Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, berupaya mengembangkan pariwisata di wilayah perbatasan. Dukungan percepatan pembangunan infrastruktur transportasi dan komunikasi menjadi penentu pertumbuhan ekonomi warga di kepulauan ujung barat laut Nusantara tersebut.
Oleh
PANDU WIYOGO
·4 menit baca
KEPULAUAN ANAMBAS, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, berupaya mengembangkan pariwisata di wilayah perbatasan. Dukungan percepatan pembangunan infrastruktur transportasi dan komunikasi menjadi penentu pertumbuhan ekonomi warga di perbatasan ujung barat laut Nusantara tersebut.
Daerah yang mekar dari Kabupaten Natuna pada 2008 itu terdiri dari 255 pulau yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. Menurut data, dari jumlah tersebut baru 26 pulau yang dihuni.
Sisanya merupakan pulau tak berpenghuni yang potensi darat ataupun baharinya belum dikelola dengan maksimal. Menurut Bupati Kepulauan Anambas Abdul Haris, Kamis (18/7/2019), ada 70 pulau yang akan dikembangkan sebagai destinasi wisata baru.
Keindahan pantai, hutan, dan perbukitan di pulau-pulau tersebut dinilai akan memikat baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 2018 sebesar Rp 30 miliar.
”Sektor pariwisata baru menyumbang sekitar 3 persen PAD. Jika digarap secara serius, bersama dengan sektor perikanan, kontribusinya diperkirakan bisa mencapai 60 persen,” kata Abdul.
Pemodal kini didorong bekerja sama dengan warga dalam menggarap potensi wisata di Kepulauan Anambas secara berkeadilan dan berkelanjutan. Hal tersebut bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi yang merata tanpa menimbulkan dampak buruk terhadap kelestarian ekosistem alam setempat.
”Pemodal yang serius membangun potensi wisata dengan melibatkan warga akan diberi insentif bebas pajak selama setahun,” ujar Abdul.
Dengan demikian, diharapkan kesejahteraan warga ikut membaik seiring berkembangnya investasi wisata di pulau yang mereka tinggali.
Pengembangan pariwisata yang berpedoman pada kelestarian alam sudah mulai dilakukan dengan menetapkan wilayah konservasi terumbu karang seluas 1,2 juta hektar. Pengelolaan ekosistem laut yang berkelanjutan dinilai mutlak bagi kelangsungan ekonomi di kabupaten yang lebih dari 90 persen wilayahnya merupakan lautan.
Pembangunan sektor pariwisata yang berkelanjutan juga hendak diterapkan di wilayah darat dengan menetapkan hutan sebagai kawasan lindung. Meskipun terdiri dari pulau-pulau kecil, Kepulauan Anambas tidak bebas dari sejumlah kasus illegal logging.
Menurut Ketua Lembaga Adat Melayu, Kecamatan Jemaja, Ubaidillah, konflik warga dengan perusahaan kayu sudah berlangsung sejak 1999. Pada 2001 dan 2017, konflik itu berujung pembakaran puluhan alat berat milik sebuah perusahaan kayu di Pulau Jemaja.
”Jika hutan di pulau kecil yang berbukit itu rusak, dampaknya akan langsung terasa. Dua tahun lalu, Desa Ulu Maras terendam banjir setinggi 2,5 meter. Tangkapan nelayan juga berkurang karena laut tercemar tanah yang terbawa aliran saat hujan,” kata Ubaidillah.
Pengalaman itu membuat warga Kepulauan Anambas sekarang lebih memilih mengembangkan sektor pariwisata dan perikanan. Nilai penjualan kayu Meranti dan Keruing tidak sebanding dengan kerugian dan bencana yang timbul akibat membabat hutan.
”Sudah banyak warga Pulau Jemaja yang terpaksa pindah karena lautnya tercemar. Dampak pencemaran laut sangat terasa bagi kami yang tinggal di rumah panggung pinggir laut,” ujar Ubaidillah.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta warga bahu-membahu menjaga kelestarian alam. Keindahan alam Kepulauan Anambas adalah anugerah kekayaan yang harus dijaga agar manfaatnya bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan warga.
”Orang lain bermimpi punya laut dan hutan yang sebiru serta sehijau ini. Kalau kita merusak laut, hutan, dan gunung yang seindah ini, namanya sudah kelewatan,” kata Susi.
Infrastruktur
Cita-cita menjadikan Kepulauan Anambas sebagai kawasan wisata perlu didukung pembangunan infrastruktur transportasi dan komunikasi secara merata. Namun, saat ini akses jalan dan jaringan internet yang memadai baru bisa dinikmati warga ibu kota kabupaten di Tarempa, Pulau Siantan.
Pada 2018, Festival Padang Melang yang merupakan kegiatan pariwisata terbesar di Kepulauan Anambas berhasil mendatangkan 15.000 wisatawan. Tahun ini festival itu kembali digelar pada 17 Juli hingga 20 Juli dengan target menggaet 20.000 wisatawan.
Abdul mengatakan, ketersediaan infrastruktur transportasi dan komunikasi yang merata adalah tantangan utama bagi Kepulauan Anambas untuk berkembang. Integrasi transportasi antarpulau dan fasilitas komunikasi di pulau-pulau kecil saat ini menjadi prioritas utama.
”Pemerintah kabupaten siap menyediakan lahan untuk dibangun infrastruktur transportasi dan komunikasi. Sekarang yang dibutuhkan bantuan anggaran dari pemerintah pusat,” ujarnya.
Wisatawan bisa datang ke Kepulauan Anambas melalui jalur udara dan laut. Lama perjalanan udara dari Bandara Hang Nadim di Batam menuju Bandara Letung di Jemaja sekitar 1,5 jam. Jadwal penerbangan tersedia satu kali setiap hari, kecuali hari Minggu.
Moda transportasi lain yang bisa digunakan menuju Kepulauan Anambas adalah kapal feri dari Tanjung Pinang. Perjalanan menggunakan feri ke Tarempa lebih kurang membutuhkan waktu 8 jam. Jadwal keberangkatan kapal feri tersedia 3 kali dalam seminggu.
”Soal transportasi yang jumlahnya minim sebetulnya masih bisa dimaklumi. Yang membuat kami tidak betah adalah jaringan internet yang sama sekali tidak menjangkau pulau lain, kecuali Siantan,” kata Rahman (25), wisatawan asal Pontianak.