Guru dan Dosen Keroyok Masalah Pemelajaran di Kelas
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Kolaborasi antara guru dan dosen diharapkan membantu meningkatkan mutu pemelajaran, terutama dengan menajamkan kemampuan guru melaksanakan evaluasi secara ilmiah dan berkala. Di sisi lain, dosen belajar mengenai masalah di lapangan dan tidak sekadar teori ataupun praktik ideal.
"Ada kesenjangan antara perkuliahan di LPTK (lembaga pendidikan guru dan tenaga kependidikan) dengan fakta di lapangan," kata Anggota Tim Penilai Angka Kredit Pusat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hari Amirulloh dalam loka karya "Penelitian Tindakan Kelas (PTK): Kolaborasi Guru-Dosen" di Jakarta, Senin (15/7/2019).
LPTK kerap lupa bahwa ketika mahasiswa pendidikan lulus kuliah dan diangkat menjadi guru, mereka ditempatkan di sekolah-sekolah yang mutunya tidak seideal sekolah laboratorium LPTK sehingga ada kendala mempraktikkan ilmu yang telah dipelajari.
Sejatinya PTK merupakan hal penting bagi guru karena menjadi data perkembangan proses pemelajaran serta peningkatan kemampuan setiap murid. Guru setiap hari tanpa disadari melakukan PTK ketika membantu murid menyelesaikan kesulitan belajar. Akan tetapi, mayoritas guru tidak mendokumentasikannya. Padahal, dokumentasi ini merupakan sumber data yang kemudian dianalisis pola masalahnya.
Hari yang juga Guru Besar Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta mengungkapkan, pembuatan PTK masuk ke dalam laporan kinerja guru yang sering diartikan hanya sebatas formalitas untuk naik pangkat. Akibatnya, guru tidak sungguh-sungguh membuatnya. Bahkan, ada yang menempuh cara curang seperti menjiplak atau membayar joki untuk menuliskannya.
"Membuat PTK tidak bisa dibilang mudah karena ada standar pencatatan data, evaluasi, analisis, penarikan kesimpulan, dan perumusan masalah beserta solusinya. Namun, ini kompetensi yang harus dikuasai guru sehingga pemelajaran tak sekadar menyelesaikan materi, melainkan proses holistik peningkatan kompetensi murid sekaligus guru," ujarnya. Perumusan masalah merupakan faktor terpenting di PTK karena jika keliru, seluruh analisis dan rencana intervensi gagal.
Membuat PTK tidak bisa dibilang mudah karena ada standar pencatatan data, evaluasi, analisis, penarikan kesimpulan, dan perumusan masalah beserta solusinya.
Dalam loka karya, 20 guru SD hingga SMA sederajat disandingkan dengan 20 dosen dari sepuluh LPTK antara lain Universitas Sebelas Maret Surakarta, Universitas Riau, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, dan Institut Agama Islam Negeri Samarinda. Para dosen menjadi mitra setara guru yang mengajarkan cara melakukan penelitian dengan tepat, sementara mereka mendapat potret langsung dari lapangan. Berdua, mereka mengembangkan strategi intervensi yang efektif.
Kompleks
Permasalahan di kelas merupakan kulminasi dari berbagai aspek yang kompleks. Contohnya adalah pengalaman Noriska Rahmadiyani, guru kelas V SDN 005 Samarinda (Kalimantan Timur) yang terletak di tengah wilayah miskin urban. Akibat banyaknya jumlah murid dan terbatasnya ruang kelas, jadwal sekolah dibagi menjadi tiga sif, yakni pukul 07.00-10.00, pukul 10.00-13.00, dan pukul 13.00-17.20. Untuk kelas V dan VI jumlah murid di kelas mencapai 40 orang.
"Saya tidak bisa mengajar optimal. Waktunya sempit, anak-anak banyak, dan semua kelelahan karena pagi hari harus membantu orangtua yang bekerja sebagai buruh pasar atau pekerjaan kasar lainnya. Di kelas mereka benar-benar pasif," kata Noriska.
Ia bermitra dengan Dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Mulawarman Christie Stephanie Piar. Mereka menyusun strategi perubahan komunikasi di kelas karena sebelum masuk ke materi pelajaran, murid harus nyaman dulu di kelas dan dengan sesama. Langkah pertama ialah menyusun peta pembagian kelompok dan materi kegiatan pembuka komunikasi agar murid belajar bekerja sama.
Direktur Pembelajaran Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Paristiyanti Nurwardani mengatakan, peningkatan kompetensi guru terus dilakukan. Bagi para sarjana yang baru lulus S1, mereka harus mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) pra jabatan selama setahun yang diselenggarakan di 63 LPTK. Setelah lulus dengan nilai minimal 75, mereka mendapat sertifikat mengajar. Bagi para guru yang sudah diangkat tetapi belum memiliki sertifikat kompetensi, mengikuti PPG dalam jabatan.
Dari tahun 2016-2019, sudah 108.000 guru mengikuti PPG, sebanyak 21.000 di antaranya adalah PPG dalam jabatan. Akan tetapi, dari segi kelulusan belum memuaskan. Baru 78 persen sarjana yang lulus PPG pra jabatan dan 38 persen guru yang lulus PPG dalam jabatan. Sisanya memperoleh skor di bawah 75.
Paristiyanti memaparkan, seluruh program PPG dan ujiannya dibiayai pemerintah. Akan tetapi, mereka yang tidak lulus diperkenankan mengambil ujian lagi atas biaya mandiri. Setiap orang mendapat enam kali kesempatan ujian dalam kurun dua tahun setelah gagal di ujian pertama. Karena itu, hendaknya ujian ulang dipersiapkan dengan saksama, modul sudah bisa diakses secara daring
Loka karya guru dan dosen ini merupakan program pengembangan pendidikan oleh Tanoto Foundation. Kepala Program LPTK Tanoto Foundation Budri Kuncoro menjelaskan, seusai loka karya para guru dan dosen pulang ke kota masing-masing. Di sana mereka melanjutkan PTK selama enam bulan sebelum dievaluasi dan dirancang intervensi lanjutnya.