Persoalan sampah di kawasan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, ditangani lewat kolaborasi pemerintah, dunia usaha, produsen kemasan plastik, dan warga. Destinasi yang mendunia dengan ikon komodo itu harus dijaga kebersihannya agar pengunjung tetap nyaman dan keseimbangan alam terjaga.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
LABUAN BAJO, KOMPAS — Persoalan sampah di kawasan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, ditangani lewat kolaborasi pemerintah, dunia usaha, produsen kemasan plastik, dan warga. Destinasi yang mendunia dengan ikon komodo itu harus dijaga kebersihannya agar pengunjung tetap nyaman dan keseimbangan alam terjaga.
Penanganan sampah tidak sebatas mengajak masyarakat membuang sampah pada tempatnya. Lebih dari itu, masyarakat didorong memanfaatkan sampah terutama daur ulang sebagai peluang bisnis yang menjanjikan seperti dilakukan di daerah lain di Indonesia.
Kolaborasi itu ditandai dengan pengiriman perdana sampah plastik daur ulang seberat 2,5 ton dari Labuan Bajo ke Denpasar, Bali dan Surabaya, Jawa Timur, Jumat (19/7/2019).
Sampah yang dikumpulkan sejak Januari 2019 itu dipilah dan dikemas di Pusat Daur Ulang Labuan Bajo, sebuah program kolaborasi antara Pemkab Manggarai Barat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Danone Indonesia.
Bupati Manggarai Barat Agustinus Dula mengatakan, sumbangan terbesar sampah plastik di Labuan Bajo dan sekitarnya berasal dari hotel dan restoran, kapal-kapal wisata, serta lokasi wisata pulau seperti Komodo, Padar, dan Rinca. Mengutip data World Wildlife Fund, dalam satu hari, produksi sampah di daerah tersebut mencapai 12,8 ton atau 112,4 meter kubik.
Berbeda dengan sampah di darat yang dapat ditangani dengan mudah, sampah di laut sulit dikendalikan. ”Baru dibersihkan, satu jam kemudian muncul lagi dibawa arus ke pesisir,” ujarnya.
Oleh karena itu, ada petugas khusus yang menangani sampah di laut. Pengelola hotel dan restoran di tepi pantai juga bertanggung jawab atas kebersihan di dekat kawasan mereka.
Pengelola hotel dan restoran di tepi pantai juga bertanggung jawab atas kebersihan di dekat kawasan mereka.
Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Suseno mengatakan, kebutuhan plastik tidak bisa dihindari sehingga berimbas pada volume sampah. Ia mengajak konsumen bijak menggunakan plastik. Konsumsi plastik di Indonesia kini mencapai 5,3 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, hanya 36 persen yang terangkut ke tempat pembuangan akhir dan sebagian dibuang ke laut.
Khusus sampah plastik, hanya 20 persen yang didaur ulang. Sampah plastik yang terbuang ke laut merusak biota perairan yang menjadi daya tarik wisata bawah air seperti Labuan Bajo dan sekitarnya. Ketika kondisi itu terjadi, wisatawan tak lagi menjadikan Labuan Bajo sebagai destinasi pilihan. ”Ini perlu kolaborasi semua pihak,” ujar Suseno.
Sementara itu, dalam kegiatan yang sama, Deputi IV Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Safri Burhanuddin mengatakan, pemerintah pusat memberikan perhatian penuh terhadap destinasi wisata Labuan Bajo dan sekitarnya. Itu ditunjukkan dengan beberapa kali kunjungan Presiden Joko Widodo ke Labuan Bajo. Safri berjanji akan mempermudah bantuan bagi program pengelolaan sampah plastik daur ulang ataupun untuk pupuk organik.
Direktur Sustainable Development Danone Indonesia Karyanto Wibowo mengatakan, sebagai salah satu produsen plastik di Indonesia, pihaknya ikut bertanggang jawab terhadap pengelolaan sampah plastik di Labuan Bajo. Sampah plastik yang terkumpul di Labuan Bajo oleh pihak Danone dibeli lalu dijual ke industri daur ulang. Di Indonesia, Danone memiliki tujuh pusat daur ulang plastik.
Pihak Danone, lanjut Karyanto, juga melakukan inovasi produksi termasuk menggunakan kemasan daur ulang sampah plastik yang diproduksi sebelumnya atau yang dinamakan sirkular ekonomi. Peran masyarakat luas dan dukungan pemerintah dengan segala kewenangannya diperlukan untuk menopang rantai sirkular tersebut.