Tim Gabungan Pencari Fakta Kasus Penyerangan terhadap Novel Gagal
Tim advokasi Novel Baswedan menyatakan, hasil laporan investigasi tim gabungan pencari fakta bentukan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian tidak hanya gagal mengungkap siapa auktor intelektualis penyiraman air keras terhadap Novel.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim advokasi Novel Baswedan menyatakan, hasil laporan investigasi tim gabungan pencari fakta bentukan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian tidak hanya gagal mengungkap siapa auktor intelektualis penyiraman air keras terhadap Novel. TGPF bahkan gagal mengungkap pelaku di lapangan. Tim advokasi Novel Baswedan menilai, tidak ada temuan baru dalam hasil laporan TGPF tersebut.
”Kasus Novel masih berada dalam kegelapan selama belum ditetapkannya tersangka atas kasus ini. Kegagalan tim gabungan pencari fakta (TGPF) tak lain dan tak bukan adalah kegagalan dari Kepolisian Negara RI (Polri) mengingat penanggung jawab dari TGPF adalah Kepala Polri (Kapolri),” ujar anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sekaligus tim advokasi kasus Novel, Alghiffari Aqsa.
Pernyataan sikap dari tim advokasi Novel disampaikan dalam rangka menanggapi hasil laporan dari TGPF bentukan Kapolri pada Rabu (17/7/2019) di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Selatan.
Selain Alghiffari, tim advokasi Novel juga terdiri dari Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap, Manajer Kampanye Amnesty International Puri Kencana Putri, dan Deputi Koordinator Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Putri Kanesia.
Alghiffari menilai, ada kontradiksi antara penjelasan dan kesimpulan yang disampaikan TGPF. Meski disampaikan bahwa TGPF menemukan banyak alat bukti, antara lain pemeriksaan terhadap 74 saksi yang 40 di antaranya telah diperiksa ulang, 38 rekaman closed-circuit television (CCTV), bahkan dibantu oleh Australian Federal Police, dan pemeriksaan terhadap 114 toko bahan kimia, kesimpulan dari TGPF malah menyatakan tidak adanya alat bukti.
Selain itu, TGPF seolah menyalahkan penggunaan kewenangan berlebihan dari Novel Baswedan, tetapi tanpa adanya terduga yang teridentifikasi melakukan kejahatan. Ini menunjukkan bahwa TGPF mencoba membangun opini yang spekulatif, tanpa adanya bukti yang mencukupi.
”Harusnya TGPF bentukan Kapolri diperuntukkan untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan, bukan untuk mendalami kasus-kasus di luar tugas, pokok, dan fungsinya,” kata Alghiffari menegaskan.
Kasus Novel masih berada dalam kegelapan selama belum ditetapkannya tersangka atas kasus ini. Kegagalan tim gabungan pencari fakta tak lain dan tak bukan adalah kegagalan dari Polri mengingat penanggung jawab TGPF adalah Kapolri.
Dalam tindak lanjut pengungkapan kasus ini, TGPF merekomendasikan Polri membentuk tim teknis lapangan. Namun, Alghiffari menilai upaya ini hanya untuk kembali mengulur-ulur waktu dan semakin mengaburkan pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel.
Puri Kencana Putri pun menyatakan kekecewaannya atas temuan TGPF yang telah bekerja selama enam bulan untuk mengungkap fakta dan data di balik penyerangan Novel. Alih-alih menemukan pelaku ataupun identitas pelaku, tim tersebut menyematkan tuduhan yang tidak etis bagi seorang korban yang sedang mencari keadilan, seperti Novel.
”Ini kemudian menjadi tidak logis karena tim belum menemukan pelaku, tetapi malah sudah mempunyai kesimpulan terkait probabilitas di balik serangan Novel, yaitu adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan,” ujar Puri.
Menurut Puri, semua ini merupakan upaya mendegradasi posisi Novel sebagai korban. Dia juga menegaskan bahwa tuduhan dari TGPF ini bisa jatuh pada bentuk pelanggaran HAM lainnya kepada Novel yang harus diusut oleh pemerintah.
Menyurati Presiden
Putri Kanesia menyampaikan bahwa pembentukan TGPF di bawah Kapolri bukan merupakan tim harapan baik dari Novel ataupun tim advokasi. Pembentukan tim tersebut juga dikritisi oleh berbagai pihak sebagai upaya Presiden Joko Widodo untuk menghindar dari tanggung jawab atas pengungkapan kasus Novel.
Terlebih tim tersebut bertanggung jawab kepada Kapolri yang selama ini institusinya telah terbukti tidak berhasil mengungkap kasus Novel. Tim tersebut dibentuk dengan tidak mengindahkan berbagai tuntutan masyarakat.
”Tim yang kami inginkan dan minta bentuk adalah TGPF independen di bawah Presiden. Sebab, selama enam bulan ini, tidak ditemukan satu pun fakta baru sehingga ini sangat mengecewakan,” kata Putri.
Untuk itu, tim advokasi Novel menuntut Presiden Joko Widodo untuk mengambil tanggung jawab atas pengungkapan kasus Novel Baswedan dengan membentuk TGPF yang bersifat independen serta bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Tim juga menuntut Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara serta panglima penegakan hukum untuk tidak melempar tanggung jawab pengungkapan kasus ini kepada pihak lain. Presiden Joko Widodo diminta secara tegas bertanggung jawab atas pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel.