Koalisi Warga Tagih Peninjauan Kembali Swastanisasi Air
Tim advokasi atas air KMMSAJ mendesak MA dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk sesegera mungkin menyerahkan salinan putusan PK terkait swastanisasi air tim advokasi atas air.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta hingga saat ini belum menerima salinan putusan peninjauan kembali dari Mahkamah Agung. Koalisi warga menilai upaya MA untuk memperbaiki sistem pengelolaan informasi putusan yang transparan dan akuntabel sepertinya menjadi sia-sia.
Pengacara Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ), Tommy Albert, di Jakarta, Minggu (14/7/2019), mempertanyakan motif MA menunda-nunda memberikan salinan putusan. Padahal, kerugian publik atas swastanisasi air terus berjalan.
”Jangankan akses untuk publik, penggugat yang jelas-jelas memiliki hak untuk mendapatkan salinan putusan dipaksa menunggu hampir enam bulan tanpa kejelasan,” kata Tommy.
Ia melanjutkan, tim advokasi yang merupakan bagian dari KMMSAJ telah tujuh tahun berjuang melakukan upaya hukum demi penghentian swastanisasi air di Jakarta.
Sejak gugatan warga negara atau citizen law suit (CLS) dilayangkan, kata Tommy, tim advokasi hak atas air pada 2012, perjuangan untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta mengalami proses pasang-surut. Dimenangkan di pengadilan tingkat pertama, dikalahkan di pengadilan tingkat banding, kembali dimenangkan di tahapan kasasi dan merujuk informasi putusan MA, kembali kalah dalam tahapan peninjauan kembali (PK).
Pasang-surut proses hukum dalam upaya menghentikan swastanisasi air di Jakarta terus diuji. Bahkan, sampai pada tahapan pemberian salinan putusan PK.
”Putusan PK yang kabarnya telah diputus MA pada 30 November 2018 itu hingga saat ini salinan putusannya belum juga diterima pihak penggugat. Hal ini jelas merugikan penggugat,” ujar Tommy.
Akibat salinan putusan yang tidak kunjung diterima, kata Tommy, pihak penggugat tidak dapat menentukan langkah hukum apa pun untuk memperjuangkan penghentian swastanisasi air di Jakarta. Hal itu disebabkan penggugat tidak mengetahui apa yang menjadi pertimbangan hukum hakim dalam pengambilan putusan PK.
Sementara itu, kuasa hukum sekaligus tim advokasi hak atas air KMMSAJ, Arif Maulana, mengatakan, tim advokasi telah mengirimkan permohonan salinan putusan pada 29 Mei 2019. Namun. permohonan salinan putusan tidak ditanggapi MA.
Ia melanjutkan, peristiwa ini merupakan kejadian berulang yang sebelumnya dialami tim advokasi hak atas air pada tahapan kasasi. Pada tahap itu, putusan dikabarkan telah dibacakan pada 10 April 2017. Namun, salinan putusan baru diberikan kepada penggugat pada 18 Desember 2017. Artinya, kata Arif, salinan putusan kasasi baru diberikan kepada pihak penggugat 252 hari setelah putusan dibacakan.
”Jika merujuk pada Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 huruf D tentang Jangka Waktu, proses minutasi hingga pengiriman berkas salinan putusan kepada pengadilan negeri pengaju untuk kasus yang menarik perhatian publik maksimal harus dilaksanakan dalam 12 hari,” tuturnya.
Arif menambahkan, jika benar putusan PK sudah dibacakan MA pada 30 November 2018, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat seharusnya sudah menerima salinan putusan tersebut pada 17 Desember 2019.
Selanjutnya, kata Arif, berdasarkan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, pengadilan negeri pengaju wajib menyerahkan salinan putusan kepada para pihak selambatnya 30 hari sejak salinan putusan diterima pengadilan negeri pengaju.
Upaya menghalangi
Menurut Tommy, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat harus menyerahkan salinan putusan kepada penggugat selambatnya pada Januari 2019. Namun, hingga hari ini, salinan putusan PK tidak juga dikirimkan kepada penggugat sekalipun sudah lewat waktu enam bulan dari jangka waktu yang ditetapkan.
”Tidak diberikannya salinan putusan PK kepada pihak penggugat patut diduga merupakan upaya menghalangi tim advokasi hak atas air untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. Dalam hal ini dapat dimaknai bahwa MA tidak transparan dan akuntabel serta turut melanggengkan masalah swastanisasi air di Jakarta,” ujarnya.
Tim advokasi hak atas air KMMSAJ mendesak MA dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesegera mungkin menyerahkan salinan putusan PK terkait dengan swastanisasi air tim advokasi atas air.
Selain itu, membuka akses kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas proses peradilan serta bentuk kepatuhan MA pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya, menegakkan sanksi atas ketidakpatuhan untuk melaksanakan Surat Keputusan Ketua MA Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang MA kepada pihak yang seharusnya bertanggung jawab.