Mengingat Kembali M Tabrani, Pencetus Bahasa Indonesia yang Terlupakan
Mungkin tak banyak yang mengenal sejarah hidupnya. Tetapi, jasanya terhadap kelahiran bangsa Indonesia luar biasa. Itulah M Tabrani, jurnalis kelahiran Pamekasan, Madura, 10 Oktober 1904, yang mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada Kongres Pemuda I tahun 1926.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
Mungkin tak banyak yang mengenal sejarah hidupnya. Tetapi, jasanya terhadap kelahiran bangsa Indonesia luar biasa. Itulah M Tabrani, jurnalis kelahiran Pamekasan, Madura, 10 Oktober 1904, yang mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada Kongres Pemuda I tahun 1926.
”Nama bahasa persatuan hendaknya bukan bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia. Kalau belum ada, harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia pertama ini,” kata Tabrani dalam catatan Sebuah Otobiografi M Tabrani: Anak Nakal Banyak Akal.
Dalam pernyataan di atas, Tabrani sebagai Ketua Kongres menolak gagasan Mohammad Yamin yang mengusulkan butir ketiga resolusi kongres, yaitu ”menjunjung bahasa persatuan, bahasa Melayu”. Karena belum ada titik temu, pembahasan tersebut ditunda sampai digelar kembali Kongres Pemuda Indonesia II pada 1928.
Usulan Tabrani mengganti bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia langsung disepakati secara bulat pada Kongres Pemuda Indonesia II yang dipimpin Soegondo Djojopoespito. Dari sinilah lahir butir ketiga Sumpah Pemuda, ”Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia”.
Usulan Tabrani mengganti bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia langsung disepakati secara bulat pada Kongres Pemuda Indonesia II yang dipimpin Soegondo Djojopoespito.
Gagasan Tabrani untuk menggunakan bahasa Indonesia sebenarnya sudah mulai mencuat dalam tulisannya di harian HindiaBaru tanggal 10 Januari 1926. Dalam kolom Kepentingan dengan judul ”Kasihan”, ia menyebut bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan oleh bangsa kita kebanyakan. Konsep kebangsaan di sini merujuk pada kondisi nyata keberagaman manusia (orang-orang Indie) yang bersifat kedaerahan/kesukuan, seperti munculnya organisasi-organisasi pemuda pada masa itu.
Bahkan, pada koran Hindia Baru kolom Kepentingan edisi 11 Februari 1926 dengan tulisan berjudul ”Bahasa Indonesia”, Tabrani secara tegas mengatakan, ”Bangsa Indonesia belum ada, terbitkanlah bangsa Indonesia itu!, Bahasa Indonesia belum ada, terbitkanlah bahasa Indonesia itu!”
Pemikiran Tabrani untuk membuat bahasa baru, bahasa Indonesia sangat beralasan, terutama agar persatuan pemuda-pemuda dari banyak daerah dan suku semakin erat. Jika bahasa yang digunakan Melayu seperti diusulkan Yamin, seolah-olah sebutan itu mengandung sifat imperialisme dari bahasa Melayu kepada bahasa-bahasa lain.
”Karena menurut keyakinan kita, kemerdekaan bangsa dan Tanah Air kita Indonesia ini terutama akan tercapai dengan jalan persatuan anak Indonesia yang antara lain terikat oleh bahasa Indonesia,” ujar Tabrani waktu itu.
Maka, sangat wajar dan layaklah jika jurnalis ini mendapatkan sebutan sebagai perintis kemerdekaan seperti tertera di atas nisannya di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta. Jika tak ada bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu, bisa dibayangkan bagaimana rumitnya komunikasi antarmasyarakat di Indonesia yang terdiri atas 1.300 suku bangsa dengan bahasa daerah masing-masing.
Meskipun kiprahnya sangat luar biasa, hingga kini tokoh perintis kemerdekaan yang wafat 12 Januari 1984 ini belum mendapatkan penghargaan yang layak dari bangsa Indonesia. Bahkan, nama Tabrani pun jarang sekali disinggung dalam perbincangan sejarah di sekolah-sekolah dan universitas.
Gelar pahlawan nasional
Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dadang Sunendar mengatakan, setelah agak lama tertunda, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan kini mulai menyiapkan pengusulan M Tabrani sebagai pahlawan nasional ke Kementerian Sosial.
Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan kini mulai menyiapkan pengusulan M Tabrani sebagai pahlawan nasional ke Kementerian Sosial.
”Kami mengawalinya dua bulan lalu dengan perubahan nama Gedung Samudera di Kantor Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan menjadi Gedung M Tabrani. Kami juga mengusulkan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk penamaan Jalan M Tabrani di dekat Jalan Sumpah Pemuda, Jakarta,” ucapnya, Kamis (18/7/2019), saat berziarah ke makam Tabrani di TPU Tanah Kusir.
Pengajuan gelar pahlawan nasional kepada Tabrani dilakukan dalam berbagai tahapan, mulai dari penamaan gedung, pengusulan nama Jalan M Tabrani di Jakarta, pengajuan pemberian penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta penelusuran data di keluarga almarhum baik di Jakarta maupun Madura. Persiapan dan pengumpulan data pengajuan usulan gelar pahlawan nasional dilakukan hingga April 2020.
Amie Primarni Tabrani, putri bungsu Tabrani, sangat terharu ayahnya mendapatkan perhatian dan penghargaan kembali dari masyarakat Indonesia melalui Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan.
”Dulu nama Ayah masih disebut dalam buku sejarah SD sebagai Ketua Kongres Pemuda pertama, tetapi setelah itu jarang terdengar. Semoga dengan momen ini, rekam jejak sejarah tidak hilang. Kita butuh ikon-ikon pahlawan yang tak hanya berkonotasi sebagai pahlawan perang, tetapi juga pahlawan-pahlawan lainnya, pahlawan bahasa belum ada. Ini adalah momen penting untuk menumbuhkan lagi kecintaan terhadap bahasa Indonesia,” katanya.