YOGYAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mendorong agar kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan bisa dituntaskan. Pimpinan dari lembaga itu masih akan berunding guna menentukan langkah selanjutnya yang harus dilakukan untuk memperoleh titik terang dari kasus tersebut.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo sewaktu berkunjung ke Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta, Kamis (18/7/2019), menegaskan terus mencari kejelasan kasus tersebut.
”Kami akan mendiskusikan langkah-langkah untuk mendorong agar kasus ini segera tuntas. Harapan kami adanya, TPF (Tim Pencari Fakta) kan, bisa mengidentifikasi pelaku. Ternyata, hasilnya masih cukup gelap,” kata Agus.
Agus menyatakan, pihaknya belum sempat membaca hasil temuan dari TPF yang dibentuk Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, yang telah bekerja sejak 8 Januari 2019. Setelah membaca hasil temuan itu, tambah Agus, perundingan dengan sejumlah pemimpin KPK lainnya baru akan dilakukan.
Kami berdiskusi di dalam dulu (internal). Di tingkat pimpinan, kan, keputusannya itu kolektif kolegial.
Sejumlah penggiat masyarakat sipil pernah beberapa kali menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo perlu membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mengusut kasus Novel. Penyerangan terhadap Novel, yang berstatus sebagai penyidik KPK, dianggap merupakan serangan sistematis yang mampu melemahkan KPK dan upaya pemberantasan korupsi secara umum (Kompas, 18/7/2019).
Sementara itu, Presiden Jokowi pernah menyatakan akan mengambil langkah lain jika Polri sudah tak mampu lagi menemukan penyelesaian dari kasus itu. Tidak disebutkan dengan jelas mengenai indikator dari tidak mampunya Polri menyelesaikan kasus ini. Tidak ada pula batasan waktu yang dijelaskan tentang pengusutannya (Kompas, 21/2/2018).
Terkait hal itu, mantan Ketua KPK (2010-2011), Busyro Muqoddas, mengatakan, pembentukan tim itu merupakan tindakan tegas Presiden. Hal itu sekaligus menunjukkan keseriusan Presiden dalam menuntaskan kasus tersebut sebab Presiden merupakan pihak yang memiliki kewenangan tertinggi.
Selain itu, Busyro juga berpesan, dalam tim tersebut, hendaknya tidak hanya diisi kalangan pejabat dan orang-orang terdekat Presiden. Perlu dilibatkan pula unsur masyarakat sipil yang memiliki kualifikasi dan komitmen dalam pemberantasan korupsi. Keberadaan mereka menyimbolkan keterlibatan publik dalam mengawal dan menuntaskan kasus itu.
”Unsur masyarakat sipil jangan ditentukan dari istana. Kami sulit percaya. Serahkan kepada kami. Unsur masyarakat madani dan koalisi antikorupsi. Itu penghormatan bagi masyarakat sipil,” kata Busyro.