Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terus berupaya menekan tingginya produksi sampah rumah tangga di tengah keterbatasan lahan pembuangan sampah, salah satunya dengan mengoptimalkan pemilahan sampah.
Oleh
Angger Putranto
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, terus berupaya menekan tingginya produksi sampah rumah tangga di tengah keterbatasan lahan pembuangan sampah. Pemilahan sampah di tempat pengolahan sampah terpadu diharapkan dapat mengurangi sampah yang masuk ke tempat pengolahan akhir.
Dalam sehari, produksi sampah di Banyuwangi mencapai 1.125 ton. Jumlah tersebut jauh di atas kapasitas tampung Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Blimbingsari yang hanya 60 ton per hari.
”TPA Blimbingsari merupakan TPA sementara saat TPA Bulusan ditutup dan hendak dipindahkan ke TPA Wongsorejo. TPA Blimbingsari menggunakan sistem open dumping (pembuangan terbuka) di bekas lahan galian C. Sesuai kesepakatan dengan warga, kegiatan angkut harus selesai pukul 12.00 sehingga pukul 16.00 sudah selesai ditimbun. Ini yang membuat kapasitas TPA per hari sangat terbatas,” tutur Kepala Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi Husnul Khotimah, di Banyuwangi, Selasa (16/7/2019).
Untuk menyiasati keterbatasan tersebut, Pemkab Banyuwangi memaksimalkan kinerja tempat pemilahan sampah terpadu (TPST). Hingga saat ini, sudah ada 12 TPST di 12 desa di Banyuwangi. Sebanyak 11 TPST merupakan milik Pemkab Banyuwangi, sementara 1 TPST di Desa Tembokrejo dikembangkan oleh perusahaan swasta asing Systemiq.
Tahun ini, Banyuwangi berencana kembali menambah satu TPST di Desa Sumber Beras. Sedikitnya dibutuhkan investasi sebesar Rp 1,5 miliar untuk pembangunan TPST tersebut.
”Keberadaan TPST memang terbukti bisa menekan sampah yang masuk ke TPA. Bila rata-rata produksi sampah per desa per hari 30 ton, maka dalam satu minggu ada 210 ton. Namun, dengan adanya TPST, sampah yang masuk ke TPA bisa ditekan hingga 6 ton per minggu,” ujar Husnul.
Husnul mengatakan, pemilahan menjadi kunci untuk menekan jumlah sampah yang masuk ke TPA. Data Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi menyebutkan, dari total produksi sampah Banyuwangi yang mencapai 1.125 ton per hari, 80 persennya merupakan sampah organik.
Selama ini, sampah tersebut tidak dipilah dan dibiarkan masuk ke TPA. Jika sampah organik tersebut dipilah dan diolah di TPST, volume sampah ke TPA bisa ditekan. Sampah organik pun bisa dimanfaatkan untuk kompos.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, saat ini Pemkab Banyuwangi juga tengah merancang pembangunan TPA di Kecamatan Wongsorejo. TPA dibangun di lahan seluas 10 hektar di atas lahan milik pemerintah daerah.
”Bila saat ini TPA masih menggunakan open dumping, TPA yang baru akan menggunakan sistem sanitary landfill (penimbunan dan pemadatan). TPA yang baru juga akan dirancang dengan sistem penghasil tenaga listrik,” ucap Anas.
Kami mencoba mewujudkan bagaimana sampah bisa dipakai setiap hari.
Pemkab Banyuwangi, kata Anas, memiliki perhatian terhadap permasalahan sampah. Salah satu upaya untuk menekan produksi sampah ialah dengan menggelar Festival Creative Green and Recycle. Ini merupakan festival edukatif untuk warga Banyuwangi. Menurut dia, festival tidak hanya untuk mendatangkan wisatawan, tetapi juga meningkatkan sumber daya manusia Banyuwangi.
”Festival juga tidak hanya untuk sekali gebyar pada hari pelaksanaan. Itulah mengapa tahun ini kami tidak mengadakan fashion show dari daur ulang sampah. Kami mencoba mewujudkan bagaimana sampah bisa dipakai setiap hari,” tutur Anas.
Setelah lima kali menggelar Festival Green and Recycle dalam format fashion, tahun ini Pemkab Banyuwangi mengubah format acara menjadi Creative Green and Recycle. Harapannya, hasil dari festival tersebut lebih bermanfaat dan berkelanjutan.
Sebelumnya, Festival Green and Recycle dilakukan dengan memanfaatkan sampah menjadi busana. Tahun ini, sampah diubah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari dan bisa digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Beberapa hasil kreasi peserta antara lain piring ingke (piring anyaman) dan tas reusable dari bahan sisa plastik. Piring ingke bisa mengurangi penggunaan styrofoam sebagai pengganti piring makan.
Adapun tas reusable dari limbah plastik mampu mengurangi penggunaan plastik belanjaan. Dengan demikian, sampah styrofoam dan plastik yang susah terurai tersebut dapat ditekan penggunaannya.
Dalam festival tersebut, hadir pula musisi Dik Doank. Kehadiran Dik Doank untuk mengajak warga memerangi penggunaan plastik sekali pakai yang dapat mencemari lingkungan.
”Sampah yang kecil mari kita kantongi, sampah yang besar langsung kita buang ke tempat sampah. Ingat, surga adalah tempat yang bersih, membuang sampah pada tempatnya adalah salah satu cara mewujudkan surga,” ujar Dik Doank.