Distribusi Logistik Pengungsi Gempa Halmahera Lewat Laut dan Udara
Distribusi logistik bagi korban gempa berkekuatan magnitudo 7,2 yang mengguncang Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, pada pekan lalu dipercepat lewat jalur laut dan udara. Barang bantuan yang sebelumnya menumpuk di pos komando tingkat kabupaten dan provinsi telah diangkut menggunakan kapal dan helikopter.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
TERNATE, KOMPAS — Distribusi logistik bagi korban gempa dengan magnitudo 7,2 yang mengguncang Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, pada pekan lalu dilakukan lewat laut dan udara. Tujuannya, mempercepat penyaluran logistik yang sebelumnya menumpuk di pos komando tingkat kabupaten dan provinsi.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Maluku Utara Ali Yau yang dihubungi Kompas dari Jakarta pada Sabtu (20/7/2019) mengatakan, distribusi itu menggunakan helikopter milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan kapal milik Badan SAR Nasional. Ditargetkan, distribusi bantuan akan diberikan secara merata pada Minggu (21/7/2019).
”Memang semua desa belum dapat bantuan secara merata karena akses yang sulit. Banyak desa belum terhubung jalan darat. Ada yang coba pakai perahu motor, tapi gelombangnya tinggi. Koordinasi juga tidak lancar karena akses komunikasinya sulit sekali. Tim terus bekerja cepat dengan helikopter dan kapal,” tuturnya.
Gempa M 7,2 pada 14 Juli lalu memicu kerusakan di 11 kecamatan dan 77 desa. Sebanyak tujuh orang dilaporkan meninggal. Lima orang di antaranya meninggal pada saat kejadian. Selain itu, 34 orang mengalami luka berat dan 95 lainnya menderita luka ringan. Sebanyak 51.637 jiwa mengungsi.
Sementara itu, kerugian material meliputi 1.176 unit rumah rusak berat, 1.558 unit rumah rusak sedang, 41 unit fasilitas umum rusak berat, dan 43 lainnya rusak ringan. Menurut Ali, data tersebut masih terus diperbarui. Pihaknya masih fokus untuk proses tanggap darurat.
Yang dibutuhkan (pengungsi) saat ini adalah terpal, selimut tikar, air minum, dan makanan bagi anak balita.
”Yang dibutuhkan (pengungsi) saat ini adalah terpal, selimut tikar, air minum, dan makanan bagi anak balita,” ujar Ali.
Bantuan dari sejumlah pihak terus mengalir. BNPB mendatangkan 41 unit tenda pengungsian yang sebagian besar telah didistribusikan ke daerah terdampak yang hampir semuanya berada di pesisir. Untuk mempercepat distribusi, dibentuklah tujuh regu besar.
”Kami juga berterima kasih kepada sukarelawan yang datang dengan caranya sendiri-sendiri untuk membantu para korban. Mereka bahkan menyewa perahu motor dalam kondisi gelombang tinggi dan berjalan kaki dari desa ke desa yang sangat jauh jaraknya,” kata Ali.
Sewa perahu
Sejumlah pihak menyayangkan kenaikan harga sewa perahu motor dari Labuha, ibu kota Kabupaten Halmahera Selatan, di Pulau Bacan ke lokasi gempa yang berada di Pulau Halmahera. Harga sewa perahu motor yang sebelumnya paling mahal Rp 500.000 itu kini naik hingga Rp 2 juta.
”Entah kenapa sampai semahal ini. Banyak wartawan belum bisa meliput ke sana,” ujar Faris Bobero, pewarta lokal yang dihubungi secara terpisah.
Kondisi itu menyebabkan banyak sukarelawan juga ikut tertahan di Labuha dan Ternate. Daerah terdampak gempa itu dicapai dari Ternate dalam waktu sekitar 12 jam menggunakan kapal laut. Diharapkan pemerintah daerah menambah lagi kapal untuk distribusi logistik dan mengangkut para sukarelawan.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Ternate Kustoro Hariyatmoko mengatakan, gempa susulan masih terus terjadi. Hingga Sabtu pagi pukul 08.50 WIT, kejadian gempa susulan tercatat sebanyak 128 kali dengan 36 kejadian di antaranya terasa getarannya.
Ia mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak terpancing isu yang menyesatkan, seperti adanya gempa besar pada beberapa waktu mendatang atau adanya tsunami besar. Semua isu tersebut adalah hoaks. Gempa tidak bisa diprediksi. Ketakutan masyarakat itu disebabkan rentetan gempa yang terjadi dalam dua minggu terakhir.
Menurut catatan BMKG, sebelumnya terjadi gempa berkekuatan M 7,0 di Laut Maluku, sekitar 133 kilometer arah barat daya Kota Ternate, Maluku Utara, pada Senin (8/7/2019). Daerah itu rawan gempa. Pada 2016, Maluku Utara diguncang gempa 862 kali, pada 2017 sebanyak 852 kali, dan pada 2018 sebanyak 903 kali.