Seiring dengan kemajuan ekonomi di Asia Tenggara, kawasan ini juga menghadapi peningkatan kejahatan lintas negara atau transnasional terorganisasi.
Lebih dari satu dekade terakhir, tak ada konflik berlarut-larut yang sampai menghambat pertumbuhan di Asia Tenggara. Negara-negara di kawasan ini dapat meningkatkan ekonomi, sejalan dengan kebangkitan Asia-Pasifik sebagai motor pertumbuhan global. Terjadi kemajuan perdagangan di antara negara Asia Tenggara, yang berarti ada pertambahan volume dan laju lalu lintas barang serta manusia di kawasan.
Harus diakui, di sisi lain, pertumbuhan lalu lintas barang dan manusia memunculkan tantangan serius bagi pengelolaan perbatasan di Asia Tenggara. Di situsnya, Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) menilai petugas perbatasan di wilayah ini belum memiliki perlengkapan memadai sehingga sulit memerangi perdagangan orang, narkoba, dan bahan kimia pembuatnya, termasuk satwa liar, kayu, serta barang palsu secara komprehensif. Pada akhirnya, pengawasan dan pengelolaan perbatasan yang lemah itu akan membuat skala kejahatan transnasional terorganisasi di Asia Tenggara terus membesar.
Laporan UNODC berjudul Transnational Organized Crime in Southeast Asia: Evolution, Growth and Impact, 18 Juli 2019, menyebutkan bahwa narkoba sintetis dengan cepat telah menjadi bisnis gelap paling menguntungkan di Asia Tenggara. Hal ini terjadi karena kelompok kejahatan terorganisasi terus mengembangkan model bisnis dan memperluas pasar narkoba metamfetamin yang bernilai hingga 61,4 miliar dollar Amerika Serikat (Rp 854,4 triliun) per tahun. Laporan tersebut mengungkapkan pula bahwa terjadi peningkatan perdagangan orang di antara negara-negara Asia Tenggara.
Isu pengelolaan perbatasan untuk mengatasi kejahatan transnasional terorganisasi telah menjadi perhatian para pemimpin di KTT ASEAN, di Bangkok, bulan lalu. Pemimpin negara Asia Tenggara menyadari urgensi memperkuat kerja sama pengelolaan perbatasan. Tentu masalah tak bisa ditangani hanya lewat pernyataan komitmen. Dibutuhkan penerjemahan di tingkat operasional yang memiliki kerumitan dan kesulitan tinggi. Meski demikian, pemimpin ASEAN diharapkan terus gigih mewujudkan kerja sama pengelolaan perbatasan sebaik mungkin. Penegakan hukum dan kapasitas petugas harus terus diperbaiki lewat kolaborasi antarnegara.
Laporan UNODC tersebut sepatutnya menjadi ”peringatan” bagi pemimpin ASEAN. Ada dampak yang harus diatasi dari tumbuhnya perekonomian dan keterbukaan lalu lintas barang serta warga di antara negara Asia Tenggara. Jika dampak ini tak segera diatasi, kejahatan transnasional terorganisasi akan kian kuat di Asia Tenggara. Hal ini bukan tak mungkin bakal menggerogoti kemakmuran yang telah dihasilkan. Problem kemiskinan pun sulit diatasi karena kue kesejahteraan direbut dan dinikmati lingkaran organisasi kejahatan transnasional.