Cinta Sejati Anas
Buku dan musik, dua hal yang menjadi hasrat terbesar Anas Syahrul Alimi (42), sama-sama pernah melemparkan Anas pada masa tergelap dalam hidup. Namun, cintanya sejati. Melalui dua hasrat terbesar itu, Anas kini mengabdikan diri demi mimpi besar yang ingin direngkuhnya kelak.
Banyak orang mengenal Anas sebagai sosok di balik perhelatan akbar sejumlah pergelaran musik Tanah Air. Beberapa di antaranya adalah Prambanan Jazz Festival, JogjaROCKarta, juga MocoSik Festival. Semuanya digelar di Yogyakarta, tempat Anas tinggal sejak remaja.
Saat ini, Anas adalah CEO PT Syakira Ghyna Rajawali Indonesia Communication yang memayungi ajang-ajang musik besar tersebut. Bersama Rajawali, dalam setahun, setidaknya Anas menggelar 12-15 pergelaranmusik, baik di Yogyakarta, Jawa Tengah, maupun Jakarta.
Selain ketiga ajang yang telah menjadi agenda tahunan itu, Anas menghelat sejumlah ajang yang sifatnya lebih fleksibel. Dalam waktu dekat, misalnya, ia siap menghadirkan boy band legendaris asal Irlandia, Westlife, untuk tampil di konser yang digelar di Kelenteng Sam Poo Kong di Semarang. Tiketnya, kata Anas, ludes terjual hanya dalam 3 menit.
Di belakangnya ada konser berkonsep unik yang dirancang dalam rangka peringatan Hari Batik Nasional. Begitu juga dengan konser band rock asal Amerika Serikat, Extreme, dan beberapa konser dengan penampil yang masih rahasia. Belum lagi konser-konser band dalam negeri seperti konser Monokrom Tulus beberapa waktu lalu di Jakarta.
Nama Anas tak lagi bisa dipisahkan dari ajang-ajang musik besar Tanah Air. Namun, sesungguhnya Anas lebih dulu dibesarkan oleh buku.
Di awal tahun 2000-an, Anas adalah pemilik 10 penerbitan di Yogyakarta. Tiga di antaranya, Pustaka Sufi, Jendela, dan Beranda, tergolong penerbit besar. Di masa jaya, sebuah regulasi membuat usahanya bangkrut.
”Ketika saya bangkrut, saya mengalami hidup yang sangat pahit. Dikejar-kejar debt collector,saya harus jual empat rumah saya buat bayar utang. Itu pun masih minus. Saya harus menjalani itu hampir tiga tahun,” kenang Anas, Jumat (5/7/2019), di areal Prambanan Jazz Festival 2019, Candi Prambanan, Yogyakarta, dua jam sebelum pembukaan festival itu dimulai.
Padahal, kala itu, Anas baru saja menikah. ”Jadi, saat saya menikah itu dalam kondisi kolaps, bangkrut. Tahun 2005, saya punya anak pas parah-parahnya,” ucap Anas.
Tahun 2007, tanpa disangka, Anas menerima pesanan untuk mencetak buku terjemahan yang pernah diterbitkan Pustaka Sufi tahun 2001 dan booming. Judulnya Rahasia Sufi tulisan Syekh Abdul Qadir Jailani. Nilainya hampir Rp 4 miliar. Uang itu lalu digunakan untuk melunasi utang-utangnya.
Sejak bangkrut, Anas memilih meninggalkan dunia buku. Dia menyebutnya keluar dari kutukan karena lingkungan bisnis buku menurut dia tidak sehat. ”Padahal, itu passion saya. Saya, kan, memang penulis, dulu wartawan. Saya sedih sampai menjual semua buku saya.”
Tahun 2008, Anas merespons tawaran untuk membuat bisnis penyelenggara acara (EO). Sebelumnya, tahun 2002, Anas pernah sukses menggelar konser Glenn Fredly, yang kala itu masih disebutnya sebagai hobi, dan sold out.Dia tak kapok meski tahun 2006 saat menggelar konser ”Glenn featuring Tompi” di tiga kota ia merugi dan menambah kebangkrutan.
”Bikin EO, mau kasih nama. Lalu saya ingat, yang membuat saya hidup lagi, kan, buku Rahasia Sufi, yang nulis Syekh Abdul Qadir Jailani, dia punya julukan sultanul auliya,rajanya para wali. Makanya, namanya Rajawali. Saya kasih Indonesia, lalu saya kasih nama anak saya yang menyelamatkan saya,” papar Anas tentang asal nama Syakira Ghyna Rajawali Indonesia Communication.
Ghyna, yang berarti ’kekayaan atau kemakmuran’, adalah nama anak pertama Anas. Shayira adalah nama anak kedua Anas, artinya ’bersyukur’.
Utang budi Anas kepada buku itu diabadikan dalam ajang CSR MocoSik yang menggabungkan buku dan musik. Penonton membeli buku yang menjadi tiket untuk menonton konser MocoSik. Tak ada sepeser pun keuntungan yang diambil Anas dari situ.
”Saya anggap ini sebagai perjalanan. Yang membuat saya matang, ya, buku. Karena saya dihardik orang, dicaci maki, ditagih tiap hari saat itu, dijelek-jelekin orang. Emang kenyataannya saya bangkrut, saya akan usaha,” kata Anas. ”Ternyata yang menyelamatkan saya buku juga. Akhirnya, ya, kembalikan ke buku.”
Bangkrut dua kali
Bersama Rajawali Indonesia yang mulai fokus di musik, Anas mengepakkan sayap. Namun, badai belum berakhir. Tahun 2013, ia bangkrut lagi.
