Melalui pertemuan dan kerja sama, keberagaman corak budaya di Pasifik diarahkan menjadi modal pembangunan.
AUCKLAND, KOMPAS —Gelaran acara Eksposisi Pasifik 2019 menjadi tempat dan sarana negara-negara di kawasan Pasifik untuk mempromosikan kebudayaan dalam kebersamaan. Promosi keberagaman corak budaya itu diharapkan dapat mendorong kerja sama dan menumbuhkan kemakmuran warga di seluruh kawasan.
”Semoga kita dapat berbagi di antara kita sendiri dan belajar dari pengalaman kita yang berbeda. Hal itu bakal mendorong kita bersama melalui inisiatif baru dalam mempromosikan nilai budaya yang membantu menciptakan kemakmuran bersama, perdamaian, toleransi, dan nilai-nilai kemanusiaan,” kata Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dalam Forum Kebudayaan Pasifik, Sabtu (13/7/2019), di Auckland, Selandia Baru.
Forum itu masuk dalam rangkaian Eksposisi Pasifik 2019. Hadir dalam forum ini antara lain Menteri Komunitas Etnik Selandia Baru Jenny Salesa dan Sekretaris Kementerian Pengembangan Kebudayaan Kepulauan Cook Anthony Turua.
Puan menyatakan pentingnya membina kerja sama budaya di antara negara Pasifik. Hal itu dapat dilakukan dengan memperkuat komitmen bersama dan kolaborasi dalam pengembangan sumber daya manusia serta mengatasi kesenjangan teknologi, sosial, dan ekonomi antarnegara. Upaya tersebut dilakukan seiring dengan upaya penanggulangan akibat dari degradasi lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam.
”Sebagai negara Pasifik yang memiliki beragam warisan budaya, seni, dan budaya lainnya, kita dapat bekerja sama dalam mengembangkan arah menuju satu tujuan Pasifik dengan menjadikan potensi budaya itu sebagai branding pariwisata di kawasan Pasifik,” kata Puan.
Selandia Baru merupakan salah satu negara yang belajar banyak dari pengembangan budaya. Hal itu semakin penting setelah negeri tersebut didera penembakan yang menewaskan puluhan orang di Christchurch, 15 Maret lalu. Menurut Salesa, salah satu pengembangan kebudayaan dilakukan melalui program komunikasi pendidikan. Ditekankannya, sebagai negara multietnis, penanaman nilai-nilai keberagaman budaya penting dilakukan kepada murid-murid di Selandia Baru sejak dini.
”Saya adalah warga Selandia Baru kelahiran Tonga hingga berumur 16 tahun. Selandia Baru adalah wilayah yang memberikan kesempatan besar bagi banyak anak lain, seperti yang saya alami sehingga harus selalu dijaga bersama,” kata Salesa.
Peneliti Institute Eijkman, Herawati Sudoyo, yang juga menjadi salah seorang pembicara, mengatakan, migrasi dan kejadian-kejadian percampuran telah menciptakan komponen genetika unik dalam populasi di Pasifik. Ia menyatakan, tidak ada satu orang pun yang asal-usulnya murni. Kesamaan asal-usul diharapkan memperkuat rasa saling memiliki, menghormati, sekaligus mengembangkan sikap tenggang rasa dan semangat kerja sama satu sama lain bagi warga di Pasifik.