JAKARTA, KOMPAS — Hasil hutan tanaman dari pemilik konsesi hutan tanaman industri jenis kayu pertukangan dan perhutanan sosial dari hutan tanaman rakyat dan kemitraan berpotensi menyumbang ekspor sebesar 495 juta dollar AS. Potensi ini belum dioptimalkan di lahan-lahan konsesi HTI yang tidak aktif.
Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia mencatat terdapat 293 unit pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HT). Sejumlah 92 unit atau 31 persen diantaranya aktif berproduksi dan menanam dan sebanyak 201 unit (68,6 persen) tidak aktif (tidak terbit rencana kerja tahunan dan tidak berproduksi).
Pemegang izin aktif tersebut didominasi IUPHHK-HTI pulp (bubur kertas) dan kertas. Sedangkan IUPHHK tidak aktif didominasi HTI Kayu pertukangan dan HTI Energi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo di Jakarta, Kamis (18/7/2019), mendorong agar pemerintah dan kalangan pelaku usaha bersama-sama menjadikan IUPHHK-HTI yang tidak aktif menjadi aktif dan melakukan penanaman. Perkembangan industri HTI Pertukangan dan HTI Energi ini cenderung tidak aktif karena tidak terintegrasi oleh industri pengolahannya. Selain itu, aksesibilitas sulit sehingga menjadikan biaya operasional dan logistik tinggi.
Perkembangan industri HTI Pertukangan dan HTI Energi ini cenderung tidak aktif karena tidak terintegrasi oleh industri pengolahannya
Kondisi berkebalikan dengan IUPHHK-HTI Pulp yang didominasi dua grup besar APP Sinar Mas dan Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Industri ini telah terintegrasi dengan industri serpih, pengolahan bubur kertas, dan kertas.
Karena itu, Indroyono berharap dilakukan penguatan sektor hulu dan hilir kehutanan melalui insentif kemudahan pembangunan industri on-farm skala kecil untuk pengolahan hasil hutan tanaman.
Selain itu, keberpihakan berupa insentif kebijakan fiskal jangka pendek juga bisa membangkitkan IUPHHK-HTI yang pasif menjadi aktif. Diantaranya, percepatan pembayaran restitusi PPn 10 persen kepada industri kehutanan, peninjauan kembali asumsi penetapan harga kayu untuk basis pengenaan PPh, keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“Kami sedang mengaktifkan kayu pertukangan karena kayu pertukangan ini banyak. Dengan insentif akan menggairahkan pemainnya,” kata Soewarso, Ketua Bidang Hutan Tanaman APHI.
Direktur Eksekutif APHI Purwadi Soeprihanto mengatakan sekarang ini dari 2,5 juta HTI, ada sekitar 400.000-500.000 ha tidak akti dan tidak menanam karena tidak aktif dan tidak bisa dipasok karena jarak cukup jauh. Berbeda dengan yang pasok pulp karena sudah dikelola model pasokannya secara cluster.
Sekarang ini dari 2,5 juta HTI, ada sekitar 400.000-500.000 ha tidak akti dan tidak menanam karena tidak aktif dan tidak bisa dipasok karena jarak cukup jauh
“Yang ingin kami optimalkan angka 500.000 ha untuk memasok ekspor senilai 500 juta dollar AS,” kata dia.
Indroyono pun mengatakan selain dari IUPHHK-HT yang tidak aktif, pasokan kayu pertukangan juga bisa didapatkan dari hasil perhutanan sosial seperti Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Kemitraan. Menurut buku Status Hutan DAN Kehutanan Indonesia 2018, luas HTR mencapai 198.594,868 ha (2007-2014) dan 99.709,872 (2015-2017).
Hasil kayu dari IUPHHK-HTI dan HTR maupun Kemitraan ini berpotensi untuk diolah sederhana (moulding) untuk tujuan ekspor yang bernilai tinggi. Indroyono mencontohkan contoh sukses Vietnam yang memanfaatkan kayu-kayu dari HTI untuk dijual dengan harga tinggi ke IKEA yang telah membuka jaringan toko di Indonesia.
Apabila Indonesia bisa memperbaiki pengelolaan kayu baik mengaktifkan HTI tidak aktif maupun menyentuh permasalahan industri kehutanan lain, mantan Menteri Koordinator Kemaritiman tersebut menunjukkan Indonesia bisa mendatangkan 1,6 miliar dollar AS sehingga membantu menutup celah defisit neraca perdagangan Indonesia sepanjang 6 bulan ini yang mencapai 1,93 miliar AS.