dan wilayah (RTRW), KEK akan diakomodasi,” ujarnya.
Baca juga: Kawasan Segitiga Emas Jabar Gencar Dipromosikan
Selanjutnya, program pendidikan agama dan tempat ibadah juara. Menurut Emil, program tersebut sudah berjalan, seperti shalat Subuh bersama dan maghrib mengaji. Peraturan daerah terkait dengan pendidikan agama juga tengah dirancang. ”Nanti, pesantren yang dapat bantuan tidak lagi berdasarkan kedekatan, melainkan kebutuhan,” ujarnya.
Program keenam ialah infrastruktur konektivitas wilayah. Menurut Emil, jalur kereta api dari Ciwidey-Cianjur-Garut telah rampung. Tahun 2021, kereta cepat Jakarta-Bandung dipastikan beroperasi. ”Tahun itu juga, jalur kereta cepat akan diperpanjang menuju Bandara Kertajati,” ucapnya.
Menurut Kamil, perpanjangan jalur kereta cepat ke Kertajati akan memanfaatkan jalan tol dari Bandung ke Kertajati. Jalan tol yang dimaksud adalah Cileunyi-Sumedang-Dawuan atau Cisumdawu. Jalan tol sepanjang 60 kilometer ini ditargetkan rampung tahun depan.
”Dengan begitu, tidak ada pembebasan lahan sehingga harganya (perpanjangan jalur ke Kertajati) bisa setengah dari investasi saat ini,” lanjutnya. Menurut rencana, kereta cepat tersambung ke Kertajati pada 2023.
Program ketujuh, gerakan membangun desa. Pihaknya menyiapkan 120 mobil Aspirasi Kampung Juara untuk desa mandiri di Jabar. Mobil itu dapat dimanfaatkan sebagai pengangkut hasil panen, angkutan warga, layar tancap, panggung hiburan, hingga mengantar orang sakit.
Mengutip data indeks desa membangun, tahun ini jumlah desa maju di Jabar mencapai 1.232 desa, yang sebelumnya hanya 695 desa. Adapun desa mandiri meningkat dari 37 desa menjadi 98 desa tahun ini. ”Para bupati, silakan naikkan desanya menjadi mandiri,” ucapnya.
Selanjutnya, Emil meminta dukungan pemda untuk memberikan subsidi gratis buat golongan ekonomi lemah. Caranya, antara lain, memberikan asuransi kesehatan bagi warga miskin. Pihaknya juga membuat tim pencari anak putus sekolah. Menurut rencana, mereka akan disekolahkan kembali tanpa pungutan biaya apa pun.
Program terakhir, kesembilan, Emil meminta pemda berinovasi dalam pelayanan publik dengan memanfaatkan teknologi digital. ”Kami akan berikan aplikasi digital yang dibutuhkan daerah. Pemda juga harus punya satu mal pelayanan publik yang bisa mengurus segala perizinan. Bagi aparatur sipil negara yang rajin, amplop remunerasinya tebal. Sebaliknya, kalau malas, amplopnya tipis,” ungkapnya.
Menurut Emil, pemda yang berupaya menjalankan kesembilan program prioritas itu bakal menjadi penilaian dalam pemberian bantuan Pemprov Jabar. ”Ada reward sekitar Rp 200 miliar,” ucapnya.
Baca juga: Dorong Investasi, Pemprov Jabar Terus Benahi Perizinan
Namun, menjalankan program tersebut bukan tanpa kendala. Menurut Farida Mahri, pendiri Sekolah Alam Wangsakerta, mencegah anak putus sekolah tidak cukup dengan menggratiskan biaya SMA dan SMK. ”Meskipun biaya SMP sudah dihapuskan beberapa tahun lalu, masih banyak anak yang tidak melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah,” ujar Farida yang merangkul anak putus sekolah di Kampung Karangdawa, Desa Setupatok, Kabupaten Cirebon, Jabar.
BPS Jabar mencatat, pada 2017, angka partisipasi murni SMP mencapai 80,24 persen. Artinya, masih ada sekitar 20 persen anak usia 13-15 tahun yang tidak menikmati bangku SMP. Oleh karena itu, lanjut Farida, pemda harus mencari penyebab anak putus sekolah dan memberikan solusi. Di Kampung Karangdawa, misalnya, tidak ada akses kendaraan umum sehingga anak yang ingin bersekolah harus punya kendaraan pribadi.
