KAIRO, SELASA – Duel tim nasional sepak bola Nigeria dan Tunisia di Mesir, Kamis (18/7/2019) pukul 02.00 WIB, mempertaruhkan banyak hal. Selain menentukan peringkat ketiga Piala Afrika 2019, duel itu menjadi pijakan kedua tim menatap masa depan.
Nigeria dan Tunisia menyambut laga ini dengan kekecewaan dan patah hati. Kedua tim belum mampu melupakan kekalahan pada semifinal, pekan lalu. Nigeria disingkirkan Aljazair lewat gol dramatis, tendangan bebas bintang Manchester City, Riyad Mahrez, pada detik-detik akhir semifinal menit 90+4.
Adapun Tunisia memaksakan babak ekstra melawan Senegal. Namun, di babak tambahan waktu itu, terjadi kesalahan fatal, berupa gol bunuh diri bek Dylan Bronn. Kekalahan pertama dalam sepuluh laga terakhir itu mengubur mimpi Tunisia meraih final pertama dalam 15 tahun.
Meskipun gagal ke final, prestasi kedua tim di Piala Afrika 2019 terbilang positif. Bagi Nigeria, ini adalah loncatan prestasi setelah gagal lolos kualifikasi Piala Afrika 2015 dan 2017. Tim berjuluk ”Elang Super” itu tengah meremajakan diri usai kegagalan tersebut.
Bintang-bintang baru bermunculan, antara lain Wilfred Ndidi, Peter Etebo, Kenneth Omeruo, dan Jamilu Collins. Pelatih Nigeria Gernot Rohr mendorong mereka lebih banyak tampil untuk menambah jam terbang sekaligus kepercayaan diri. Para pemain muda itu diyakini kian matang dua hingga empat tahun ke depan.
Rohr diyakini akan kembali menurunkan pemain mudanya melawan Tunisia. ”Tim ini punya masa depan. Lini tengah kami adalah salah satu yang termuda. Mereka masih belajar taktik dan bagaimana berkomunikasi satu sama lain. Seiring waktu, mereka kian bagus,” ujar Rohr penuh optimisme.
Pelatih asal Jerman itu memuji keteguhan dan daya juang pemainnya. Setelah dikalahkan tim kejutan Madagaskar di penyisihan grup, tim Elang bangkit dengan menyingkirkan juara bertahan, Kamerun, dan Afrika Selatan masing-masing pada babak 16 besar dan perempat final. ”Kami terus berjuang hebat hingga akhir laga. Hanya tendangan bebas indah (Mahrez) yang menjadi pembeda,” tuturnya kemudian.
Adapun bagi Tunisia, peringkat ketiga setidaknya bisa mengangkat gengsi mereka di Afrika. Peserta Piala Dunia Rusia 2018 itu cukup lama tidak masuk jajaran tim elite Afrika. Kali terakhir mereka juara adalah pada 2004. Sebelum itu prestasi terbaik mereka adalah runner up Piala Afrika 1996 dan 1965 serta peringkat ketiga 1962.
”Laga semifinal menunjukkan kami mampu tampil satu level dengan Senegal dan laik berada di babak itu. Satu-satunya masalah adalah kami gagal membuat gol,” tutur Alain Giresse, pelatih Tunisia asal Perancis. (AFP/REUTERS)