BRUSSELS, SELASA — Uni Eropa akan tetap mengedepankan diplomasi dalam menangani konflik nuklir Iran. Tindakan Iran yang melanggar perjanjian nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) dinilai belum signifikan bagi Iran untuk menerima sanksi.
Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengonfirmasi bahwa Iran telah meningkatkan level pemurnian uranium sebesar 4,5 persen dan itu melebihi ketentuan 3,67 persen. Teheran sebelumnya juga mengonfirmasi, produksi pengayaan uranium telah melebihi 300 kilogram pada 1 Juli 2019.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini, Senin (15/7/2019), mengatakan, keputusan untuk tidak memberikan sanksi diambil dengan mempertimbangkan UE tidak ingin menggunakan mekanisme penanganan perselisihan yang tertera di dalam JCPOA. UE ingin fokus melakukan pendekatan diplomatik untuk menjaga kesepakatan.
”Untuk saat ini, tidak satu pihak pun dalam perjanjian mengisyaratkan niat untuk mengajukan (mekanisme untuk menghukum pihak yang melanggar). Hal ini berarti tidak ada satu pun, dengan data yang kami miliki dari IAEA, mempertimbangkan pihak yang melanggar melakukan pelanggaran signifikan,” kata Mogherini seusai pertemuan Menteri Luar Negeri UE.
Menurut perjanjian, jika ada pihak yang percaya ada yang tidak menepati komitmen, pihak tersebut dapat mengajukan masalah ini ke Komisi Gabungan. Komisi ini terdiri dari Iran, Rusia, China, tiga negara Eropa, dan UE.
Pengajuan masalah ke Komisi Gabungan dapat mengaktifkan kembali mekanisme penanganan perselisihan yang pada akhirnya memberlakukan kembali sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bersifat global terhadap Iran.
Mogherini melanjutkan, pertemuan Komisi Gabungan bisa saja digelar. Namun, para pihak terkait masih belum mengetahui waktu dan sejauh apa kondisi yang dapat membuat pertemuan tersebut perlu dilakukan. Eropa menyadari kesempatan untuk mempertahankan JCPOA semakin tipis.
”Kesepakatan itu tidak dalam kondisi yang baik, tetapi masih hidup. Kami berharap dan mengundang Iran untuk membalikkan langkah-langkah yang telah dilakukan dan kembali mematuhi perjanjian,” ujar Mogherini.
Seperti yang diketahui, Iran, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, China, dan Rusia menyepakati JCPOA pada 2015. Hasil kesepakatan yang diperoleh adalah Iran bersedia membatasi aktivitas program nuklir yang dimiliki dan menerima inspeksi PBB agar sanksi ekonomi dicabut.
AS kemudian mundur dari JCPOA dan memberikan sanksi terhadap Iran pada 2018. Iran kemudian mengancam untuk melanggar kesepakatan sehingga AS menambah kekuatan militer di kawasan Teluk Persia. Kawasan berada dalam kondisi yang rentan karena sejumlah insiden terus terjadi.
Juru Bicara Organisasi Energi Atom (AEOI) Behrouz Kamalvandi mengatakan, Iran akan mengubah tindakannya apabila negara Eropa yang masih terikat JCPOA memenuhi kewajiban. Eropa perlu menjamin dividen hasil perdagangan dan investasi yang merupakan hak Iran.
”Tindakan ini bukan karena keras kepala, melainkan untuk memberikan kesempatan pada diplomasi. Jika Eropa dan AS tidak ingin memenuhi komitmen mereka, kami akan menciptakan keseimbangan dalam perjanjian ini dan kembali ke situasi pada empat tahun lalu,” tuturnya.
Reaksi negatif
Dalam pertemuan tersebut, para menteri luar negeri UE tidak menarik kesimpulan mengenai tindakan yang harus diambil untuk menghindari konflik antara Amerika Serikat dan Iran yang semakin memanas. Namun, UE yang menilai tindakan Iran tidak cukup untuk menerima sanksi dapat memicu reaksi negatif dari AS.
Selain AS, Israel sebagai mitra terdekat AS turut bereaksi atas keputusan UE. Menurut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, UE mengulang kesalahan yang pernah dilakukan pada masa Perang Dunia II.
”Keputusan UE mengingatkan saya terhadap upaya penenangan Eropa pada 1930. Waktu itu mereka menutup mata dan tidak melihat bahaya semakin mendekat,” kata Netanyahu melalui rekaman video.
Mogherini mengatakan, sebanyak 10 negara Uni Eropa, termasuk Perancis, Jerman, dan Inggris, sedang berada dalam tahap finalisasi Instrumen dalam Mendukung Pertukaran Perdagangan (Instex). Instex merupakan saluran keuangan agar perdagangan dengan Iran tetap dapat dilakukan tanpa menerima sanksi AS.
Kesepuluh negara itu belum memutuskan untuk mengikutsertakan minyak dalam daftar komoditas yang dapat diperdagangkan. Menurut Iran, Instex perlu menyertakan penjualan minyak agar dapat saling menguntungkan. (REUTERS)