Polisi menetapkan OF (24) sebagai tersangka dalam kasus tewasnya DL (15), calon siswa dan peserta kegiatan masa dasar bimbingan fisik dan mental di SMA Taruna Indonesia Palembang, Sabtu (13/7/2019). OF memukul DL dengan bambu setelah keduanya sempat berselisih mulut.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Polisi menetapkan OF (24) sebagai tersangka dalam kasus tewasnya DL (15), calon siswa dan peserta kegiatan masa dasar bimbingan fisik dan mental di SMA Taruna Indonesia Palembang, Sabtu (13/7/2019). OF memukul DL dengan bambu setelah keduanya sempat berselisih mulut.
Kepala Kepolisian Daerah Sumsel Inspektur Jenderal Firli di Palembang, Senin (15/7/2019), mengatakan, OF adalah utusan sekolah untuk mengawasi pelatihan itu. Dia ditetapkan menjadi tersangka setelah polisi memeriksa 21 saksi.
Atas perbuatannya, OF dijerat Pasal 76 dan Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak No 35 Tahun 2014 tentang penganiayaan kepada anak. Dia terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara.
Dari hasil pemeriksaan, kejadian ini bermula saat DL dan calon siswa lainnya mengikuti hari terakhir bimbingan fisik dan mental. Saat itu, semua calon siswa diminta berlari dari tempat pelatihan di Talang Jambe menuju sekolah. Jarak sekolah dengan Talang Jambe sekitar 13 kilometer. Di tengah perjalanan, langkah DL berhenti. Dia mengeluh kelelahan.
Akan tetapi, OF tetap menyuruh DL berlari. Korban sempat menolak dan tetap meminta istirahat. Korban dan pelaku lantas berselisih mulut. Dari pengakuan tersangka, ada kata-kata DL yang menyinggungnya.
Hal itu membuat OF lepas kendali dan memukul kepala DL dengan bambu. Pukulan itu berujung fatal dan membuat DL pingsan. Dari hasil forensik RS Bhayangkara Palembang, ditemukan ada luka dalam di sebelah kanan kepala korban.
Tersangka sempat memberikan pertolongan pertama di lokasi pemukulan. Bahkan, dia membacakan doa. Namun, nyawa DL tak bisa diselamatkan. Dia tewas dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Myria, Palembang.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan ada luka dalam di bagian kepala sebelah kanan.
Firli mengatakan, penyelidikan masih terus berlangsung, termasuk mencari kemungkinan tersangka atau korban yang lain. ”Kami tidak hanya melakukan penyelidikan, tetapi juga pendampingan psikologis bagi keluarga korban,” ucap Firli.
Firli menuturkan, belum ada institusi lain yang terlibat dalam kasus ini. Menurut dia, seharusnya kekerasan seperti ini tidak perlu terjadi di institusi pendidikan.
”Ke depan, kami akan berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk dinas pendidikan untuk menyelesaikan kasus ini. Kami terbatas penanganan tindak pidana. Terkait tindak lanjut sekolah merupakan wewenang instansi lain,” kata Firli.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan Widodo mengatakan, pihaknya sudah melakukan investigasi. Untuk sementara, kasus kekerasan ini dilakukan oknum dan bukan kebijakan sekolah. Ia menegaskan, dalam pelatihan di sekolah tidak diperbolehkan praktik kekerasan.
Pelatihan seperti ini memang sudah dilakukan sejak sekolah berdiri pada tahun 2005. Namun, kasus memilukan ini baru pertama kali terjadi. ”Bisa dikatakan kejadiannya bersifat kasuistis,” katanya.
Terkait sanksi yang akan diberikan, Widodo mengatakan masih meneliti operasional prosedur yang dilanggar. Kalau untuk menutup sekolah, ungkap Widodo, harus dipertimbangkan kembali karena ada ratusan siswa yang belajar di sana.
”Kami akan melakukan pembenahan agar kejadian ini tidak terulang lagi. Tidak hanya di sekolah itu, tetapi juga semua sekolah di Sumsel,” ujarnya.