Belum genap 1 jam berlalu dari pukul 08.00 WIB, seorang pria berkemeja batik hitam menjadi orang yang pertama keluar dari Auditorium Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Sekretaris Negara, Jakarta, Kamis (18/7/2019). Ia bersantai sejenak di samping gedung setelah mengerjakan 70 soal pilihan ganda dalam uji kompetensi seleksi calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023.
Orang itu adalah Wakil Ketua Badan Siber dan Sandi Negara Inspektur Jenderal Dharma Pongrekun. Tak berselang lama, mantan komisioner Komisi Yudisial Suparman Marzuki juga selesai menjalankan sesi pertama ujian kompetensi yang dijadwalkan berlangsung 90 menit. Beberapa saat kemudian, keduanya disusul sejumlah peserta lainnya hingga uji kompetensi yang menguji pengetahuan dasar dan pemahaman mengenai korupsi dinyatakan selesai pada pukul 09.30 WIB.
Ratusan peserta itu lalu diberi kesempatan beristirahat sebelum menuangkan gagasan dan visi-misinya sebagai capim KPK melalui pembuatan makalah bertema ”Peran KPK Menghadapi Hambatan dan Tantangan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Indonesia”. Makalah itu harus dibuat tidak lebih dari 180 menit dan panjangnya tidak boleh lebih dari 10 lembar kertas.
Dalam jeda waktu selama 30 menit itu, terasa suasana sangat hangat. Para kandidat yang berasal dari beragam latar belakang profesi duduk bersama di bangku batu yang berada di halaman di samping auditorium sembari menyantap kudapan yang disediakan panitia. Sejumlah capim berlatar belakang jaksa dan advokat, yang kerap ”bertarung” di ruang sidang, pagi itu saling berbagi cerita. Bahkan, tak sedikit capim yang menyempatkan diri berswafoto layaknya kawan lama yang bertemu di ajang reuni.
Polemik pegawai dan pimpinan KPK yang sempat muncul beberapa waktu lalu karena dipicu oleh berbagai persoalan tampaknya juga mencair. Tiga pimpinan KPK yang kembali mengikuti seleksi, yakni Basaria Pandjaitan, Laode M. Syarif, dan Alexander Marwata, terlihat duduk dan tertawa bersama sejumlah pegawai KPK yang juga turut serta dalam seleksi capim KPK. Salah satu anggota Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK 2019-2023, Indriyanto Seno Adji, yang juga pernah menjadi komisioner KPK, juga ikut bergabung.
Hanya perwakilan dari Kepolisian Negara RI yang tidak ikut bergabung. Dharma, misalnya, memilih menyepi dengan ajudannya untuk mempersiapkan pembuatan makalah. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Irjen Firli Bahuri juga memilih duduk di dalam lobi gedung bersama para pengantar peserta ujian. Sementara Wakil Badan Reserse Kriminal Polri Irjen Antam Novambar terlihat ada di dalam mobil.
Berdasarkan data Pansel Capim KPK periode 2019-2023, tercatat hanya 187 orang yang mengikuti tahapan ujian kompetensi dari total 192 kandidat yang dinyatakan lolos tahap pertama, yaitu seleksi administrasi. Ada lima orang yang tak hadir di tahap uji kompetensi, yakni anggota DPR Abdul Qadir Amin Hartono; Wakil Kepala Polda Jawa Barat Brigjen (Pol) Akhmad Wiyagus; dua jaksa, yaitu Muhammad Rum dan Zairida; serta hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Anwar.
Akhmad Wiyagus menyatakan secara resmi mengundurkan diri. Wiyagus yang pernah menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Tipikor Mabes Polri tidak masuk dalam sembilan nama yang sempat diumumkan Polri untuk maju menjadi salah satu kandidat capim KPK. Sementara seorang auditor, yakni Irwanto, hanya diizinkan ikut dalam pembuatan makalah karena terlambat lebih dari 30 menit pada sesi pertama.
Gagasan baru
Dalam uji kompetensi berupa pembuatan makalah, muncul beberapa gagasan baru. Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar, Nawawi Pomolango, yang pernah menangani perkara korupsi yang melibatkan bekas Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman dan bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq menekankan pada pengejaran aset melalui tindak pidana pencucian uang. ”Koruptor itu takut miskin,” katanya.
Hal senada diungkapkan mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Imdadun Rahmat. Penerapan tindak pidana pencucian uang menjadi hal yang digarisbawahi dalam makalahnya, selain manajemen dan resolusi konflik internal lembaga KPK.
Adapun dua pimpinan KPK yang kembali maju, Baria Pandjaitan dan Laode M. Syarif, mengemukan ide pembentukan koordinator wilayah di 34 provinsi sehingga upaya pencegahan dan penindakan berjalan secara simultan.
Sementara Alexander Marwata memilih menjual pengalamannya selama menjadi hakim dan pimpinan KPK untuk memantapkan program pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Adapun Dharma, dalam makalahnya, menilai bahwa pemberantasan korupsi perlu diawali dari pengembangan nilai dan perlunya revisi pasal gratifikasi yang dinilai justru melawan ketentuan Tuhan karena tiap orang berhak atas rezeki masing-masing. ”Yang diperlukan pengembangan value. Penangkapan tidak akan menyelesaikan masalah. Harus ada jiwa mengayomi. Bukan diintip lalu ditangkap. Tapi, saat akan melenceng justru dikasih peringatan, ”Heh enggak boleh, ya.” Kalau sudah diperingatkan, tetapi tak digubris, baru ditangkap. ”Jadi, memperkuat pencegahan di hulu sebelum uang negara hilang. Jangan membentuk diri menjadi monster,” ujar Dharma.
Kini, publik tinggal menunggu hasil dari pansel yang dibantu 10 pembaca makalah. Pada Senin (22/7), hasil uji kompetensi akan diumumkan beserta nilainya. Guyon, guyub, dan gagasan yang sempat muncul diharapkan memberikan kebaikan dan semangat dalam memberantas korupsi.