Pernyataan Menlu Iran Javad Zarif, yang siap merundingkan program pengembangan peluru kendali, dibantah juru bicara Misi Iran di PBB, Alireza Miryousefi.
Miryousefi membantah wawancara Menteri Luar Negeri Iran itu lewat Twitter. Ia menegaskan, Iran menolak pemberitaan hasil wawancara itu karena wartawan salah menarik kesimpulan. Berita tersebut seperti pembunuhan karakter terhadap Menlu Zarif.
Padahal, tawaran itu mendapat sambutan dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Di depan Komisi Persenjataan Senat AS, pejabat sementara Menteri Pertahanan Mark Esper kembali mengulangi pernyataan Trump bahwa AS tidak ingin berperang dengan Iran. ”Kami ingin kembali ke jalur diplomatik,” katanya.
Seperti diberitakan Kompas, Rabu (17/7/2019), di New York, Zarif menyatakan, Iran bersedia merundingkan program pengembangan peluru kendalinya dengan AS. Syaratnya, AS berhenti menjual senjata ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).
Zarif menambahkan, Saudi menghabiskan 67 miliar dollar AS dan UEA 22 miliar dollar AS untuk belanja senjata dari AS tahun 2018. Iran hanya menghabiskan 16 miliar dollar AS. ”Senjata-senjata AS masuk ke kawasan kami, membuat kawasan kami siap meledak. Jika mereka mau membahas rudal kami, mereka harus berhenti menjual senjata, termasuk rudal, ke kawasan kami,” kata Zarif.
Bantahan Miryousefi bisa dilihat dari dua sisi karena Zarif mengajukan syarat yang secara substansi agak sulit dipenuhi AS. Apakah ini taktik Iran untuk mengulur-ulur waktu atau sengaja dilontarkan untuk ”menyeret” Arab Saudi dan UEA menjadi bagian dari meningkatnya ketegangan di kawasan?
Di hari yang sama, juru bicara Kemlu Iran merilis pernyataan terkait ”penyeberangan” kapal tanker Riah ke Iran. ”Sesuai peraturan internasional (karena kapal mengalami kerusakan teknis), pasukan Iran mendekatinya dan menggunakan kapal tunda, membawanya ke perairan Iran untuk perbaikan yang diperlukan,” kata Abbas Mousavi lewat Twitter.
Penelusuran operator kapal menyebutkan, kapal tanker itu mengirimkan sinyal lokasi keberadaannya di Pulau Qeshm, Selat Hormuz. Tanker tersebut tidak pernah mengirim sinyal mengenai kerusakan teknis seperti diungkap Iran.
Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei mengatakan, Inggris, Jerman, dan Perancis gagal menegakkan kewajiban berdasarkan kesepakatan nuklir enam kekuatan dunia 2015. ”Eropa membuat 11 komitmen, tak satu pun yang dilaksanakan. Sekarang kami mengurangi komitmen kami dan mereka marah. Itu, kan, tidak adil,” kata Khamenei.
Perebutan pengaruh antara Iran dan Arab Saudi kian memanaskan situasi Timur Tengah. Terakhir, Arab Saudi dan AS ”menekan” Palestina menerima kesepakatan abad ini yang diinisiasi Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah Jared Kushner. Itu ditentang semua kelompok di Palestina, termasuk Hamas yang dekat dengan Iran.