Enam komodo anakan yang diselundupkan dan digagalkan di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (14/7/2019), berada di Desa Nangamese, Kecamatan Riung, Nusa Tenggara Timur. Dalam waktu dekat, para komodo anakan ini dijadwalkan melanjutkan perjalanan menuju ke lokasi pelepasliaran di Pulau Ontoloe.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Enam komodo anakan yang diselundupkan dan digagalkan di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (14/7/2019), berada di Desa Nangamese, Kecamatan Riung, Nusa Tenggara Timur. Dalam waktu dekat, komodo anakan ini dijadwalkan melanjutkan perjalanan menuju lokasi pelepasliaran di Pulau Ontoloe.
”Perjalanan ke pulau mempertimbangkan beberapa kondisi seperti cuaca, arus, dan gelombang laut. Adapun perjalanan menggunakan perahu motor cepat biasanya memakan waktu sekitar 30 menit (1,5 jam menggunakan perahu motor biasa),” ujar Deni Purwandana dari Yayasan Komodo Survival Program.
Deni merupakan satu dari tiga orang yang mengawal perjalanan keenam komodo (Varanus komodoensis) dari kandang transit Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jatim di Sidoarjo. Dua orang lainnya adalah petugas BBKSDA Jatim dan dokter hewan. Rombongan berangkat dari Bandara Juanda, Surabaya, Sabtu (13/7/2019) pagi.
Biasanya pengembalian satwa ke alam liar dilakukan segera setelah proses hukum memiliki kekuatan tetap. Namun, kali ini ada dispensasi. Hal ini bukti adanya komitmen kuat dari berbagai pihak terhadap perlindungan dan pelestarian satwa asli Indonesia.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno mengatakan, pelepasliaran biawak komodo bagian dari upaya pelestarian. Komodo merupakan satwa liar dilindungi yang rentan punah karena tingginya gangguan, salah satunya perburuan dan perdagangan ilegal ke luar negeri.
”Biasanya pengembalian satwa ke alam liar dilakukan segera setelah proses hukum memiliki kekuatan tetap. Namun, kali ini ada dispensasi. Hal ini bukti adanya komitmen kuat dari berbagai pihak terhadap perlindungan dan pelestarian satwa asli Indonesia,” ujar Wiratno, Jumat (12/7/2019) malam, di kantor BBKSDA Jatim.
Seperti diketahui, enam komodo anakan diperoleh dari pengungkapan sindikat perdagangan ilegal satwa liar yang dilakukan Kepolisian Daerah Jatim dan Badan Reserse Kriminal Polri pada Febuari dan Maret. Selama proses hukum, komodo ini dititipkan di kandang transit BBKSDA Jatim.
Wiratno mengatakan, pelepasliaran dilakukan setelah pihaknya mendapatkan izin dari majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menangani perkara perdagangan satwa ilegal. Izin ini berupa Surat Penetapan Nomor 1261, 1267, dan 1593 yang dikeluarkan tanggal 12 Juni dan tanggal 13 Juni.
Pelepasliaran
Selama menunggu penetapan pengadilan, KLHK telah menyiapkan prosedur pelepasliaran seperti surat persetujuan dari Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Dilakukan uji genetika untuk diketahui asal komodo dan penentuan lokasi pengembalian ke habitat. Hasil uji genetika menguatkan hasil analisis morfologi yang menyatakan komodo berasal dari daratan Flores utara, bukan kawasan Taman Nasional Komodo.
Menurut Wiratno, dipilihnya Pulau Ontoloe di Taman Wisata Alam Laut 17 Riung di Kabupaten Ngada karena keenam komodo anakan diduga berasal dari sana. Secara alami, satwa komodo tersebar di kawasan Taman Nasional Komodo dan di daratan Flores (Flores Utara dan Flores Barat).
Hasil pengamatan menggunakan camera trap pada 2016-2018 oleh BBKSDA NTT di Pulau Ontoloe terdapat 2-6 ekor komodo. Selain itu, terdapat stok makanan yang cukup untuk komodo karena di sana terdapat populasi kelelawar yang mencapai puluhan ribu kelelawar. Tidak ada bukti populasi rusa di sana.
Alasan lain memilih Pulau Ontoloe karena di pulau seluas 660 hektar itu memungkinkan melakukan pemantauan komodo secara intensif. Tidak ada jalan keluar karena pulau berada di lokasi tersendiri yang cukup jauh dari daratan Flores.
Kepala BBKSDA Jatim Nandang Prihadi mengatakan, selama berada di kandang transit, kondisi komodo sehat, masih liar, dan buas. Dengan kondisi seperti itu, komodo diyakini masih memiliki kemampuan berburu yang merupakan syarat mampu bertahan hidup di alam liar.
”Enam komodo anakan sudah dipasangi microchip pada tubuhnya. Alat berfungsi memonitor pergerakan komodo saat berada di habitatnya. Selain itu memantau tumbuh kembang satwa,” kata Nandang.
Pemasangan microchip tidak akan mengganggu tumbuh kembang komodo, apalagi membahayakan atau mengancam keselamatan mereka karena selain alat ini berukuran kecil juga diletakkan di bawah kulit.
Enam komodo anakan sudah dipasangi microchip pada tubuhnya. Alat berfungsi memonitor pergerakan komodo saat berada di habitatnya. Selain itu memantau tumbuh kembang satwa.
Sementara itu, di saat keenam komodo anakan ini tengah berjuang menuju perjalanan pulang ke habitatnya, proses hukum terhadap pelaku perdagangan terus berjalan. Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Tinggi Jatim, Dhini Ardhani, mengatakan, pekan ini pihaknya akan melakukan penuntutan terhadap terdakwa pelaku perdagangan satwa dilindungi.
”Para terdakwa didakwa melanggar undang-undang tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Ancaman hukumannya paling lama lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 juta,” ujar Dhini.