DENPASAR, KOMPAS— Sebanyak 44 bangunan rusak dan 7 orang terluka akibat gempa bumi dengan magnitudo 5,8 di selatan Kabupaten Jembrana, Bali, sekitar 80 kilometer di wilayah perairan Selat Bali, Selasa (16/7/2019). Gempa juga dirasakan hingga Banyuwangi, Jawa Timur, yang merusak 20 bangunan dan menyebabkan 2 orang terluka akibat tertimpa genteng.
Jumlah kerusakan itu merupakan data resmi hingga pukul 19.00 Wita yang diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali. Mayoritas kerusakan terjadi di Kabupaten Badung, timur laut pusat gempa sedalam 104 kilometer itu.
”Tidak ada laporan korban meninggal,” kata Kepala Pelaksana BPBD Bali I Made Rentin, di Denpasar, kemarin. Gempa mengguncang Bali selama 30-40 detik, Selasa pukul 08.18 Wita.
Di Bali, guncangan dirasakan merata di sembilan kabupaten/kota Pulau Bali. Sekolah-sekolah, terutama SD, memulangkan siswa untuk mengantisipasi gempa susulan.
Wayan Gendra, warga Badung, mengatakan, ia merasakan getaran, bukan guncangan atau gelombang. ”Seisi rumah seperti bergetar dan gelas-gelas seperti bergemerincing. Getaran itu lebih dari 20 detik, cukup terasa lama,” tuturnya.
Hal serupa terasa di Banyuwangi. ”Guncangannya sangat terasa, sekitar 10 detik,” ujar Suprianto, warga Perumahan Permata Banyuwangi. Saat itu, warga yang bersiap beraktivitas berhamburan keluar rumah.
Di Bali, korban terluka di antaranya siswa dan guru SD 1 Ungasan, Kabupaten Badung, yakni Ni Nengah Sukensi (guru), Gading Eka Paksi (murid kelas IV), dan Kadek Suryawati (murid kelas III). Dua korban luka lain ialah siswa SMPN 5 Mendoyo, Jembrana.
Di Banyuwangi, salah seorang korban adalah Painem (60), warga Desa Wonosobo, Kecamatan Srono. Ia tertimpa reruntuhan tembok dan genteng saat mencuci di dalam rumah.
”Anak dan cucu sudah berangkat kerja dan sekolah. Saya tak merasakan gempa pertama. Gempa kedua lebih keras. Saya lari, tetapi telanjur tertimpa tembok dan genteng,” tuturnya.
Di Jakarta, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono mengatakan, gempa dipicu aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia yang menghunjam ke bawah Lempeng Eurasia.
Sekalipun sumber gempa di laut dengan mekanisme sesar naik, kekuatannya tidak cukup membangkitkan tsunami. Namun, zona subduksi di selatan Jawa-Bali-Lombok-Sumba tergolong zona kegempaan aktif yang bisa dilanda gempa besar.
Pada 19 Agustus 1977, gempa besar melanda selatan Sumba dan memicu tsunami yang merusak di Pantai Luntuk, Pulau Sumbawa, menewaskan sekitar 100 orang. Tinggi tsunami di selatan Bali sekitar 2 meter.
Dampak gempa Maluku
Terkait gempa di Halmahera Selatan, Maluku Utara, Minggu lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis jumlah korban gempa M 7,2 itu sebanyak empat orang meninggal. Sebelumnya, dua orang meninggal.
Sementara itu, korban luka-luka saat ini 51 orang. ”Jumlah pengungsi kemarin (Senin) sekitar 2.000 orang, saat ini bertambah menjadi 3.104 orang,” ujar Pelaksana Harian Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo kepada wartawan.
Tiga orang meninggal di Kecamatan Gane Timur Selatan, Halmahera Selatan. Satu korban lain di Kecamatan Gane Barat Selatan.
”Pemerintah, melalui BNPB, juga memberikan biaya siap pakai Rp 500 juta untuk operasi penyelamatan,” kata Agus.
Di Makassar, Sulawesi Selatan, Menteri Sosial Gumiwang Kartasasmita mengatakan, kementeriannya masih mendata korban gempa Maluku dan Bali.
”Kami berharap korban tidak banyak, tetapi intinya, berapa pun korban jiwa ataupun kerusakan akan diberi santunan. Rumah-rumah rusak akan kami bantu perbaiki,” ungkapnya.