Pemerintah Ajak Swasta Kembangkan Pangan di Perbatasan
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Pengembangan pangan di daerah perbatasan membutuhkan sokongan dari pelaku usaha atau swasta. Pemerintah menilai, pelaku usaha memiliki akses permodalah untuk menunjang pengembangan tersebut.
Menurut Pelaksana Tugas Sekretaris Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) Suhajar Diantoro, dengan permodalan dari swasta, pengembangan pangan di kawasan perbatasan dapat memiliki sistem pergudangan untuk penyimpanan dan pabrik pengolahan. "Hal ini membutuhkan bantuan swasta karena masyarakat tidak memiliki akses permodalan," katanya saat ditemui setelah diskusi pangan yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Industri di Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Untuk menggaet pelaku usaha, infrastruktur yang tengah dibangun di perbatasan dapat menjadi daya tarik. BNPP mendata, sepanjang 2015-2018, pemerintah telah membangun jalan strategis nasional yang sejajar perbatasan di Kalimantan (1.906 kilometer atau km), Papua (1.098,2 km), dan Nusa Tenggara Timur (176,2 km).
Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi mengatakan, pemerintah telah memetakan pengembangan pangan di kawasan perbatasan dalam dua tahun terakhir. Saat ini, dia mengatakan, daerah perbatasan tengah berusaha memproduksi pangan untuk kebutuhan setempat.
Sepanjang 2015-2018, pemerintah telah membangun jalan strategis nasional yang sejajar perbatasan di Kalimantan (1.906 kilometer atau km), Papua (1.098,2 km), dan Nusa Tenggara Timur (176,2 km).
Dari sisi komoditas, Badan Ketahanan Pangan memetakan, daerah-daerah perbatasan yang menjadi prioritas terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Riau. Adapun komoditas pangan unggulannya yakni cabai, buncis, tomat, terung, kacang panjang, dan timun) di Kalimantan Barat; durian, jahe merah, sereh di Kalimantan Utara; nanas, kelapa, cengkih di Kepulauan Riau; bawang merah, daging sapi, dan daging babi di NTT serta beras, telur, sagu, ubi, vanili, dan daging babi di Papua.
Selain itu, usaha pengembangan produksi pangan di kawasan terbatas juga meliputi pencetakan lahan sawah. BNPP mendata, total pencetakan sawah tersebut seluas 1.752 hektar pada 2018. Rehabilitasi jaringan irigasi juga dilakukan seluas 6.680 hektar pada 2018.
Saat ini, Anggota Kelompok Ahli BNPP Sinis Munandar mengatakan, BNPP tengah menggarap pertanian terintegrasi yang turut menggabungkan kegiatan peternakan dan perkebunan. "Pertanian terintegrasi ini dapat memberikan diversifikasi produksi pada masyarakat setempat di luar masa tanam dan panen komoditas tertentu," katanya dalam kesempatan yang sama.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Information and Communication Technology Agribisnis Kadin Indonesia Andi B Sirang berpendapat, pelaku usaha tertarik mengembangkan bisnis pangan asalkan ada infrastruktur yang memadai dan sumber energi listrik. Potensi keuntungan pun menjadi pertimbangan.