Kabut Asap Muncul di Palangkaraya, Indikator ISPU Tak Berfungsi
Alat pendeteksi pencemaran udara di Kalimantan Tengah rusak. Di tengah asap tipis yang menyelimuti Kota Palangkaraya, tak ada laporan pencemaran udara. Padahal, warga sudah mengeluh asap mulai mengganggu aktivitas mereka.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Alat pendeteksi pencemaran udara di Kalimantan Tengah rusak. Di tengah asap tipis yang menyelimuti Kota Palangkaraya, tak ada laporan pencemaran udara. Padahal, warga sudah mengeluh asap mulai mengganggu aktivitas mereka.
Di Palangkaraya, alat pendeteksi pencemaran udara berada di Bundaran Besar. Sejak bulan lalu, alat itu tidak berfungsi. Indikator polusi udara dan indikator lainnya tidak menunjukkan data apa pun.
Alat tersebut berupa papan elektronik yang mengukur Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). ISPU ini diukur dan menjadi tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup.
Selain ISPU, alat tersebut juga mengukur partikulat (PM10) yang merupakan partikel udara berukuran lebih kecil dari 10 mikron (mikrometer) yang tidak baik dihirup oleh manusia. Biasanya, Stasiun Meteorologi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang melakukan pengukuran ini.
Untuk ISPU, nilai ambang batas udara yang baik adalah 0-51, sedangkan 51-101 masuk dalam kategori sedang. Untuk 101-299, masuk dalam kategori tidak sehat dan sangat tidak sehat.
Pada saat bencana asap tahun 2015, indikator ISPU menunjukkan angka 300-3.000, yakni masuk dalam kategori berbahaya.
Belum ada laporan ISPU, alatnya belum aktif. (Japalmen)
Untuk partikulat (PM10) nilai ambang batas (NAB) konsentrasi polusi udara berada di 150 mikrogram/meter kubik. Pada saat bencana asap 2015, partikulat itu mencapai di angka 300 mikrogram per meter kubik.
Supervisor Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Provinsi Kalteng Japalmen mengungkapkan, sampai saat ini belum ada laporan dari Dinas Lingkungan Hidup dan BMKG terkait ISPU dan PM10. Padahal, asap mulai memasuki permukiman warga. ”Belum ada laporan ISPU, alatnya belum aktif,” ujarnya.
Prakirawan Stasiun Meteorologi dari BMKG Palangkaraya, Lian Andriani, mengungkapkan, alat pengukur PM10 di Kalteng masih dalam masa kalibrasi. Pihaknya membutuhkan waktu yang belum bisa ditentukan sampai alat pengukur bisa berfungsi dengan baik. ”Saat ini masih dalam tahap pemeliharaan,” ujar Lian.
Asap mulai muncul sejak Juni 2019. Asap tipis selalu muncul pada malam dan pagi hari. Namun, pantauan Kompas pada Rabu (17/7/2019), asap tipis menyelimuti Kota Palangkaraya sejak pagi hari hingga siang hari sekitar pukul 12.00 WIB.
”Anak-anak saya, saya suruh pakai masker kalau jalan keluar. Biasanya, kan, hanya pagi dan malam, sekarang ini asap dan baunya lebih tahan lama,” ungkap Nurhayati (45), warga Hiu Putih 8, Kota Palangkaraya.
Nurhayati mengungkapkan, asap sangat mengganggu aktivitasnya. Ibu tiga anak itu tidak bisa banyak beraktivitas di luar rumah karena anak bungsunya masih berumur dua tahun.
”Khawatir batuk-batuk. Dulu itu tahun 2015 kami sekeluarga mengungsi ke Banjarmasin. Jangan sampai bencana lagi,” kata Nur.
Dari catatan Kompas, pada tahun 2015 bencana asap memakan korban jiwa. Rabu 28 Oktober 2015, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyebutkan 19 korban meninggal saat bencana asap terjadi, 5 orang dari Kalteng, 5 dari Sumatera Selatan, 1 orang dari Jambi, 3 orang dari Kalimantan Selatan, dan 5 orang dari Provinsi Riau.
Sebagian besar dari mereka memiliki penyakit lain yang kemudian diperparah oleh bencana kabut asap. Rata-rata penyakitnya adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran Provinsi Kalteng Mofit Saptono menambahkan, pihaknya sudah menyiapkan bantuan helikopter untuk bom air. Namun, ia berharap helikopter tidak digunakan dan api masih bisa dikendalikan dari darat oleh personel.
”Sama-sama kita berdoalah semoga tidak digunakan bom air itu dan tidak ada kabut asap,” kata Mofit.