JAKARTA, KOMPAS—Sembilan calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 direncanakan segera menerima Surat Keputusan Presiden sebagai anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 tanggal 27 Juli 2019 mendatang. Dengan demikian, tidak perlu ada kekosongan jabatan karena masa jabatan anggota KPI Pusat Periode 2016-2019 berakhir 27 Juli 2019 mendatang.
Pascapemilihan sembilan calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022, Rabu (10/7/2019) lalu, DPR segera menggelar rapat paripurna tanggal 16 Juli 2019 mendatang. Setelah itu, DPR langsung mengirimkan hasil penetapan tersebut ke Presiden RI Joko Widodo.
“Setelah memilih sembilan nama dan tiga nama cadangan, kami segera melapor ke DPR, lalu DPR membawanya ke sidang paripurna dan setelah itu mengirim surat ke Presiden. Tiga nama cadangan ini bisa menggantikan urutan berikutnya apabila ada di antara sembilan nama terpilih yang berhalangan tetap atau mengundurkan diri. Apabila mereka menggantikan, maka tiga orang cadangan ini tidak perlu menjalani uji kelayakan dan kepatutan,” kata Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari, Minggu (14/7/2019) di Jakarta.
Setelah memilih sembilan nama dan tiga nama cadangan, kami segera melapor ke DPR, lalu DPR membawanya ke sidang paripurna dan setelah itu mengirim surat ke Presiden.
Dari total 34 nama calon anggota KPI Pusat 2019-2022 yang maju ke tahap uji kelayakan dan kepatutan, sembilan di antaranya mengantongi suara tertinggi dalam pemilihan voting di Komisi I DPR. Kesembilan calon it meliputi: Nuning Rodiyah (49 suara), Mulyo Hadi Purnomo (49 suara), Azwar Hasan (47 suara), Agung Suprio (44 suara), Yuliandre Darwis (43 suara), Hardly Stefano (42 suara), Irsal Ambia (41 suara), Mimah Susanti (33 suara), dan Mohamad Reza (29 suara). Adapun, tiga nama dengan perolehan suara di bawahnya masuk dalam kategori cadangan, yaitu Ubaidillah (24 suara), Imam Wahyudi (14 suara), dan Dayu Padmara Rengganis (9 suara).
Empat dari sembilan nama dengan perolehan suara tertinggi di atas merupakan petahana anggota KPI Pusat Periode 2016-2019, yaitu Nuning Rodiyah, Agung Suprio, Yuliandre Darwis, dan Hardly Stefano. Sementara itu, Ubaidilah yang juga petahana masuk dalam daftar cadangan.
Meminta data
Terlepas dari hasil penetapan anggota KPI Pusat di atas, sebelumnya, sejumlah penggiat masyarakat sipil yang peduli pada demokratisasi penyiaran mengirimkan surat permintaan informasi publik kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dua pelapor, yaitu pengamat penyiaran Muhamad Heychael dan Ketua Bidang Penyiaran Aliansi Jurnalis Independen Bayu Wardhana meminta data-data proses seleksi dibuka secara transparan.
Pertanyaan juga disampaikan Supadiyanto, akademisi sekaligus salah satu calon anggota KPI Pusat 2019-2022 yang namanya sempat muncul dalam urutan peserta uji kelayakan dan kepatutan yang beredar secara informal tetapi kemudian tak masuk 34 nama yang disodorkan Kominfo ke Komisi I DPR.
“Penetapan 34 calon anggota KPI Pusat menabrak regulasi dan pasal berlapis Peraturan KPI Pusat nomor 1/P/KPI/07/2014 tentang kelembagaan KPI. Pasal 10 ayat 1 menyatakan bahwa penetapan tim seleksi dilakukan oleh DPR, dan di pasal 4 disusun dan ditandatangani DPR. Namun, fakta menunjukkan, Surat Keputusan justru diterbitkan oleh Menkominfo,” ujarnya.
Supadiyanto juga menyoal jumlah anggota tim seleksi calon anggota KPI Pusat yang melebihi dari ketentuan Peraturan KPI. Dalam Pasal 10 ayat 3 Peraturan Kelembagaan KPI disebutkan, Tim seleksi pemilihan anggota KPI Pusat terdiri atas 5 (lima) orang anggota yang dipilih dan ditetapkan oleh DPR RI dengan memperhatikan keterwakilan unsur tokoh masyarakat, akademisi/kampus, pemerintah, dan KPI Pusat. Namun, faktanya anggota tim seleksi justru berjumlah 16 orang.
Jika merujuk pada Peraturan terkait kelembagaan KPI, penetapan 34 calon anggota KPI Pusat yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan juga melanggar regulasi KPI pasal 14 ayat 2 yang menyatakan bahwa calon yang mengikuti uji kepatutan dan kelayakan berjumlah tiga kali lipat atau minimal dua kali lipat dari anggota KPI yang ditetapkan. Dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR kemarin, nama-nama calon yang muncul justru mencapai 34 orang, lebih banyak dari ketentuan dalam peraturan.
Berbasis dari sejumlah -alasan itu, Supadiyanto merasa dirugikan atas segala proses yang telah berjalan. “Saya meminta kepada DPR untuk menghentikan proses yang berjalan karena terjadi maladministrasi dan cacat hukum dalam proses seleksi calon anggota KPI Pusat 2019-2022. DPR dan Kementerian Komunikasi dan Informatika mesti merevisi, membatalkan, dan mengulangi proses seleksi calon anggota KPI Pusat karena terbukti cacat dalam prosesnya dan tidak transparan,” ujarnya.