Indonesia Memasuki Tantangan Pengentasan Kemiskinan Ekstrem
JAKARTA, KOMPAS -- Penanganan kemiskinan di Indonesia kian menantang. Kendati persentase penduduk miskin pada Maret 2019 turun menjadi 9,41 persen, Indonesia semakin menghadapi kemiskinan yang masuk kategori ekstrem.
Kemiskinan tersebut tidak cukup diatasi dengan program jaring pengaman sosial. Masyarakat miskin perlu juga diberi akses terhadap modal untuk dapat keluar dari garis kemiskinan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menilai, indikator-indikator statistik kemiskinan pada Maret 2019 menunjukkan kemiskinan di Indonesia semakin turun. Di satu sisi hal ini positif, namun di sisi lain penanganan kemiskinan Indonesia kian menantang.
"Penurunan indeks keparahan dan kedalaman kemiskinan menunjukkan jenis-jenis kemiskinan semakin mengecil. Ditambah dengan persentase penduduk miskin yang satu digit, Indonesia kini menghadapi kemiskinan yang berkategori ekstrem atau extreme poverty," tuturnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (15/7/2019).
BPS merilis, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2019 turun sebanyak 805.100 orang dibandingkan Maret tahun sebelumnya. Pada Maret 2019, jumlah penduduk miskin berkisar 25,14 juta orang atau 9,41 persen dari total penduduk Indonesia.
Dari jumlah itu, jumlah penduduk miskin terbanyak masih di perdesaan, yaitu sebesar 12,85 persen. Adapun di perkotaan, jumlah penduduk miskin sebesar 6,69 persen.
Pada Maret 2018, persentase penduduk miskin sebanyak 25,95 juta orang atau sebesar 9,82 persen dari total penduduk Indonesia.
Upaya mengatasi kemiskinan dari tahun ke tahun itu semakin menantang. Hal itu ditunjukkan dari laju penurunan kemiskinan yang semakin melambat. Persentase kemiskinan pada Maret 2019 terhadap Maret 2018 turun sebesar 0,41 persen sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 0,82 persen.
Upaya mengatasi kemiskinan dari tahun ke tahun itu semakin menantang. Hal itu ditunjukkan dari laju penurunan kemiskinan yang semakin melambat.
Laju penurunan kemiskinan semakin lambat karena jumlah penduduk miskin semakin sedikit. Mereka tinggal di daerah-daerah terpencil sehingga belum merasakan dan memanfaatkan bantuan sosial secara optimal.
Bahkan, ada penduduk miskin yang belum terjangkau bantuan sosial itu, terutama di daerah-daerah di Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Maluku. Penghasilan mereka kecil karena juga belum tersentuh akses pelayanan dan infrastruktur.
Di sisi lain, indeks kedalaman kemiskinan yang menggambarkan rata-rata kesenjangan pengeluaran terhadap garis kemiskinan turun 0,16 poin dibanding tahun sebelumnya menjadi 1,55. Sementara, indeks keparahan kemiskinan yang menggambarkan penyebaran pengeluaran turun 0,07 poin menjadi 0,37.
Penduduk miskin yang tergolong ekstrem, menurut Suhariyanto, tidak cukup dibantu hanya dengan jaring pengaman sosial. Kemiskinan ekstrem mesti diberikan akses terhadap modal untuk dapat keluar dari garis kemiskinan.
Garis kemiskinan pada Maret 2019 sebesar Rp 425.250 per kapita per bulan. Angka ini naik 5,98 persen dari Rp 401.220 per kapita per bulan pada Maret 2018. Kontribusi makanan, spesifiknya beras, masih mendominasi angka garis kemiskinan pada Maret 2019.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, program pembagian sertifikasi lahan dan reforma agraria menjadi salah satu andalan untuk menurunkan angka kemiskinan. Program ini bertujuan untuk membuka akses permodalan bagi penduduk miskin.
Baca juga: Kemiskinan dan Ketidakmerataan Belum Terselesaikan
Sementara, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan, penurunan angka kemiskinan menjadi satu kesatuan dari program pemerintah. Program-program itu diarahkan pada beberapa hal pokok, seperti peningkatan dan pemerataan akses hidup layak, lapangan kerja, permodalan, serta kepemilikan aset melalui program-program bantuan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat.
Wujud nyata program itu dilakukan melalui beras sejahtera (Rastra), Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), Reformasi Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS), Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan dana desa.
"Dari sisi permodalan, pemerintah telah menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi 7 persen sejak 2018. Sementara pada sisi anggaran, pemerintah menaikkan alokasi belanja perlindungan sosial dari Rp 140 triliun pada 2015 menjadi Rp 200 triliun pada 2019," kata dia dalam siaran pers.
Fokus ke desa
BPS mencatat, sebanyak 15,15 juta atau 12,85 persen penduduk miskin berada di perdesaan. Adapun 9,99 juta orang atau 6,69 persen penduduk miskin berada di perkotaan.
Rata-rata indeks ketimpangan atau rasio gini pada Maret 2019 sebesar 0,382 atau turun 0,007 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Ketimpangan di perkotaan lebih tinggi, yakni sebesar 0,392, dibandingkan di perdesaan yang sebesar 0,317.
Menurut Suhariyanto, data tersebut menunjukkan disparitas antara perdesaan dan perkotaan. Mayoritas penduduk miskin ada di desa. Oleh sebab itu, kebijakan penanganan kemiskinan mesti fokus di desa.
Salah satu program pemerintah yang menangani kemiskinan di desa adalah dana desa. Salah satu landasan program ini adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Baca juga: Pengentasan Kemiskinan Harus Disertai Peningkatan Produktivitas Kelas Menengah
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Imadudin Abdullah berpendapat, penggunaan dana desa untuk lima tahun ke depan harus benar-benar dimanfaatkan, sehingga perekonomian perdesaan dapat menjadi tulang punggung kesejahteraan. Hal ini juga penting untuk pemerataan ekonomi nasional.
Dana desa harus difokuskan pada peningkatan produktivitas dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) perdesaan. "Wujudnya dapat berupa perbaikan rantai pasok dan rantai nilai perdesaan, pembangunan dan pengembangan kawasan perdesaan berbasis potensi sumber daya, serta pengembangan pembiayaan perdesaan," kata dia.
Dana desa harus difokuskan pada peningkatan produktivitas dan pengembangan SDM perdesaan. Wujudnya dapat berupa perbaikan rantai pasok dan rantai nilai perdesaan, pembangunan kawasan perdesaan berbasis potensi sumber daya, dan pengembangan pembiayaan perdesaan.
Pada 2019, Kementerian Keuangan menganggarkan dana desa Rp 70 triliun. Sepanjang Januari-Mei 2019, realisasi dana desa mencapai 29,19 persen atau sebesar Rp 20,43 triliun.