Presiden Perintahkan Kapolri Ungkap Kasus Novel Baswedan Secepatnya
Presiden Joko Widodo memerintahkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian untuk secepatnya mengungkap pelaku penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.
Oleh
NTA/IAN/APA/BIL
·4 menit baca
Catatan Redaksi: Berita ini terbit di halaman 1 harian Kompas edisi 1 Agustus 2017 dengan judul “Presiden Perintahkan Kapolri Ungkap Pelaku Secepatnya”.
JAKARTA, KOMPAS— Presiden Joko Widodo memerintahkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian untuk secepatnya mengungkap pelaku penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Saat ini, Polri baru menyelesaikan sketsa wajah terduga pelaku penyerangan. Namun, pembuatan sketsa tersebut dinilai terlambat dan Polri dianggap masih belum serius mengungkap pelaku lapangan serta dalang di belakang teror terhadap Novel.
Sketsa wajah terduga pelaku penyerangan Novel untuk pertama kali ditunjukkan Tito Karnavian seusai melakukan pertemuan tertutup dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (31/7) sore. ”Presiden minta Kapolri menuntaskan kasus Novel dengan menangkap pelakunya. Secepatnya,” ujar Juru Bicara Presiden Johan Budi SP.
Tito datang ke Istana sekitar pukul 14.20, khusus untuk memenuhi panggilan Presiden. ”(Sketsa) ini baru dua hari ini. Ini pun setelah kami ulangi terus- menerus sampai kesimpulan dari saksi hasilnya adalah baik, artinya mendekati wajah pelaku yang dia lihat,” ujar Tito.
Tito menjelaskan, hingga kemarin polisi sudah memeriksa 59 orang, memeriksa lebih kurang 50 kamera pemantau (CCTV) dengan radius terjauh 1 kilometer dari tempat kejadian, serta mendatangi 100 lebih toko bahan kimia yang menjual air raksa atau air keras.
Menurut Tito, sketsa yang didapat dari keterangan saksi cukup penting. Saksi tersebut melihat seorang pengendara sepeda motor berdiri di dekat Masjid Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara, lima menit sebelum Novel disiram dengan air keras.
”Kami juga bekerja sama dengan AFP, kepolisian Australia, kemudian kami rekonstruksi menggunakan sistem komputer, hingga kami dapatkan yang ini (sketsa wajah yang kuat mengarah ke pelaku),” kata Tito.
Keterlibatan jenderal
Terkait dengan informasi dari Novel bahwa ada jenderal polisi yang berada di belakang teror terhadapnya, Tito mengatakan, tim investigasi yang dibentuk Polri dan KPK dalam waktu dekat akan menelusuri informasi tersebut. Tim akan berangkat ke Singapura meminta keterangan langsung dari Novel.
Secara terpisah, Novel yang dihubungi di Singapura mempertanyakan sketsa wajah terduga pelaku yang baru dibuat saat ini. Novel mengatakan, pembuatan sketsa wajah ini tak akan berpengaruh banyak mengungkap pelaku penyiraman air keras. ”Logikanya, begitu kejadian, polisi dapat saksi-saksi, terus mereka bikin sketsa wajah. Ini
kalau serius. Lha ini setelah dua bulan dua minggu baru dibikin. Emang selama itu ngapain aja,” katanya.
Novel pesimistis polisi berani mengungkap pelaku, apalagi auktor intelektualis teror terhadapnya. ”Saya justru melihat upaya menggandeng KPK seperti melegitimasi oknum di Polri meredam perkara ini, termasuk eksekutornya. Semua mau diredam, mau ditutupi,” katanya.
Menurut Novel, bisa jadi upaya Kapolri ke KPK juga untuk melaporkan kemungkinan dugaan korupsi oknum Polri yang diduga berada di belakang
teror terhadapnya. ”Jangan-jangan anggotanya lapor ke Kapolri bahwa jenderal yang itu terima suap, maka koordinasi dengan KPK untuk kasus korupsi,” katanya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, perhatian Presiden terhadap kasus ini sebagai sinyal baik agar pelaku teror dapat segera ditangkap.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon juga menilai, Polri lambat mengungkap kasus ini. Bahkan, lanjut Fadli, muncul kesan ada yang sengaja ditutup-tutupi.
”Dalam kasus lain, kepolisian bisa bergerak cepat, tetapi untuk ini, sepertinya berjalan lambat dan ada kesan tidak transparan, ada yang sengaja ditutup-tutupi,” kata Fadli.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Demokrat Agus Hermanto juga menilai pengungkapan kasus Novel lambat. ”Persoalan yang kompleks harus ditangani secara komprehensif sehingga, menurut saya, tim pencari fakta (TPF) itu tak bisa dimungkiri dan harus ada. Kalau tak ada, rasanya akan semakin lama, sampai kapan akan terungkap?” katanya.
Menurut Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Presiden memang harus membentuk TPF karena sudah lebih dari 111 hari berlalu, tetapi belum ada tanda-tanda Polri mampu mengungkap pelakunya.
”Besar kemungkinan kasus Novel tak terlepas dari urusan politik. Ia diserang karena mengusut keterlibatan petinggi-petinggi pemerintah dan DPR dalam kasus korupsi,” kata Usman.