Badan Keamanan Laut menangkap dua kapal di perairan Pondok Dayung, Jakarta Utara, Jumat (19/7/2019). Kapal itu diduga mentransfer bahan bakar minyak ke kapal lain atau lazim disebut ”kencing di laut”.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Keamanan Laut menangkap dua kapal di perairan Pondok Dayung, Jakarta Utara, Jumat (19/7/2019). Kapal itu diduga mentransfer bahan bakar minyak ke kapal lain atau lazim disebut ”kencing di laut”.
Dalam kunjungannya ke dua kapal yang ditangkap itu, Direktur Operasi Laut (Diropsla) Bakamla Laksamana Pertama Bakamla Nursyawal Embun menyatakan, awalnya Bakamla sedang beroperasi rutin di perairan Jakarta. Kemudian, tim menangkap kapal berjenis motor tanker (MT) dan kapal self propeller oil barge (SPOB).
Embun melanjutkan, kapal MT terciduk mentransfer BBM ke nelayan masing-masing sekitar 35 kiloliter. Seorang warga Indonesia berinisial MT menjadi nakhoda kapal yang berawak 11 orang itu.
Diproses hukum
Sementara kapal SPOB memindahkan BBM ke kapal motor sebanyak 5 kiloliter, dari 10 kiloliter yang direncanakan. Kapal itu berawak delapan orang dan dipimpin oleh SP, juga warga negara Indonesia.
”Saat ini kedua kapal sudah diserahkan ke penyidik Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut III Jakarta untuk menjalani proses hukum lebih lanjut,” katanya.
Dalam catatan Kompas, transaksi minyak ilegal ini terus terulang. Pada awal Januari 2017, TNI AL menangkap kapal motor Hang Tuah 6 di perairan Bintan, Kepulauan Riau. Saat ditangkap, kapal itu tengah menuju perbatasan Indonesia-Singapura. Di lambung kapal ditemukan 20 ton minyak bakar, minyak untuk bahan bakar kapal, dan diduga akan dijual secara ilegal.
Setahun sebelumnya, Jajaran Direktorat Polisi Air Kepolisian Daerah Aceh menangkap kapal nelayan yang diduga akan memperdagangkan 140 drum atau 28 ton solar bersubsidi ilegal di perairan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Rabu (20/4/2016) dini hari. Kapal bersama tiga awaknya itu ditangkap karena tidak memiliki dokumen pengangkutan bahan bakar.
Mereka diduga akan menjual solar itu ke masyarakat atau nelayan yang selama ini kesulitan mendapatkan bahan bakar solar untuk mengoperasikan kapal. Para awak kapal atau penampung bisa menjual dengan harga yang lebih tinggi dari harga solar bersubsidi.