Golkar Perlu Waspadai Konflik Internal Jelang Munas
Majelis Etik Partai Golkar mengimbau Ketua Umum Partai Golkar agar bisa menjaga soliditas kader meski muncul perbedaan dukungan terhadap calon ketua umum partai jelang musyawarah nasional. Dinamika tersebut berpotensi dapat menimbulkan konflik internal partai.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Etik Partai Golkar mengimbau Ketua Umum Partai Golkar agar bisa menjaga soliditas kader meski muncul perbedaan dukungan terhadap calon ketua umum partai jelang musyawarah nasional. Dinamika tersebut berpotensi dapat menimbulkan konflik internal partai.
Senin (15/7/2019) siang, Majelis Etik Partai Golkar melakukan pertemuan tertutup dengan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto untuk membahas dinamika internal partai menjelang musyawarah nasional (munas). Munas tersebut menurut rencana akan dilaksanakan pada Desember 2019.
”Menghadapi Munas Golkar yang akan datang, segenap anggota harus kompak. Majelis Etik mempunyai tugas untuk menertibkan berbagai hal yang diperkirakan menyimpang ataupun segala sesuatu yang dapat menimbulkan perpecahan,” ucap Ketua Majelis Etik Partai Golkar Mohammad Hatta.
Ia menjelaskan, Airlangga harus mampu menjalankan perannya sebagai ketua umum untuk tetap menjaga soliditas kader Golkar. ”Kami ingin mesin partai bisa aktif dan kami tidak ingin partai ini terpecah seperti ketika menghadapi munas periode lalu,” ucap Hatta.
Selain itu, menjelang munas, terjadi pencopotan jabatan ketua DPD Golkar di sejumlah daerah, seperti Ketua DPD II Kota Cirebon dan 10 ketua DPD II di Provinsi Maluku. Beberapa kader menilai, pencopotan tersebut dilakukan karena adanya perbedaan dukungan politik terhadap salah satu calon ketua umum. Namun, hal tersebut dibantah Ketua DPD I Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi.
”Ketua DPD II Golkar Kota Cirebon diberhentikan karena ia tidak bisa mengelola organisasi dan tidak bisa mempertanggungjawabkan dana parpol pada 2018,” ujar Dedi.
Sementara itu, Ketua DPD I Golkar Maluku Said Assagaff mengatakan, sejumlah kader telah menghubunginya karena terjadi pemberhentian 10 ketua DPD II di Provinsi Maluku. Ia pun berencana menyelesaikan masalah internal tersebut dan meminta agar kader bisa lebih bijak menyikapi hal ini.
Menanggapi hal tersebut, Hatta mengatakan, saat ini belum ada pimpinan DPD yang melaporkan terkait pencopotan jabatan tersebut. Menurut dia, selama belum ada laporan, Majelis Etik tidak bisa memproses masalah ini.
”Selama tidak ada yang melapor, kami menganggap hal tersebut bukanlah suatu pelanggaran dan tidak menjadi masalah,” ucapnya.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menampik adanya pencopotan jabatan pimpinan ataupun anggota DPD karena perbedaan dukungan. Ia juga mengatakan, saat ini dirinya semakin yakin untuk maju kembali sebagai ketua umum karena bertambahnya dukungan dari anggota DPD Golkar.
”Silakan dicek di DPD masing-masing. Saya rasa (pencopotan) itu tidak ada,” ucapnya.
Secara terpisah, Ketua DPR Bambang Soesatyo menjelaskan, perbedaan dukungan merupakan hal yang wajar dalam sebuah partai. Namun, ia menyayangkan jika muncul sejumlah pelaksana tugas pimpinan DPD karena adanya pencopotan jabatan tersebut.
”Hal tersebut merupakan penyakit lama yang biasa terjadi menjelang munas dan ini merupakan bibit dari konflik di internal partai,” ujarnya.
Hingga saat ini, baru ada dua nama yang menjadi calon kuat ketua umum partai, yaitu Airlangga dan Bambang. Pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menyebutkan, ketua umum partai merupakan salah satu posisi strategis untuk maju sebagai calon presiden pada 2024. Oleh sebab itu, sebagian besar tokoh politik tentunya juga ingin mengincar hal tersebut.
”Pada Pilpres 2024 nanti, sudah tidak ada petahana yang maju sebagai calon presiden. Oleh sebab itu, kemungkinan besar, ketua umum partai akan diusung oleh anggotanya untuk maju berkontestasi dalam pilpres tersebut,” ucapnya.
Arya menjelaskan, Partai Golkar harus mengantisipasi terjadinya potensi dualisme partai ketika pemilihan ketua umum. Ia mengatakan, jangan sampai ada pemecatan kader yang berbeda pilihan karena hal tersebut bisa memicu konflik.