”Waktu itu saya bikin Coboy Junior Tur 30 Kota. Saya gandeng investor. Di tengah jalan dia tarik uangnya. Saya megap-megap.Tapi show must go on. Saya selesaikan 30 kota, tetapi saya menanggung kerugian sampai berdarah-darah. Pelajaran terbesar saya (di musik), ya, ini,” ungkapnya.
Tahun 2014, Anas sempat memutuskan untuk menghentikan aktivitas usaha. Rajawali Indonesia vakum dan hanya berkantor di garasi rumahnya. ”Saya bubarin karena saya udah nggak sanggup. Utang saya banyak,” ucap Anas.
Untuk menyambung hidup, Anas menjual buku-buku yang selamat dari kemarahannya kala itu, seperti buku-buku yang ditandatangani Pramoedya Ananta Toer dan buku-buku tua lainnya. Anas juga berjualan kayu-kayu rel dan jendela kayu.
”Betul-betul masa sulit. Itu kebangkrutan saya yang kedua. Udah saya nggak mau lagi. Kesalahan kami waktu itu memang di hitungan. Makanya, ketika mulai lagi, kuncinya satu, enggak boleh ambisius, enggak boleh rakus. Semua harus dihitung karena ini, kan, bisnis,” kata Anas.
Dari situ Anas belajar. Bahwa saat jatuh, hal terpenting adalah tidak menyerah. ”Harus fight karena pasti ada kesalahan kita juga di sana.”
Harus kreatif
Keyakinan bahwa segalanya akan membaik menjadi pegangan Anas untuk melewati masa-masa sulit. Begitu juga dengan ilmu sabar yang terus dipegangnya hingga kini.
Anas menyadari, kunci untuk dapat bertahan di dunia showbiz adalah kreativitas. Itu pula yang melatarbelakangi lahirnya Prambanan Jazz Festival yang tahun ini memasuki tahun kelima.
”Prambanan Jazz lahir ketika saya ingin membuat satu festival yang kira-kira venue-nya punya something different, value yang lebih. Backdrop kita terbaik, world heritage. Namun, konsep memadukan dua mahakarya itu, musik dan Candi Prambanan, juga harus terus digali,” katanya.
Hal ini disadari Anas. Sebab, secara geografis, apa yang dia lakukan itu memiliki kesulitan yang tidak kecil. Apalagi, 60 persen penonton Prambanan Jazz datang dari luar kota sehingga harus bisa terus menarik orang untuk datang.
”Ketertarikan orang harus lebih karena, kan, mereka buang waktu, buang uang untuk beli tiket pesawat, sewa mobil, hotel, kuliner. Yang membuat mereka datang konsep ini, makanya harus kuat,” ujarnya.
Karena itu, menjadi penting untuk menghadirkan artis dunia terkenal, berkelas Grammy, pemilik lagu-lagu hit. Dengan mendatangkan artis-artis itu, Anas ingin Prambanan Jazz bisa menjadi alat diplomasi budaya. ”Targetnya harus menarik wisatawan luar negeri. Kan, sudah dicanangkan pemerintah. Paling tidak kita ikhtiar untuk membantu.”
Prediksinya tak meleset. Yanni contohnya. Karena hanya one-off konser di Asia Pasifik, tidak tur, penonton dari luar negeri berdatangan seperti dari Arab, India, Swedia, Kanada, Hong Kong, Singapura, Bangkok, dan China. Hal serupa juga terjadi pada Prambanan Jazz sebelumnya yang menghadirkan Sarah Brightman dan Diana Krall.
Alasan lainnya jelas, Anas tak ingin Indonesia hanya jadi pasar belaka. Pengalamannya sebagai promotor dan bergaul dengan banyak agen dunia mengajarkan hal itu.
”Setiap kali saya dealing, saya mau one-off. Memang jadi lebih mahal, tapi impaknya bagus,” kata Anas. Keuntungan ganda yang bisa diraih adalah endorsement yang dilakukan para artis terhadap Indonesia.
Dia senang, sepak terjangnya mulai dilihat agen-agen dunia. Terbukti dengan adanya permintaan dari John Legend untuk tampil di Prambanan serta penawaran untuk mempromotori konser band rock besar untuk kawasan Asia Tenggara.
Toh Anas sangat paham, upayanya butuh waktu sangat panjang. ”Tapi, kan, tetap harus dimulai,” katanya.
Jalan panjang itu tak membuat Anas patah. Dia menemukan kebahagiaan dari apa yang sudah dia lakukan. ”Mengerjakan sesuatu yang kita senangi dan bermanfaat bagi banyak orang itu kebahagiaan paling purna,” ujar Anas.
Anas memilih untuk terus mengalir seperti air, bekerja dan berikhtiar sesuai kemampuan untuk mewujudkan cita-cita yang lebih besar.
Anas Syahrul Alimi
Lahir: Sidoarjo, 16 September 1976
Pekerjaan saat ini:
- CEO Rajawali Indonesia
- Founder dan CEO Prambanan Jazz
- Founder dan CEO JogjaROCKarta Festival
- Founder MocoSik Festival
Riwayat pekerjaan:
- Wartawan ”Jawa Pos”
- Media Watch LP3Y
- Founder Penerbit Jendela, Beranda, dan Pustaka Sufi
Istri: Adessita Viani
Anak: Nur Salma Layla Ghina Alimi (14), Nur Khaira Syakira Alimi (9), Nur Fitria Habiba Alimi (8), Hasan Muhammad Asy Syakirie Alimi (7)
Pendidikan:
- MTsN Krian dan MTsN 1 Sidoarjo
- Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta 1
- Psikologi Universitas Negeri Yogyakarta
- Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien, Kalasan, Yogyakarta