Merawat Tunas Ekonomi Baru
Ibarat tunas yang baru tumbuh, pariwisata Jakarta memperlihatkan pertumbuhan yang menggembirakan selalu dua tahun terakhir. Jumlah wisatawan mancanegara naik 5,7 persen pada 2018 dari 2017, melebihi target 5 persen per tahun. Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi.
Di tengah melemahnya sektor konstruksi dan perdagangan sekarang, kajian Bank Indonesia (BI) Perwakilan DKI Jakarta memperlihatkan pariwisata dapat menjadi sumber ekonomi baru Jakarta.
Sektor pariwisata merupakan sektor paling dominan dalam ekspor jasa yang merupakan penopang utama ekspor Jakarta. Di bidang konstruksi, Jakarta mengalami penurunan karena sudah selesainya sejumlah pembangunan proyek-proyek besar seperti moda raya terpadu (MRT) dan kereta ringan (LRT). Beberapa tahun terakhir, pembangunan proyek-proyek itu sangat mendongkrak ekonomi Jakarta.
”Mesin pertumbuhan ekonomi yang bersifat produktif dan dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan adalah investasi dan ekspor. Dari sisi ekspor, penopang utama ekspor Jakarta adalah ekspor jasa, di dalamnya didominasi oleh sektor pariwisata,” kata Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan BI DKI Jakarta M Cahyaningtyas saat paparannya di Yogyakarta, pekan ini.
Di Jakarta kedatangan wisatawan mancanegara terutama untuk berbisnis mencapai 53 persen, sementara 47 persen untuk wisata leisure. Dengan demikian, pengembangan industri pertemuan, insentif, konvensi/konferensi, dan pameran (MICE) dapat menjadi pijakan awal mendorong industri pariwisata Jakarta untuk menarik wisatawan mancanegara. Cahyaningtyas menekankan pentingnya menarik wisatawan mancanegara karena merekalah yang mendatangkan devisa.
Indikator
Meskipun berada di luar 20 kota dengan kunjungan asing tertinggi di dunia, Jakarta memiliki potensi besar karena pertumbuhan kunjungan wisatawan manacanegaranya berada di peringkat kelima dunia setelah Osaka, Chengdu, Colombo, Abu Dhabi, dan Tokyo.
Pertumbuhan jumlah wisatawan ke Jakarta mengalami peningkatan selama setidaknya dua tahun terakhir. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Jakarta tahun 2018 tumbuh 5,79 persen dibandingkan dengan 2017. Pertumbuhan ini melampaui target rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2017-2022 sebesar 5 persen per tahun.
Dari destinasi-destinasi wisata di Jakarta, kawasan Kota Tua menjadi salah satu daya tarik utama. Menurut data Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, jumlah pengunjung Taman Fatahillah, Kota Tua, naik sekitar 12 persen pada 2018 dibandingkan dengan 2017.
Namun, dari jumlah total 9.437.901 wisatawan Taman Fatahillah pada 2018, hanya 299.162 orang merupakan wisatawan asing. Artinya, jumlah wisatawan mancanegara masih sangat kecil.
Kepala Bidang Perekonomian Bappeda DKI Jakarta Hindradman Dewantoro mengatakan, peningkatan jumlah wisatawan mancanegara itu disebabkan adanya kunjungan dari kapal pesiar Eropa, pergelaran Asian Games, dan sejumlah acara besar lainnya di Taman Fatahillah.
Permasalahan yang masih kerap mengurangi kenyamanan pejalan kaki berwisata di Kota Tua di antaranya seperti kepadatan lalu lintas dan pedagang kaki lima (PKL) yang memakan badan trotoar. Masih diperlukan ketegasan untuk penataan PKL dan lalu lintas di kawasan wisata warisan budaya itu.
Dengan potensi yang begitu besar, sejumlah indikator hasil penelitian BI Perwakilan DKI Jakarta tahun 2018 menunjukkan angka yang belum memuaskan. Peluang wisatawan mancanegara kembali berkunjung ke Jakarta 0,63. Padahal, jika kondisi wisata Jakarta baik, potensi mereka kembali naik menjadi 0,97.
