Semangat ”Merah Putih” tak pernah padam dalam diri warga Indonesia di Gothenburg, Swedia. Puluhan tahun mereka menetap di sana, namun, hati mereka tertambat di Nusantara. Rasa cinta pada tanah air itu terus mereka rawat, salah satunya melalui dukungan pada tim-tim sepak bola usia muda dari Indonesia yang setiap tahun tampil di Piala Gothia.
”Kalian semangat ya, jangan takut dengan bule-bule itu. Mereka cuma besar badan saja. Kalian lebih baik dari mereka,” ujar Ida Tallberg (55), menyemangati tim LKG-SKF Indonesia.
Ida yang berasal dari Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, datang bersama belasan warga Indonesia, tua dan muda. Mereka mendukung tim LKG-SKF Indonesia menghadapi tim tuan rumah Stangebro United 2 pada babak 64 besar Boys 15 Piala Gothia di SKF Arena, Heden, Gothenburg, Kamis (18/7/2019).
Rasanya bangga melihat anak-anak Indonesia bisa bersaing di kancah internasional
Teriakan yang menyusup di antara yel-yel dari kerumunan warga lokal itu, membakar semangat anak-anak lulusan Liga Kompas itu. Teriakan ”Indonesia! Indonesia!, Indonesia!” tak berhenti mengalir sepanjang laga.
Suara mereka sejatinya kalah meriah dengan teriakan warga lokal yang mendukung tim Swedia. Namun, karena konsistensi warga Indonesia berteriak memberi dukungan, beberapa warga dan peserta dari negara lain akhirnya bersimpati, dan turut membantu mendukung Indonesia.
Warga Indonesia itu mendukung sepenuh hati. Mereka pun tetap merasa bangga dengan perjuangan anak-anak tersebut, meskipun akhirnya kalah 1-4. Mereka mendatangi anak-anak yang terus menangis menyesali kekalahan. Mereka membesarkan hati anak-anak agar tak putus asa, karena jalan kerier sepak bola mereka masih panjang.
”Terima kasih om dan tante untuk dukungannya selama kami di sini. Kami sudah berjuang mati-matian tapi gagal,” kata penyerang tim LKG-SKF Indonesia Muhammad Faiz Maulana (15) yang mencetak satu-satunya gol tim LKG-SKF Indonesia di laga itu.
Piala Gothia merupakan kejuaraan sepak bola kelompok umur yang sudah bergulir sejak 1975. Banyak bintang sepak bola yang dulu tampil di sana, di antaranya Zlatan Ibrahimovic, Andrea Pirlo, Emmanuel Adebayor, dan Alan Shearer.
Dukungan penuh
Dukungan warga Indonesia di Gothenburg itu, tidak sebatas di lapangan. Mereka juga mendukung penuh di luar lapangan. Seusai laga LKG-SKF Indonesia dan IFK Eskilstuna 2 pada babak 128 besar, Rabu (17/7) petang, misalnya, mereka membantu bek kanan Muhammad Adlin Cahya Prastya (15), yang cedera lutut.
Mereka ini duta bangsa dan negara
Mereka sigap membantu Adlin untuk berjalan ke ruang medis, dan memastikan mendapatkan perhatian penuh dari petugas medis. Saat Adlin harus dievakuasi ke rumah sakit, Adolf Teintang yang sudah berusia 80 tahun, cekatan mencari tandu. Usia yang lanjut tak mengurangi semangat Adolf yang berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara dan sudah tinggal di Swedia sejak 1965 itu, untuk membantu.
”Kami sayang betul dengan anak-anak ini. Mereka ini duta bangsa dan negara. Lewat prestasi mereka, nama baik Indonesia dikenal di luar negeri,” tutur Adolf yang sudah menjadi warga negara Swedia sejak 1970-an itu.
Di luar semua itu, warga Indonesia itu juga selalu menyediakan makanan khas Indonesia. Menu nusantara itu sangat membantu, mengingat lidah anak-anak Indonesia masih asing dengan makanan Eropa.
Rela cuti
Untuk menyaksikan tim Indonesia, warga Indonesia di Swedia, rela cuti agar tidak ketinggalan mendukung. Ida, yang bekerja sebagai asisten di rumah sakit di Gothenburg, misalnya, mengambil cuti sepanjang Juli untuk liburan musim panas dan mendukung anak-anak Indonesia di Piala Gothia.
”Kami di sini juga rutin bertemu sebulan sekali, untuk sekadar makan atau cuma jalan-jalan bareng. Tapi, pertemuan paling ditunggu adalah saat berkumpul mendukung tim Indonesia di Piala Gothia. Kumpul-kumpul sambil mendukung tim Indonesia itu rasanya lebih seru karena kami bisa teriak-teriak bareng,” ujar Ida yang hampir seperempat abad tinggal di Swedia.
Diplomasi olahraga
Warga Indonesia di Swedia sangat mendukung diplomasi olahraga untuk memperkenalkan Indonesia di kancah internasional. Prestasi di dunia olahraga bisa mempercepat penyebaran citra positif suatu negara di level dunia.
Jadi, saya sangat sedih ketika melihat dan mendengar berita dari Indonesia, justru orang Indonesia sekarang terpecah-pecah karena politik
Tak heran, sejak Piala Gothia mulai digulirkan pada 1975, Adolf menjadi salah satu orang yang terus mengajak Kedutaan Besar Indonesia di Stockholm agar mengirim tim Indonesia ikut kejuaraan itu. Namun, mimpi Adolf melihat tim Indonesia berlaga di Piala Dunia remaja tersebut baru terealisasi 10 tahun terakhir.
”Rasanya bangga melihat anak-anak Indonesia bisa bersaing di kancah internasional. Orang-orang lain jadi tahu bahwa orang Indonesia juga bisa bersaing di level internasional,” kata Adolf yang pernah menjadi atlet judo pada PON V 1961 di Bandung, Jabar.
Warga Indonesia yang tinggal di Swedia, kebanyakan karena berpasangan dengan warga lokal, bekerja, atau sekolah. Mereka berasal dari berbagai daerah, Sulawesi, Bali, Jawa, hingga Sumatera. Populasi mereka kecil— kurang dari 1 persen dari populasi Swedia sekitar 10 juta jiwa— tetapi mereka kompak dan toleran.
”Jumlah yang sedikit ini justru kadang membuat hubungan kekerabatan kami semakin erat. Di negeri orang ini, kehadiran orang-orang yang berasal dari daerah atau negara yang sama rasanya sangat berarti. Jadi, saya sangat sedih ketika melihat dan mendengar berita dari Indonesia, justru orang Indonesia sekarang terpecah-pecah karena politik,” tutur Adolf.