Sepanjang pantai timur Sumatera dan perbatasan Kalimantan menjadi jalur paling rawan penyelundupan sumber daya perikanan. Aparat penegak hukum perlu semakin memperkuat pengamanan pada kedua jalur tersebut.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Sepanjang pantai timur Sumatera dan perbatasan Kalimantan menjadi jalur paling rawan penyelundupan sumber daya perikanan. Aparat penegak hukum perlu semakin memperkuat pengamanan pada kedua jalur tersebut.
Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan di Kementerian Kelautan dan Perikanan Rina mengatakan, pantai timur Sumatera paling rawan sebagai jalur kritis penyelundupan benur. ”Di jalur ini, hampir setiap hari aparat mendapati upaya penyelundupan sumber daya ikan,” katanya dalam Simposium Nasional Ikan dan Perikanan Perairan Daratan 2019, di Jambi, Rabu (17/7/2019).
Rina menjelaskan, dalam sepekan terakhir, tim aparat gabungan kepolisian di Jambi menggagalkan upaya penyelundupan satu truk berisi benur (Nephropidae sp)dan sidat (Anguilla sp) menuju perairan timur di Jambi. Tangkapan ini merupakan yang terbesar, lebih dari setengah juta benur dan benih sidat bernilai Rp 87 miliar.
Sementara itu, perbatasan Kalimantan menjadi jalur rawan penyelundupan kepiting, arwana, dan ikan endemik khas lainnya menuju Malaysia. Karena penyelundupan lewat sejumlah bandar udara telah dicegah, kini penyelundup menggunakan jalur darat dan air. Rina mendorong agar pengawasan lebih ketat. Jika tidak, sumber daya perikanan nasional akan cepat habis.
Butuh pemulihan
Ancaman lain yang mengganggu keberlanjutan satwa endemik adalah kesalahan pengelolaan perairan. Kepala Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan Joni Haryadi mendapati eksploitasi berlebihan pada sebagian besar perairan air tawar.
Di Danau Kerinci, Jambi, misalnya, ekosistem danau tidak lagi seimbang karena banyaknya keramba ditebar dan penggunaan mata jaring menyalahi aturan. Pemasangan keramba dalam jumlah berlebih mengakibatkan limbah pakan ikan menumpuk di danau sehingga rentan merusak ekosistem danau. Penggunaan mata jaring terlalu kecil juga membuat ikan-ikan kecil turut terbawa. Akibatnya, belakangan tangkapan nelayan makin berkurang.
Dalam upaya memperbanyak ikan hasil tangkapan, didapati pula sejumlah kesalahan. Banyak ikan introduksi bersifat invasif ditebar ke sejumlah danau, sungai, dan waduk. Penebaran itu akhirnya menghambat pertumbuhan populasi ikan-ikan endemik.
Di Waduk Cirata, Jawa Barat, juga ditemukan populasi ikan louhan meningkat, tetapi produksi ikan mujair menurun. Adapun di Danau Lut Tawar, Aceh, populasi nila terus bertambah, sementara jumlah ikan depik makin sedikit. Di Waduk Sermo, DI Yogyakarta, berkembangnya populasi ikan red devil menekan pertumbuhan tawes dan mas.
Masalah tambang emas liar harus segera diatasi. Jika tidak, kekayaan potensi ikan air tawar yang dimiliki akan segera lenyap.
Peneliti ikan air tawar dari Universitas Jambi, Tedjo Sukmono, mengatakan, Sumatera memiliki potensi besar sumber daya perairan daratan. Di Jambi, misalnya, telah terdata 320 spesies ikan air tawar di Sungai Batanghari, termasuk ikan tapa (Wallago leeri) dan ikan terkecil di dunia, Paedocypris progenetica. Oleh karena itu, perlindungan perairan mendesak dilakukan.
Sayangnya, lanjut Tedjo, ekosistem perairan Sungai Batanghari kini terancam aktivitas tambang emas liar yang marak di sepanjang kawasan hulu sungai. ”Masalah tambang emas liar harus segera diatasi. Jika tidak, kekayaan potensi ikan air tawar yang dimiliki akan segera lenyap,” katanya.