Sementara untuk peluang wisatawan Nusantara kembali ke Jakarta justru lebih rendah, yaitu 0,56, dan yang memastikan tak akan kembali sebesar 0,12. Keinginan untuk merekomendasikan Jakarta sebagai tempat wisata pun hampir setara dengan keinginan mereka untuk kembali.
Tanggapan negatif
Sejumlah komentar negatif masih muncul dari wisatawan mancanegara. Untuk wisata Kepulauan Seribu dan Kota Tua, pendapat negatif itu dari terlalu mahal, sampah, polusi, panas, hingga kepuasan yang diperoleh tak sebanding dengan uang yang dikeluarkan. Tentunya ada pula komentar positif seperti orang-orang yang ramah, indah, makanan enak, dan pantai yang bagus.
Hasil penelitian itu juga memperlihatkan pentingnya meningkatkan aksesibilitas transportasi, mengembangkan acara-acara yang menarik bagi wisatawan, mengembangkan spot berfoto, hingga meningkatkan faktor keamanan dan kemudahan tiket.
Pelestarian BCB
Masalah lain yang tak kalah mengkhawatirkan adalah masih besarnya ancaman terhadap kelestarian bangunan-bangunan cagar budaya (BCB) di sana. Padahal, daya tarik wisata di Kota Tua adalah nilai historis yang dikisahkan melalui BCB-BCB di sana.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah berupaya membeli BCB yang ada sehingga kelestarian lebih terjaga. Namun, jumlah yang berhasil terbeli masih minim. Menurut data Bappeda DKI Jakarta, dari 93 BCB di sana, baru enam bangunan yang merupakan aset Pemerintah Provinsi DKI. ”Tahun ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menganggarkan untuk membeli satu BCB lagi di Kota Tua,” kata Hindradman.
Di sisi lain, sebagian pemilik BCB belum mempunyai kesadaran ataupun kemampuan ekonomi memadai untuk mempertahankan bangunannya. Sejumlah BCB beralih fungsi sehingga kehilangan nilai historis.
Menurut data Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, dari 141 BCB yang terdaftar di Unit Pengelola Kota Tua, 35 BCB sudah beralih fungsi, 14 rusak berat, 5 rusak sedang, 16 rusak ringan, 70 cukup baik, dan 26 berkondisi baik. Sementara lima di antaranya sedang dalam taraf renovasi.
Kepala Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Norviadi Setio Husodo mengatakan, salah satu tantangan Kota Tua adalah sulitnya pendataan kepemilikan dan pengelolaan BCB karena beberapa peraturan yang membatasi informasi tersebut. Selain itu, juga belum kuatnya penegakan regulasi terkait dengan pelestarian BCB.
Kondisi diperparah karena masih kurangnya pemahaman pemilik BCB. Hal itu karena belum memadainya sosialisasi panduan pemeliharaan BCB sesuai kaidah pelestarian.
Beragam langkah telah dirancang untuk meningkatkan daya tarik kawasan Kota Tua. Salah satunya dengan penataan alur manusia. Selain itu, juga perluasan revitalisasi kawasan Kota Tua berdasarkan karakteristik kawasan. Selain Taman Fatahillah, revitalisasi juga akan dilakukan di Kampung Pecinan Glodok, Kampung Arab Pekojan, dan Pesisir Sunda Kelapa. ”Selama ini, kawasan Kota Tua hanya dikenal Taman Fatahillah. Padahal sebenarnya lebih luas,” kata Norviadi.
Kendati banyak rencana telah dirancang, banyaknya PKL dan lalu lintas yang padat sehingga kurang nyaman merupakan masalah yang belum juga terselesaikan. Masalah penataan PKL dan lalu lintas perlu diselesaikan karena berpengaruh langsung pada berkurangnya kenyamanan wisatawan di sana. Penataan kawasan pun menjadi kunci untuk merawat pariwisata Jakarta, tunas ekonomi yang mulai tumbuh tersebut.