Sampah, pencemaran, mubazir sumber daya merupakan berbagai masalah yang ada di masyarakat. Siswa sebagai generasi penerus diajak sedini mungkin agar tidak hanya memiliki kepedulian, tetapi juga mau bertindak mencari jalan keluar dari masalah tersebut.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Sampah, pencemaran, mubazir sumber daya merupakan berbagai masalah yang ada di masyarakat. Siswa sebagai generasi penerus diajak sedini mungkin agar tidak hanya memiliki kepedulian, tetapi juga mau bertindak mencari jalan keluar dari masalah tersebut. Syukur-syukur, juga bisa memberdayakan sesama.
Kios SMKN 27 Jakarta di pusat perbelanjaan Green Pramika Square tampak semarak. Siang itu, Sabtu (13/7/2019), tiga pengunjung mal melihat-lihat berbagai cendera mata yang ditawarkan di kios itu. Ada gantungan dinding, magnet kulkas, kotak penyimpanan tisu, dan kalung-kalung berdesain etnik.
Dilihat sekilas, tampaknya benda-benda itu dibuat dari batok kelapa. Namun, ketika dicermati, bahannya ternyata seperti gabus coklat, hanya keras seperti papan tripleks. Ternyata, hiasan-hiasan itu dibuat dari kulit singkong yang dicacah kemudian diolah menjadi adonan yang dibentuk seperti papan.
Hiasan-hiasan itu dibuat dari kulit singkong yang dicacah kemudian diolah menjadi adonan yang dibentuk seperti papan.
”Idenya dari salah satu teman yang punya tetangga pembuat keripik singkong. Setiap hari, di rumahnya ada berkarung-karung kulit hasil kupasan singkong yang dibuang menjadi sampah,” kata siswa kelas XI Jurusan Usaha Perjalanan Wisata SMKN 27 Jakarta, Thendrian Liunardi.
Ia dan teman-temannya mengikuti Kompetisi Perusahaan Siswa Regional DKI Jakarta 2019 yang diadakan oleh Prestasi Junior Indonesia. Setelah berembuk, para siswa setuju untuk mencoba membuka wirausaha berbasis olahan kulit singkong sebagai unit usaha yang akan dilombakan.
Menurut Thendrian, awalnya siswa bingung cara mengolah kulit singkong karena tidak ada satu pun yang punya pengalaman. Akan tetapi, mereka teguh mempertahankan ide karena bertekad tidak membiarkan kulit singkong menjadi limbah. Pedagang keripik singkong pun terbantu karena siswa membantu menghilangkan masalah sampah kulit singkong dari lingkungan sekaligus memberi pendapatan tambahan.
”Selama sebulan kami mencoba dan gagal sampai akhirnya menemukan resep adonan yang pas untuk diolah. Resepnya tidak bisa dibeberkan kepada pembeli karena rahasia perusahaan, tapi dijamin ramah lingkungan karena berkonsultasi ke guru-guru Kimia dan Biologi,” ujar Thendrian ramah.
Tripleks kulit singkong itu kemudian dipotong-potong sesuai benda yang akan dibuat. Bundar untuk magnet kulkas, persegi panjang untuk kotak tisu, dan ukiran tradisional untuk aksesori. Cendera mata yang dihasilkan juga mengusung tema Nusantara. Magnet dilukisi berbagai ikon arsitektur yang tersebar di Tanah Air.
Sementara itu, tim dari SMK Bina Informatika juga turut mengusung tema Nusantara, tetapi bentuknya berupa kartu mainan. Terinspirasi dari berbagai permainan kartu strategi dari Barat dan luar negeri, mereka mengembangkan permainan dengan tokoh-tokoh legenda Nusantara, baik yang klasik seperti Timun Mas hingga kontemporer seperti Wiro Sableng.
Terinspirasi dari berbagai permainan kartu strategi dari Barat dan luar negeri, mereka mengembangkan permainan dengan tokoh-tokoh legenda Nusantara.
”Di Jepang tokoh-tokoh dongeng lokal bisa menjadi permainan dan kartun yang terkenal sedunia. Cita-citanya, sih, tokoh Nusantara juga bisa dipromosikan lewat permainan modern,” kata siswa kelas XI SMK Bina Informatika Afifah Khairunnisa. Melalui kartu-kartu tersebut mereka memberdayakan percetakan kecil di dekat sekolah.
Satu pak kartu berisi 10 tokoh dan 20 narasinya kemudian dijual ke teman-teman sekolah. Selain itu, mereka juga berjualan melalui media sosial. Afifah mengungkapkan, responsnya cukup menggembirakan. Tim menargetkan bisa menjual 45 pak dalam dua bulan dan kini sudah terjual 50 pak.
”Para pembeli mengenal berbagai tokoh dongeng Nusantara. Kami sedang mengembangkan permainan agar lebih banyak tokoh, narasi, dan jebakan supaya makin seru,” ujar Afifah.
Berbeda lagi dengan SMAN 81 Jakarta yang membuat parfum antinyamuk. Siswa kelas XI, Gita Marcia, menjelaskan, tim mengamati bahwa remaja selalu ingin tampil menarik. Salah satunya dengan memakai parfum. Namun, parfum yang bagus harganya mahal, sebaliknya parfum yang harganya terjangkau oleh siswa mengandung bahan-bahan kimia seperti alkohol dan paraben yang tidak baik untuk kulit dan lingkungan.
Mereka mengembangkan parfum dari jeruk limau, mint, dan sereh yang tidak hanya harum, tetapi juga bisa mengusir nyamuk. Bahannya juga alami hasil penyulingan, berbeda dengan losion antinyamuk yang juga mengandung paraben. ”Pemakaiannya juga praktis karena cukup disemprot di pergelangan tangan dan leher,” kata Gita.
Ideologi peduli
Dalam kompetisi ini, siswa diminta mengembangkan unit usaha yang membantu menyelesaikan permasalahan di masyarakat. Pada saat yang sama, mereka juga harus memberdayakan pihak di luar sekolah. Hal ini karena prinsip wirausaha berbeda dengan wiraswasta.
Siswa diminta mengembangkan unit usaha yang membantu menyelesaikan permasalahan di masyarakat.
Direktur Prestasi Junior Indonesia Robert Gardiner menjelaskan, wiraswasta berarti mengembangkan usaha hanya demi mengejar laba ekonomi. Adapun wirausaha merupakan sebuah ideologi, yaitu terlepas seseorang bekerja sebagai karyawan ataupun memiliki unit usaha mandiri, ia peduli dengan sekitar dan melakukan tindakan nyata untuk memberi alternatif jalan keluar.
Kewirausahaan tidak selalu harus berupa usaha mikro, kecil, dan menengah. Bisa juga berupa gerakan sosial yang tidak membutuhkan uang, tetapi mengubah pola pikir masyarakat agar lebih baik kepada lingkungan dan sesama. Akan tetapi, khusus untuk kompetisi ini dipilih kewirausahaan melalui wiraswasta milik sekolah.
”Setiap anak bebas bercita-cita melakukan impian mereka ketika sudah lulus nanti asalkan impian itu tidak egois dan menyakiti lingkungan, apalagi sesama. Apa pun karier yang mereka pilih nanti, idealisme kewirausahaan harus ada,” tutur Gardiner.