Penanganan multidisiplin dalam pengobatan kanker perlu diterapkan secara tepat. Penanganan dengan pendekatan lintas disiplin ini dinilai efektif karena mayoritas pasien yang berobat kini sudah dalam stadium lanjut dan memiliki penyakit penyerta. Untuk itu, regulasi yang tegas dan jelas dari pemerintah dibutuhkan agar sistem ini bisa berjalan secara konsisten.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan multidisiplin dalam pengobatan kanker perlu diterapkan secara tepat. Penanganan dengan pendekatan lintas disiplin ini dinilai efektif karena mayoritas pasien yang berobat kini sudah dalam stadium lanjut dan memiliki penyakit penyerta. Untuk itu, regulasi yang tegas dan jelas dari pemerintah dibutuhkan agar sistem ini bisa berjalan secara konsisten.
Ketua Umum Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) dan Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Aru Wicaksono Sudoyo mengatakan, pelayanan kanker di rumah sakit tidak cukup hanya mengandalkan satu bidang keahlian dokter. Tim terpadu yang mencakup para pakar multidisiplin ilmu diperlukan agar penanganan kanker terhadap pasien bisa diberikan secara komprehensif dan efektif.
”Dalam pengobatan kanker perlu penanganan multidisiplin sehingga perlu dilakukan secara tim. Setidaknya, tim multidisiplin ini terdiri dari dokter bedah, onkologi medik, radioterapi, perawat, internis, juga penunjang lainnya. Jadi, pasien bisa mendapatkan penanganan utuh sesuai dengan kondisinya,” ujarnya di sela-sela acara simposium bertajuk ”The Role of Internist in Cancer Management (Roicam) Ke-7” di Jakarta, Jumat (19/7/2019).
Acara ini merupakan kegiatan rutin yang digelar Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (Perhompedin) Cabang Jakarta setiap tahun. Kali ini, simposium yang diadakan untuk mengumpulkan tenaga ahli layanan penanganan kanker. Diharapkan, melalui pertemuan ini, penanganan pasien kanker bisa semakin baik.
Aru mengatakan, penanganan pasien kanker dengan pendekatan multidisiplin menjadi penting karena banyak pasien yang berobat sudah pada stadium lanjut. Ia mencontohkan, pada pasien kanker kolorektal dengan stadium lanjut biasanya sudah ada penyakit penyerta dan menyebar pada organ lain, seperti hati. Melalui pendekatan multidisiplin, tata laksana pengobatan bisa dilakukan kolaboratif dan ada pertukaran ilmu pengetahuan antartenaga kesehatan.
Sayangnya, pendekatan multidisplin dalam menangani pasien kanker menghadapi berbagai tantangan. Jadwal setiap dokter spesialis yang berbeda-beda serta masih adanya ego dokter spesialis menjadi permasalahan yang belum selesai.
Kendala lain, karena jumlah dokter spesialis, penyebaran dokter spesialis belum merata. Begitu juga pengadaan fasilitas medis yang mumpuni masih minim. ”Jika mau bisa berjalan secara konsisten, (penanganan pasien dengan tim multidisiplin) harus ada perintah yang bersifatnya top-down. Jadi, ada regulasi yang tegas. Kementerian Kesehatan sebenarnya sudah berencana mengeluarkan peraturan menteri yang mengatur hal ini, tetapi belum juga terealisasi,” kata Aru.
Ketua Pengurus Pusat Perhompedin Djumhana Atmakusuma menambahkan, upaya penanggulangan kanker memang perlu dilakukan oleh sejumlah pihak, mulai dari pemerintah, profesi, lembaga swadaya, swasta, hingga masyarakat. Melalui kerja sama ini, diharapkan tercipta pelayanan kanker yang bermutu, aman, tepat guna, dan berdaya saing.
”Yang lebih penting tetap pada upaya pencegahan. Penyakit kanker bisa disebabkan faktor lingkungan. Mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat merupakan cara efektif yang bisa dilakukan, termasuk menjauhi lingkungan yang berisiko,” ujarnya.