Target pemerintah menuju swasembada garam nasional tinggal dua tahun lagi. Saat ini jadi momentum untuk membuktikan komitmen dan gerak cepat semua pemangku kepentingan untuk mewujudkan swasembada.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
Target besar pemerintah menuju swasembada garam nasional hanya tinggal dua tahun lagi. Upaya mencukupi kebutuhan garam nasional, sekitar 4 juta ton per tahun, masih dihadang legalitas lahan dan kesiapan infrastruktur.
Menurut catatan Kompas, target swasembada garam nasional telah beberapa kali direvisi. Semula pemerintah menargetkan swasembada garam nasional pada 2015. Namun, target itu tidak tercapai dan diundur menjadi 2016. Akibat anomali cuaca, target direvisi lagi menjadi tahun 2018 karena ketidaksiapan produksi. Kemudian, target kembali diundur menjadi 2021.
Swasembada garam nasional mencakup kebutuhan garam industri dan garam konsumsi. Indonesia telah mencapai swasembada garam konsumsi pada kurun 2012-2015, sedangkan kebutuhan garam industri hingga kini masih dipenuhi dengan impor.
Data Kementerian Koordinator Kemaritiman, untuk mencapai swasembada garam nasional dibutuhkan produksi 4 juta ton per tahun dengan total lahan 40.000 hektar. Upaya memenuhi kebutuhan garam industri dilakukan melalui intensifikasi lahan yang terintegrasi di sentra produksi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.
Selain itu, ekstensifikasi lahan dengan membuka ladang garam baru di Sumbawa Besar (Nusa Tenggara Barat) serta Kupang, Nagekeo, Rote, Timor Tengah Utara, dan Timor Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur). Namun, polemik status tambak garam hingga kini masih belum tuntas.
Sengketa lahan mengakibatkan proyek percontohan lahan dan pabrik garam industri di Kupang, yang digagas pemerintah, gagal terlaksana tahun lalu. Akibatnya, tahun ini proyek percontohan digeser ke lahan milik PT Garam (Persero) di Gresik, Jawa Timur. Pada lahan seluas 400 hektar itu akan dibangun integrasi lahan dan pabrik garam industri bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Sengketa lahan mengakibatkan proyek percontohan lahan dan pabrik garam industri di Kupang, yang digagas pemerintah, gagal terlaksana tahun lalu.
Dari lahan PT Garam seluas 400 hektar itu, pemerintah menargetkan produksi garam industri 40.000 ton per tahun dan kapasitas pabrik 40.000 ton yang beroperasi mulai Januari 2020. Pemerintah juga menargetkan pembangunan tiga pabrik garam industri lainnya di Jeneponto, Kupang, dan Pati dengan kapasitas 40.000 ton per tahun.
Guna memutus ketergantungan terhadap garam impor, dalam dua tahun ke depan dibutuhkan produksi garam kualitas industri sedikitnya 2,7 juta ton per tahun atau setara dengan volume impor garam industri. Pekerjaan rumah itu harus diurai dengan gerak cepat.
Peningkatan kuantitas garam yang berkualitas menjadi tantangan. Pendampingan dan dukungan teknologi mutlak diperlukan agar petambak bisa meningkatkan hasil panen yang memenuhi standar industri. Pemerintah perlu serius membenahi tata niaga garam guna memastikan harga garam rakyat tidak selalu anjlok setiap musim panen. Harga yang anjlok selama ini menjadi momok bagi petambak untuk berproduksi.
Dari sekitar 400 industri pengguna garam, kualitas garam yang dibutuhkan industri bervariasi. Industri kimia, misalnya, membutuhkan bahan baku garam dengan kadar NaCl minimal 96 persen, industri aneka pangan mensyaratkan kadar NaCl minimal 97 persen, sedangkan industri penyamakan kulit butuh kadar NaCl minimal 89 persen. Dengan standar kebutuhan yang beragam, peluang garam rakyat untuk terserap industri semakin besar.
Keberpihakan industri pengolahan dan industri pengguna garam untuk menyerap garam lokal dengan harga layak dinantikan. Selama periode Juni 2018-Juni 2019, jumlah garam rakyat yang terserap industri baru 962.220 ton atau 85 persen dari target penyerapan 1,128 juta ton.
Ironisnya, memasuki panen garam Juli 2019, belum ada komitmen industri untuk menyerap garam lokal hingga musim produksi tahun depan. Pada saat yang sama, harga garam di tingkat petambak anjlok hingga Rp 400-Rp 500 per kilogram. Padahal, musim panen baru dimulai di sejumlah sentra.
Inilah momentum membuktikan komitmen dan gerak cepat semua pemangku kepentingan untuk mewujudkan swasembada garam nasional. Tentu kita tidak mengharapkan target swasembada garam nasional kembali ditarik ulur bak layangan.