Kepala Sekolah Dasar Kurang Pelatihan
Pelatihan bagi calon kepala sekolah penting karena kepala sekolah dituntut mampu mengelola sekolah, termasuk memiliki wawasan pendidikan yang holistik. Namun, pelatihan ini masih minim karena kendala anggaran.
KARAWANG, KOMPAS — Kepala sekolah dasar sederajat belum banyak dilibatkan dalam pelatihan sehingga sering tidak memahami berbagai terobosan metode pemelajaran yang digunakan guru atau pun memutakhirkan kemampuan mengelola sekolah. Bahkan, belum semua sekolah memiliki sistem operasional yang sesuai dengan kebutuhan murid.
Hal tersebut dibahas dalam peluncuran program Inspirasi (Inisiatif Kepemimpinan Pendidikan untuk Raih Prestasi) di Karawang, Jawa Barat, Kamis (18/7/2019). Acara tersebut diikuti oleh perwakilan guru dan kepala sekolah dari 25 SD dan madrasah ibtidaiyah (MI) di Kabupaten Karawang. Program tersebut akan berjalan selama 1,5 tahun untuk membantu kepala sekolah mengembangkan sistem pengelolaan sekolah yang sesuai dengan spesifikasi permasalahan setiap sekolah.
Ketika ditanya mengenai permasalahan di sekolah, seluruh peserta menjawab kendala yang dihadapi ialah kurangnya sarana dan prasarana, jumlah murid di atas 30 orang per kelas, dan perilaku murid yang tidak tertib. "Padahal, masalah-masalah ini sifatnya tersier dan di luar kewenangan kepala sekolah," ujar Manajer Program Inspirasi Yoni Nurdiansyah.
Perihal sarana dan prasarana misalnya, sudah diatur melalui bantuan operasional sekolah (BOS). Akan tetapi, pemanfaatan dana ini sering tidak tepat sasaran akibat kurangnya kompetensi pengelolaan sekolah dan persepsi mengenai pemilahan masalah yang harus diutamakan.
"Pengelolaan sekolah yang utama adalah memikirkan cara agar murid dan guru betah di sekolah untuk sama-sama belajar. Ini lebih dari sekadar kebutuhan infrastruktur, melainkan wawasan pendidikan yang holistik. Umumnya, kepala sekolah belum mampu mengembangkan strategi memanfaatkan aset sekolah dengan efektif karena pikirannya terpaut pendidikan yang baik hanya jika fasilitas lengkap," kata Yoni.
Pengelolaan sekolah yang utama adalah memikirkan cara agar murid dan guru betah di sekolah untuk sama-sama belajar
Di dalamnya berarti kepala sekolah memahami rencana pemelajaran yang dirancang setiap guru, mengevaluasi pelaksanaannya di kelas, memantau perkembangan siswa, serta kreatif dan berani mengambil risiko dalam mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi. Penguasaan kompetensi ini membantu kepala sekolah lebih jernih dan tegas ketika mengajukan proposal permintaan bantuan kepada dinas pendidikan.
Kepala MI Al-I\'anah Ujang Manan mengatakan, dari seri sarana dan prasarana sekolahnya sudah tercukupi. Akan tetapi, masalah yang dinilai terberat adalah kurangnya kompetensi guru mengajar Kurikulum 2013 (K13). Peran sebagai fasilitator belum sepenuhnya dimengerti oleh guru dan tenaga kependidikan.
Menurut dia, pelatihan K13 untuk guru tidak tuntas dan belum diadakan lagi oleh Kantor Wilayah Agama Kabupaten Karawang. Sekolah akhirnya mendatangkan pelatih mandiri. Itupun baru satu kali karena kekurangan dana untuk membayar pelatih.
Sementara itu, guru SDN Belendongan IV Dimyati mengatakan, melalui pemetaan tersebut terungkap bahwa sekolah tempatnya mengajar belum memiliki sistem pengelolaan. Proses belajar berlangsung setiap hari, tetapi guru dan kepala sekolah bingung hasil capaian murid tidak sesuai target.
"Ternyata kami memang belum menyusun sistem yang sesuai dengan kondisi sekolah sehingga targetnya tidak sesuai dengan alur perkembangan murid," katanya.
Minim umpan balik
Hal tersebut juga diakui oleh Kementerian Agama (Kemenag) beserta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Kepala Subdirektorat Madrasah Aliyah Kemenag Kastolan mengungkapkan pemberian umpan balik kepada cara guru mengajar belum dilakukan oleh kepala sekolah. Akibatnya, tidak ada pertukaran gagasan di antara para pendidik.
"Kami mengakui, di madrasah selama ini belum ada penilaian kinerja kepala sekolah. Baru akan dilakukan pada tahun ajaran 2019," ucap Kastolan.
Ia mengungkapkan, masa kerja kepala sekolah paling lama 12 tahun. Namun, mayoritas madrasah dipimpin oleh orang yang sama selama lebih dari 12 tahun tanpa evaluasi kinerja. Oleh sebab itu, mulai tahun 2019, kepala sekolah akan dievaluasi oleh Kemenag per empat tahun. Adapun evaluasi tahunan dilakukan oleh pengawas madrasah.
Direktur Pembinaan Tenaga Kependidikan Kemdikbud Santi Ambarukmi memaparkan, koordinasi kepala sekolah dengan pengawas harus dibahas ulang di setiap dinas pendidikan. Jangan sampai formalitas pengisian formulir laporan lebih diutamakan dibandingkan memantau dan membenahi pemelajaran karena alasan segan kepada atasan.
Selain itu, dari 300.000 kepala sekolah, sebanyak 211.000 belum bersertifikat pendidikan dan pelatihan (diklat) calon kepala sekolah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya bisa membiayai diklat untuk 180.000 kepala sekolah. Serupa dengan Kemenag yang memiliki 70.000 madrasah dan 67.000 berstatus swasta. Akan tetapi, APBN hanya mampu mandanai pembinaan untuk 6.600 kepala sekolah swasta.
Dari 300.000 kepala sekolah, sebanyak 211.000 belum bersertifikat pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah
"Keterlibatan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melaksanakan pelatihan rutin adalah keniscayaan. Bagaimanapun, guru adalah pegawai pemerintah daerah," tutur Santi.
Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana mengutarakan, strategi pendidikan di wilayahnya adalah membangun mental pejuang bagi guru dan murid. Walaupun Karawang adalah daerah industri, pemerintah tidak mengadvokasi murid agar bercita-cita sekadar bekerja di pabrik, termasuk mereka yang bersekolah di SMK.
"Suatu saat pabrik-pabrik akan mengalami otomasi. Murid harus punya mental pejuang agar terus mau belajar dan menambah kompetensi," ucapnya.