Saatnya Bersama Membangun Bangsa
Komitmen persatuan dua tokoh bangsa, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto, menjadi langkah awal mengatasi polarisasi di masyarakat. Realisasi komitmen itu perlu dijaga.
JAKARTA, KOMPAS— Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Sabtu (13/7/2019), di Stasiun Moda Raya Terpadu Lebak Bulus, Jakarta, merupakan langkah awal bagi upaya meluruhkan polarisasi di masyarakat seusai Pemilu 2019. Namun, dibutuhkan tindak lanjut dan upaya para elite politik untuk mengakhiri ketegangan politik akibat pemilu, terutama di kalangan akar rumput.
Prabowo dan Jokowi dinilai masih perlu membuktikan pernyataan mereka kemarin bahwa kompetisi politik berakhir. Tak hanya itu, keduanya juga harus dapat membuktikan tekad untuk bersama-sama membangun dan memajukan bangsa.
Dalam pertemuan kemarin, Jokowi dan Prabowo bersepakat memulai kebersamaan membangun serta memajukan bangsa. Oleh karena itu, Jokowi dan Prabowo meminta para pendukung mengakhiri perselisihan.
”Tak ada lagi 01, tak ada lagi 02. Tak ada lagi yang namanya cebong, tidak ada lagi yang namanya kampret. Yang ada Garuda Pancasila,” kata Jokowi.
Jokowi menyampaikan bahwa pemilihan presiden pada Pemilu 2019 merupakan kompetisi yang relatif keras, baik bagi kedua pasang kandidat maupun pendukungnya. Namun, setelah pemilu berakhir, silaturahmi harus kembali dirajut.
Prabowo juga menyampaikan persetujuan atas pernyataan Jokowi. Menurut dia, tidak ada lagi dikotomi pendukung capres nomor urut 01 dan nomor urut 02 karena yang ada saat ini adalah Merah Putih.
Menjadi sebuah awal
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menuturkan, pertemuan itu bisa mengakhiri silang sengketa politik sekaligus menjadi pembuka rekonsiliasi yang lebih luas dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air.
Haedar juga menyampaikan, rekonsiliasi tak hanya berhenti pada retorika. Sebab, hal yang lebih penting adalah bagaimana bersama-sama membangun dan memajukan bangsa. Selain itu, demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, Haedar mengingatkan pemenang agar tidak berlebihan merayakan
kemenangan.
Tak hanya itu, parpol pendukung koalisi pemerintah juga diharapkan tidak menunjukkan perebutan ”gunungan” politik. Begitu juga eksklusivitas sebagai parpol atau sukarelawan yang merasa berjasa dalam kemenangan Jokowi-Amin, tak boleh dipelihara. Sebab, kedua sikap itu bisa mereduksi silaturahmi politik yang telah terjalin.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Helmy Faishal Zaini menuturkan, pertemuan Jokowi-Prabowo menunjukkan keduanya merupakan negarawan yang teruji. Agar upaya awal memudarkan polarisasi di akar rumput ini bisa terus menguat, Helmy menyarankan ada tindak lanjut dialog sekaligus upaya nyata membangun pemerintahan bersama-sama meski tak berarti harus melebur dalam pemerintahan.
”Jika selama ini ada yang Pak Prabowo anggap ruang kosong tak dilakukan Pak Jokowi, dirembuk saja agar bisa sama- sama menambalnya. Sekaligus Pak Jokowi juga perlu legawa menerima masukan,” kata Helmy.
Mengucapkan selamat
Pertemuan antara Prabowo dan Jokowi diawali dengan naik MRT bersama dari Stasiun Lebak Bulus menuju Stasiun Senayan dan berakhir dengan makan bersama di sebuah restoran di pusat perbelanjaan di Jalan Jenderal Sudirman.
Kesempatan itu juga dimanfaatkan Prabowo untuk menyampaikan selamat bekerja kepada Jokowi-Ma’ruf Amin yang telah ditetapkan sebagai presiden-wakil presiden terpilih 2019-2024. ”Saya sampaikan selamat bekerja (kepada Jokowi),” kata Prabowo.
Prabowo juga berpesan bahwa jabatan presiden itu pengabdian. Persoalan yang harus diselesaikan oleh presiden relatif besar. Karena itu, Prabowo menyampaikan kesiapan untuk membantu pemerintah meski tetap harus menyampaikan kritik membangun.
Mendapat dukungan
Di media sosial, pertemuan itu direspons positif. Berdasarkan data Trends24.in pukul 19.00, tanda pagar #03persatuanindonesia masih masuk jajaran topik terhangat Twitter di Indonesia. Analisis 9.812 cuitan bertagar itu, dengan peranti RStudio, menunjukkan, kata-kata yang paling sering muncul ialah ”Indonesia”, ”Prabowo”, ”Jokowi”, ”bangsa”, ”persatuan”, ”mari”, ”indah”, ”hidup”, dan ”falsafah”.
Namun, ada juga pendukung Prabowo-Sandiaga yang kecewa atas pertemuan itu. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan, pro dan kontra wajar terjadi. ”Kami maklum jika ada yang menolak, tentu dalam dinamika politik, tak semua bisa sepakat, butuh waktu untuk menurunkan tensi ini,” katanya.
Andre mengatakan, untuk meredakan tensi di internal pendukungnya, Prabowo segera mengumpulkan elemen pendukung dan sukarelawannya. Prabowo juga akan bertemu lagi dengan Jokowi untuk memelihara iklim politik yang sejuk.
Sementara Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menuturkan, teladan dari Jokowi dan Prabowo diharapkan bisa membawa suasana positif ke masyarakat akar rumput.
Pertemuan antara Jokowi dan Prabowo telah direncanakan seusai pemungutan suara Pemilu 2019. Jokowi mengirim beberapa utusan untuk menjembatani pertemuannya dengan Prabowo, tetapi rencana itu baru kemarin terealisasi.
Kendati pertemuan dinilai positif, Firman Noor, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, berharap hal itu tidak kebablasan. Firman berharap Gerindra dan PKS menjadi oposisi. Walaupun belum rapi dan kuat, demokrasi Indonesia harus terbiasa dengan oposisi.
Setelah pertemuan Jokowi dan Prabowo, cawapres Sandiaga Uno dan Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin, Erick Thohir, bertemu di acara Young Penting Indonesia di Kemang, Jakarta Selatan. Sandiaga mengajak seluruh kalangan masyarakat, khususnya anak muda, kembali bersatu seusai pemilu. Dia juga menegaskan pilihannya untuk jadi kekuatan penyeimbang di luar pemerintahan. ”Saya merasa terhormat mendapat kesempatan menjadi oposisi dan terus mengontrol kinerja pemerintah serta memberikan masukan,” katanya.
(NTA/EDN/AGE/MTK/NCA/GAL)