Emil juga bakal menghadapi ”lambannya” inisiatif pemda memanfaatkan program yang ditawarkan pemprov. Ambil contoh, program 1.000 desa punya Wi-Fi (jaringan internet nirkabel) dalam setahun. Target ini terpaksa diturunkan menjadi 600 desa dengan Wi-Fi karena minimnya desa yang mengusulkan program ini.
”Saat ini yang terserap baru 300 desa. Padahal, kalau program ini berjalan, lima tahun ke depan sudah tidak ada desa di Jabar yang tidak punya Wi-Fi,” ujar Emil. Menurut dia, berbagai aplikasi digital untuk pelayanan publik yang digunakan Emil saat menjadi Wali Kota Bandung juga belum diikuti oleh kabupaten/kota lainnya di Jabar. Padahal, aplikasi itu bisa diakses secara gratis oleh pemda.
Tidak sinkron
Di sisi lain, rencana pemerintah kabupaten/kota dan provinsi kadang tidak sinkron. Ketika Emil menawarkan bantuan untuk mengejar sembilan program prioritas tahun depan, tidak semua pemda mengusulkan kegiatan yang serupa program prioritas itu. Kabupaten Karawang, misalnya, mengusulkan 11 kegiatan senilai Rp 220 miliar yang semuanya terkait dengan infrastruktur. Padahal, Emil ingin pemda juga fokus pada akses pendidikan dan kesehatan warga.
Emil juga menghadapi kecemburuan antardaerah. Ketika pemerintah pusat memutuskan memindahkan hampir semua rute domestik dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, Bandung, ke Bandara Kertajati, ia dianggap membuat Bandung kehilangan banyak penumpang pesawat.
Padahal, saat masih memimpin Bandung, Emil menambah luas terminal Bandara Husein dari 5.000 meter persegi menjadi 17.000 meter persegi sehingga dapat menampung penumpang lebih banyak. ”Memang serba salah. Nanti, kami evaluasi. Tetapi, saya yakin, kedua bandara ini akan penuh lagi seperti Bandara Internasional Halim Perdanakusuma dan Bandara Internasional Soekarno-Hatta,” ujarnya.
Terkait dengan kecemburuan antardaerah, Emil berjanji akan memberikan bantuan keuangan dalam tiga indikator. Pertama, kabupaten/kota akan menerima bantuan dalam rangka pemerataan pembangunan. Kedua, bantuan diberikan sebagai penghargaan atas prestasi yang diraih, seperti mendapatkan status wajar tanpa pengecualian dalam pengelolaan keuangan dan peningkatan indeks pembangunan manusia.
Ketiga, bantuan keuangan yang diterima atas capaian target program provinsi, seperti inovasi pemda dan penambahan luas areal pertanian serta hutan lindung. ”Sekarang, adil. Pembagian duit bukan lagi berdasarkan kedekatan (dengan provinsi). Saya akan jarang di Bandung, tetapi memantau kondisi di daerah lain. Setiap satu minggu saya akan ke desa,” ujarnya.
Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir mengapresiasi program Emil yang menyentuh kebutuhan daerah. ”Kami sudah siapkan lahan untuk pembangunan rumah sakit tipe B. Kami juga sedang memproses KEK Jatigede yang jaraknya hanya 45 menit dari Bandara Kertajati. Semoga bisa didukung,” ujarnya.
Sementara Wali Kota Depok Mohammad Idris meminta Emil untuk mempertimbangkan jumlah penduduk daerah dalam pemberian bantuan provinsi. ”Setiap tahun penduduk kami bertambah 4,1 persen. Sayangnya, sekitar 60 persen bekerja di luar Depok. Jadi, kalau menagih pajak dan zakatnya, sulit,” ungkapnya.
Emil berjanji mendengarkan berbagai keluhan pemda dan bakal menindaklanjutinya. Wadah koordinasi, seperti Kopdar, merupakan tradisi baru dalam pemerintahannya agar pembangunan di Jabar terkomunikasikan.
Kini, Emil harus melihat utuh kebutuhan hampir 50 juta penduduknya, bukan lagi warga kota Bandung seperti dulu. Apakah Emil mampu ngabret (melompat) dalam pembangunan Jabar? Emil dan 27 kepala daerah se-Jabar yang bisa menjawabnya.