Lobi memperebutkan kursi pimpinan MPR 2019-2024 telah berlangsung. Pimpinan MPR diharapkan berasal dari parpol pendukung pemerintah dan yang ada di luar pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS – Partai-partai politik mulai melakukan lobi-lobi mengincar kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang akan ditetapkan pada Oktober mendatang. Di tengah konstelasi politik di parlemen yang mayoritas dikuasai partai-partai pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin, komposisi paket pimpinan yang akan diusulkan kemungkinan bersifat cair dan melebur lintas koalisi.
Para elite politik berpendapat, pimpinan MPR periode 2019-2024 sebaiknya terdiri dari seluruh unsur parpol yang ada di parlemen, yaitu gabungan elite parpol koalisi pemerintah dan non-pemerintah.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan, sebaiknya unsur pimpinan MPR bisa merepresentasikan seluruh kekuatan parpol yang ada di parlemen. Ia berharap, Koalisi Indonesia Kerja dan Koalisi Indonesia Adil Makmur bisa melebur menjadi satu di MPR.
MPR dipandang berbeda dari DPR yang merupakan lembaga politis dan diharapkan bisa menjadi representasi persatuan dan rekonsiliasi pascakontestasi pemilu yang sengit.
"MPR merupakan rumah kebangsaan bagi Indonesia, sehingga pimpinan MPR dapat mewarnai spektrum politik nasional dan bisa menjadi representasi persatuan Indonesia," ujar Ahmad Basarah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/07/2019).
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Undang-Undang MD3), penentuan kursi pimpinan MPR dilakukan lewat sistem paket yang akan dipilih oleh anggota MPR, yang terdiri dari 575 anggota DPR dan 136 anggota DPD.
Gabungan partai-partai dan DPD akan mengusulkan sejumlah paket pimpinan MPR yang terdiri dari empat orang calon pimpinan dari unsur partai dan satu dari unsur DPD. Paket pimpinan tersebut akan dipilih secara musyawarah untuk mufakat atau voting.
Adapun koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-Amin ke depan menguasai 349 kursi atau 60,7 persen dari total 575 kursi DPR. Sementara, empat parpol pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno diproyeksikan menguasai 226 kursi DPR.
Basarah mengatakan, dari sekarang, elite masing-masing partai sudah mulai melakukan lobi-lobi politik untuk menentukan paket pimpinan MPR. "Kami berharap, pada sidang paripurna MPR nanti, penetapan pimpinan MPR bisa melalui musyawarah, dan tidak perlu melalui voting, karena para elite dan pimpinan fraksi sudah melakukan lobi-lobi sebelumnya," katanya.
Tak Mengincar
Menurut Basarah, PDI-P tidak mengincar posisi pimpinan MPR karena sudah mendapat jatah kursi ketua DPR sebagai partai pemenang pemilu. Lima partai pendukung pemerintah akan terlebih dahulu menyepakati komposisi paket calon pimpinan yang akan diajukan. Terlebih, karena jabatan pimpinan MPR itu kini diperebutkan partai-partai koalisi.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, Golkar mengincar posisi ketua MPR karena mendapat urutan kursi kedua terbanyak di parlemen pada Pemilu 2019. “Kami sudah membahas soal posisi ini dengan beberapa partai juga, karena posisi ketua MPR itu ditentukan berdasarkan urutan jumlah kursi,” ujarnya.
Namun, Wakil Sekretaris Jenderal PKB Jazilul Fawaid menegaskan, itu belum disepakati. Golkar dan PKB masih sama-sama berpeluang menempati kursi ketua MPR. Untuk itu, ia berpendapat, koalisi tidak perlu terburu-buru mengiyakan ajakan untuk mengajukan paket pimpinan MPR bersama partai-partai eks pendukung Prabowo. “Kami fokus di internal koalisi dulu saja, kita bangun kebersamaan dulu,” ujarnya.
Sementara itu, Gerindra mempertimbangkan mengusulkan paket pimpinan MPR bersama PDI-P dan partai-partai koalisi pendukung Jokowi lainnya. Menurut Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani, konstelasi di parlemen berbeda dibandingkan saat pemilu lalu. Oleh karena itu, meski merupakan rival saat pilpres, Gerindra dan PDI-P bisa saja ‘berkoalisi’ saat pemilihan pimpinan MPR.
Saat ini, ujarnya, lobi-lobi masih berlangsung intensif antara partai-partai pemilik kursi di DPR. Ada kemungkinan Gerindra mengajukan opsi paket pimpinan melalui melebur bersama partai-partai pendukung Jokowi, ada pula opsi Gerindra mengajukan paket pimpinan MPR sendiri bersama kekuatan partai eks pendukung Prabowo.
Lobi-lobi baru akan dimatangkan per akhir September. “Kita tahu bahwa di gedung DPR ini, pada akhirnya lobi-lobi yang akan menentukan. Saat ini, peluangnya masih terbuka ke mana saja, semua masih cair,” katanya.
Menurut Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, komposisi kursi pimpinan MPR akan dibicarakan dahulu di internal koalisi eks pendukung Prabowo, sebelum mempertimbangkan mengusulkan paket pimpinan bersama partai-partai pendukung Jokowi-Amin. “Saya kira nanti semua bisa diselesaikan dengan musyawarah, tidak bisa hanya berpatok pada apa yang diinginkan kami masing-masing,” ujar Zulkifli.