Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyatakan tidak mencabut status cekal terhadap lima orang mantan dewan pengurus Yayasan Kas Pembangunan dan PT Yekape. Penyelidikan kasus korupsi di badan hukum dan perusahaan itu masih berlangsung.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menyatakan tidak mencabut status cekal terhadap lima orang mantan dewan pengurus Yayasan Kas Pembangunan dan PT Yekape. Penyelidikan kasus korupsi di badan hukum dan perusahaan itu masih berlangsung meski aset bernilai lebih dari Rp 5 triliun telah dikembalikan kepada Pemerintah Kota Surabaya.
”Penyelidikan kasus korupsi di YKP dan PT Yekape tetap berjalan dan terus dikembangkan,” ujar Kepala Kejati Jatim Sunarta, Jumat (19/7/2019), di Surabaya. Status cekal dikenakan kepada Sartono, mantan Ketua Dewan Pembina YKP; Mentik Budiwijono, mantan Direktur PT Yekape; serta mantan pengurus YKP, Suryo Harjono, Chairul Huda, dan Catur Hadi Nurcahyo.
”Mereka tidak bisa ke mana-mana sehingga dapat kami periksa sewaktu-waktu untuk pengembangan penyelidikan kasus ini,” kata Sunarta.
Tim jaksa juga telah memeriksa sejumlah pejabat teras dan mantan petinggi Pemkot Surabaya dan DPRD Kota Surabaya.
Mereka tidak bisa ke mana-mana sehingga dapat kami periksa sewaktu-waktu untuk pengembangan penyelidikan kasus ini.
Kelima mantan pengurus YKP dan Yekape tersebut adalah mantan pejabat eksekutif dan legislatif. Selain itu, mantan Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini turut diperiksa sebagai saksi.
Penyelidikan terhadap aset YKP dan Yekape, lanjut Sunarta, ditempuh karena ada dugaan korupsi. Hal ini berawal dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Salah satu isi regulasi itu menyebutkan, kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota) tak boleh memiliki rangkap jabatan.
Padahal, jabatan Ketua YKP sejak dibentuk pada 1951 selalu diemban Wali Kota Surabaya. Pada 2001, jabatan Wali Kota Surabaya diemban oleh Soenarto Soemoprawiro. Karena UU Otonomi Daerah, jabatan Ketua YKP tak bisa diemban pemimpin eksekutif. Saat itu, Sekretaris Daerah Surabaya M Yasin ditunjuk sebagai Ketua YKP.
Namun, pada 2002, Soenarto yang masih menjabat Wali Kota Surabaya menunjuk dirinya sebagai Ketua YKP, sekaligus menempatkan beberapa orang, termasuk kelima pihak yang kini berstatus cekal itu, sebagai dewan pengurus. Mereka memprivatisasi YKP dengan mendirikan PT Yekape dengan dugaan untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Menurut Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jatim Didik Farhan Alisjahdi, dewan pengurus YKP dan PT Yekape diyakini sejak 2007 tidak pernah lagi mau menyetorkan keuntungan kepada Pemkot Surabaya. Padahal, YKP didirikan sebagai bagian dari aset pemerintah.
Dari pemberitaan Kompas, dugaan penyelewengan YKP dan Yekape mencuat, bahkan masuk ke Panitia Khusus DPRD Kota Surabaya pada 2012. Namun, ketika itu, penanganan kasus sulit menembus rapatnya ”benteng” yang dibangun oleh badan hukum dan kongsi tersebut.
Risma mengatakan, sejak menjabat sebagai orang nomor satu pada September 2010 dirinya sudah kesulitan saat ingin menarik kembali aset YKP dan Yekape ke pemerintah. ”Perlawanan begitu besar. Saya sempat hampir putus asa ke mana lagi harus berjuang,” ujarnya saat menerima penyerahan aset YKP dan Yekape di Kejati Jatim, Kamis.
Untuk itu, saat menerima penyerahan aset dari Kejati Jatim, Risma menyatakan seakan tak percaya. ”Ini benar, ya? Ya ampun, terima kasih. Terima kasih. Ternyata bisa kembali,” katanya di hadapan jajaran jaksa, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, kalangan bupati/wali kota, dan pejabat Kantor Badan Pertanahan Nasional Wilayah Jatim yang hadir di Kejati Jatim.
Masih diaudit
Berapa luas dan jumlah bidang aset YKP dan Yekape yang dikembalikan ke pemerintah, menurut Kejati Jatim dan Pemkot Surabaya, masih diaudit. Belum diketahui apalagi diumumkan, mulai dari pendirian dan aksi sepihak ”privatisasi” sudah berapa banyak aset YKP dan Yekape yang telah dijual dan nilainya.
”Maka itu, penyelidikannya terus berkembang. Status cekal dan blokade rekening perbankan bisa bertambah,” kata Sunarta.
Setelah menerima kembali aset bernilai lebih dari Rp 5 triliun itu, Pemkot Surabaya membuat kepengurusan meski masih sementara. Menurut Sekretaris Kota Surabaya Hendro Gunawan, telah dilantik formatur kepengurusan di dewan pembina, dewan pengurus, dan dewan pengawas YKP.
Hendro masuk dalam dewan pembina bersama Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Eri Cahyadi serta Kepala Bagian Hukum Ira Tursilowati. Dewan pengawas diisi oleh Asisten Administrasi Umum Hidayat Syah, Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan dan Otonomi Daerah Dedik Irianto, Inspektur Pembantu Wilayah III Dahliana Lubis, serta Sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Yuniarto Herlambang.
Di dewan pengurus ada Kepala BPKPD Yusron Sumartono, Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Ekawati Rahayu, serta Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang Chalid Bukhari.