JAKARTA, KOMPAS - Proses sengketa hasil Pemilu Legislatif 2019 yang kini berlangsung di Mahkamah Konstitusi bisa menjadi salah satu alat evaluasi Komisi Pemilihan Umum. Sebab, banyak pokok permohonan perselisihan yang diajukan peserta pemilu menyoal kinerja penyelenggara pemilu itu.
Berdasarkan analisis Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) atas permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2019 ke MK, dari total 339 permohonan, diketahui ada 607 perkara. Dalam paparan hasil kajian Perludem di Jakarta, Senin (15/7/2019), disampaikan 260 perkara di antaranya menyoal kerja jajaran KPU.
Hal itu antara lain terkait proses rekapitulasi suara, daftar pemilih, dan netralitas petugas KPU. Sejumlah 243 perkara lainnya terkait dengan sengketa antarpartai dan 94 perkara sengketa internal partai.
”Proses di MK ini bisa jadi salah satu alat evaluasi KPU atas jajaran mereka di daerah guna mengukur profesionalisme, netralitas, dan integritasnya,” kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.
Secara terpisah, anggota KPU, Viryan Aziz, menghormati proses PHPU Legislatif 2019 yang tengah berjalan. Menurut dia, para peserta pemilu berhak menyampaikan dalil yang mendukung gugatan mereka, termasuk hal-hal yang bermuara pada kesalahan KPU. Hanya saja, dalil itu akan bermakna saat didukung alat bukti dan diuji kebenarannya di hadapan hakim konstitusi.
Adapun kasus pidana pemilu yang membelit sejumlah anggota KPU di daerah menjadi peringatan. ”Ini peringatan betul, penyelenggara (agar) profesional dan berdasarkan aturan hukum. Jangan sembarangan,” kata anggota KPU, Hasyim Asy’ari.