JAKARTA, KOMPAS — Sampah ikutan material daur ulang impor menjejali lahan di wilayah Sidoarjo dan Mojokerto di Jawa Timur, serta Karawang di Jawa Barat, hingga Serang di Banten. Sampah tersebut dipilah dan residunya digunakan untuk bahan bakar tungku memasak pada industri tahu di Mojokerto dan pembakaran kapur di Karawang.
Aturan main impor serta instrumen pengawasan impor sampah agar diperbaiki supaya permasalahan sampah di Indonesia tak kian bertambah berat. Upaya reekspor saja dinilai tak cukup karena langkah ini tak bisa dilakukan bagi kontainer yang telanjur dibongkar dan isinya dimanfaatkan. Konvensi Basel yang mengatur perdagangan internasional terkait limbah – dan per April 2019 juga meliputi material plastik – agar mulai disiapkan instrumen pelaksanaannya di dalam negeri.
Di sisi lain, risiko sosial dan kesehatan yang mengiringi isu lingkungan ini membutuhkan penyelesaian yang arif. Pasalnya, sejumlah kelompok masyarakat telanjur memanfaatkan sampah-sampah ikutan material impor tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Seperti di Desa Tegalmaja, Keragilan, Kabupaten Serang, Banten, sekitar 20 kilometer dari Kota Serang, limbah berupa potongan plastik ditimbun menggunung. Pada akhir Juni 2019, di sisi gundukan itu tampak sekitar 10 aktivitas pemilahan limbah.
Pemilahan itu dilakukan di bedeng, bangunan semipermanen. Sebagian bangunan itu dipagari seng atau bambu dengan atap asbes. Di dalam pengolahan limbah tersebut, karung-karung ditumpuk dan sebagian limbah berserakan di tepi jalan.
Menurut Camat Keragilan Ajuntono, limbah itu berasal dari perusahaan kertas, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. Warga menampung limbah tersebut untuk dipilah. Ia menolak menyebut tumpukan itu sebagai limbah. “Bukan sampah. Itu usaha warga untuk memanfaatkan limbah. Mereka mencarinya lalu dipilah dan dijual,” ucapnya.
Manajer Humas dan Corporate Social Responsibility PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk Arif Mahdali, mengatakan warga setempat protes jika tak mendapatkan limbah plastik. Dikatakan, pihaknya menampung limbah untuk didaur ulang sebanyak 4.000 - 5.000 ton per hari.
“Kalau (bahan bakunya) mencukupi, ya dari lokal saja. Kalau kurang, diambil dari impor tapi saya kurang tahu dari mana,” ujarnya. Di antara material yang ditampung perusahaan itu, acap kali tercampur limbah plastik. Setelah disortir, limbah plastik itu diberikan kepada warga untuk dimanfaatkan.
Di Karawang, pekan kemarin, sampah plastik sisa impor material daur ulang tersebut tampak menumpuk dan berceceran di permukiman warga di Desa Tamansari, Pangkalan, Kabupaten Karawang. Sisa sampah dibakar di lahan kosong dan ada pula yang memanfaatkan sebagai bakar di tungku pembakaran kapur atau ilo.
Pantauan Kamis (11/7/2019), tumpukan sampah menjejali halaman rumah warga yang letaknya berdekatan dengan dekat Kantor Kepala Desa Tamansari. Meski tertutup pagar seng, tumpukan sampah itu terlihat jelas.
Tak jauh dari sana, tampak tumpukan sampah yang diletakkan begitu saja. Sampah berupa botol minuman, plastik bungkus makanan, dan kaleng ini mudah dikenali dari merek yang tercantum pada kemasan dan tak lazim dijual di Indonesia.
Ade Junaedi (42), warga Tamansari, mengungkapkan, keberadaan sampah impor di halaman belakang rumahnya bermula dari tawaran temannya. Ia pun mengiyakan penawaran tersebut dan menerima sejumlah uang kompensasi.
Ia pun mengiyakan penawaran tersebut dan menerima sejumlah uang kompensasi
Namun kini, lanjut Ade, pabrik kertas tak memberikan kompensasi. Sampah-sampah itu didapatnya dari pabrik kertas di Karawang. Ade menjalankan usaha sampah di desanya sudah lebih dari setahun. Dari usaha tersebut ia meraup minimal Rp 5 juta per bulan.
Pejabat sementara Desa Tamansari Tetek Mufti dan Camat Pangkalan Usep Supriatna, menyebutkan, telah memberitahu warganya terkait keberadaan sampah impor yang berpotensi mengganggu warga sekitar. Tetek khawatir jika pembakaran residu sampah diteruskan dapat berpotensi terhadap gangguan kesehatan masyarakat.
Kebutuhan industri
Direktur Jenderal Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim, Jumat (12/7/2019) di Jakarta, mengatakan impor bahan baku kertas daur ulang dibutuhkan karena industri daur ulangnya di dalam negeri kekurangan material. Kemenperin mendata total industri pulp dan kertas di Indonesia saat ini 88 perusahaan. Sekitar 48 perusahaan kertas memerlukan bahan baku kertas bekas dan 26 perusahaan di antaranya berbahan baku 100 persen kertas bekas.
Abdul Rochim menuturkan kebutuhan bahan baku kertas daur ulang atau kertas bekas sangat besar, mencapai 6,4 juta ton per tahun. "Sementara itu yang tersedia di dalam negeri hanya separuhnya. Kekurangan itu dipenuhi dari impor," katanya.
Kebutuhan bahan baku kertas daur ulang atau kertas bekas sangat besar, mencapai 6,4 juta ton per tahun
Demikian dengan kondisi industri daur ulang plastik nasional yang hingga kini masih mengimpor bahan bakunya. Kementerian Perindustrian mendata kebutuhan bahan baku plastik nasional mencapai 7,2 juta ton. Sebanyak 2,33 juta ton berupa plastik virgin dipasok dari dalam negeri dan 3,66 juta ton virgin impor. Pasokan bahan baku daur ulang plastik dari lokal sebanyak 913.629 ton.
"Untuk memenuhi kekurangan bahan baku, bahan baku daur ulang plastik yang masih harus diimpor sekitar 320.000 ton," kata Direktur Industri Kimia Hilir, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin, Taufiek Bawazier di Jakarta, Selasa (10/7/2019).
Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati menyebutkan hingga kini me-reekspor 5 kontainer bahan baku daur ulang kertas yang terkontaminasi sampah di Tanjung Perak, Surabaya ke Amerika Serikat. Di Tanjung Perak, lanjut dia, menyusul 8 kontainer asal Australia untuk direekspor.
Ada pula 20 kontainer asal Jerman dan 38 kontainer asal Amerika Serikat yang baru selesai diperiksa dan rekomendasi reekspor telah diajukan ke Ditjen Bea dan Cukai. Selain itu masih ada lagi 5 kontainer baru akan diperiksa sabtu ini sehingga total 76 kontainer di Tanjung Perak.
Di Batam, lanjut Rosa Vivien, terdapat 65 kontainer bahan baku plastik daur ulang yang telah diperiksa. Hasilnya, 26 kontainer asal AS, 1 Australia, 11 Hongkong, 9 Jerman, dan 2 kontainer Perancis akan direekspor.
Pemerintah saat ini sedang memperbaiki instrumen dan aturan main impor bahan baku daur ulang ini. Diantaranya merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No 31 tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun. (NIK/MEL/BAY/CAS/ICH)