Pertemuan Joko Widodo dan Prabowo Subianto, Sabtu lalu, menjadi langkah awal menyatukan kembali rakyat Indonesia yang terpolarisasi saat Pemilu 2019.
Kedua tokoh yang berkompetisi dalam Pemilu Presiden 2019 itu bertemu di Stasiun Moda Raya Terpadu Lebak Bulus, Jakarta Selatan, lalu sama-sama naik kereta menuju Stasiun Senayan dan kemudian makan bersama di sebuah mal.
Pertemuan di Stasiun MRT terlihat informal, tetapi, seperti dikatakan Prabowo, memiliki arti penting. Tempat pertemuan yang dianggap netral dan terbuka bagi publik itu membuka kesempatan suasana cair, tetapi tetap saling menghormati.
Menjadi pengetahuan umum, mempertemukan kedua sosok tersebut tidak mudah. Terutama di kalangan pendukung Prabowo-Sandiaga Uno, pendapat terbelah antara mendukung pertemuan dan menolak dengan alasan menjadi oposisi yang oleh sebagiannya diartikan secara sempit.
Pertemuan Jokowi dan Prabowo menunjukkan sikap kenegarawanan dan kepemimpinan keduanya yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Mereka memberi contoh nyata, meletakkan kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar di atas ego pribadi.
Jokowi dalam sambutan setelah KPU menetapkannya sebagai presiden terpilih periode 2019-2024 mengatakan, Indonesia negara besar yang tidak dapat dibangun oleh satu atau dua orang saja. ”Saya mengajak Pak Prabowo-Sandi untuk bersama-sama membangun negara ini.” (Kompas, 1/7/2019).
Tantangan kita lima tahun mendatang tampaknya tidak ringan. Ekonomi kita menghadapi defisit transaksi berjalan dan defisit perdagangan; pemenuhan kebutuhan energi bergantung pada impor; meski jumlah orang miskin berkurang, ketimpangan kemakmuran masih jadi masalah; pembangunan infrastruktur menunjukkan hasil, tetapi biaya logistik belum turun sesuai harapan; penciptaan lapangan kerja, investasi sektor riil serta industrialisasi terus menjadi tantangan.
Tantangan dari luar adalah ketidakpastian akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta sejumlah negara. Situasi geopolitik kawasan tidak selalu stabil sehingga disrupsi terus-menerus menjadi situasi normal baru.
Kita melihat pertemuan Jokowi dan Prabowo sebagai upaya mencari jalan keluar bersama untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Pertemuan ini baru awal dari proses terus membangun Indonesia. Rakyat menunggu perwujudan janji Jokowi menjadi presiden bagi seluruh rakyat Indonesia, serta ajakan Jokowi dan Prabowo agar semua kembali bersatu, melupakan polarisasi yang mewujud dalam ungkapan ”kampret” dan ”cebong” di antara para pendukung.
Prabowo sebagai capres pada pemilu lalu dan pemimpin parpol sudah menyatakan posisinya: mengucapkan selamat bekerja kepada Jokowi, siap membantu demi kepentingan rakyat, dan tetap akan bersikap kritis terhadap pemerintah sebagai bagian dari demokrasi, melaksanakan tugas checks and balances.
Kita menginginkan koreksi dapat diberikan secara konstruktif, sementara yang dikoreksi dapat menerima dengan pikiran jernih, hati terbuka, dan lapang dada.