Presiden berharap, tim teknis Polri dapat mengungkap kasus Novel dalam tiga bulan. TGPF belum dibentuk karena kasus ini diharapkan dapat dituntaskan Polri.
JAKARTA, KOMPAS —Presiden Joko Widodo memberikan waktu tiga bulan kepada tim teknis dari Polri untuk mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, yang terjadi 11 April 2017. Polri optimistis dapat memenuhi target itu.
”Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada TPF (tim pencari fakta) yang sudah menyampaikan hasilnya dan hasil itu mesti ditindaklanjuti oleh tim teknis untuk menyasar dugaan-dugaan yang ada. Kalau Kapolri meminta waktu enam bulan, saya sampaikan, tiga bulan tim teknis harus bisa menyelesaikan,” tutur Presiden, Jumat (19/7/2019), di Istana Negara, Jakarta.
TPF, yang dibentuk Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian atas rekomendasi Komnas HAM, belum dapat mengungkap secara jelas motif dan pelaku penyerangan terhadap Novel. Setelah enam bulan bekerja, Rabu lalu, TPF mengumumkan baru menemukan kemungkinan bahwa penyerangan terhadap Novel didasari oleh kasus yang ditangani dan dialami Novel. TPF juga menemukan ada tiga orang tak dikenal yang hadir di sekitar rumah Novel di Kelapa Gading, Jakarta, sebelum ia disiram air keras.
TPF lalu merekomendasikan ke Polri untuk membentuk tim teknis lapangan guna menindaklanjuti temuan itu.
Presiden menuturkan, penyerangan terhadap Novel bukan kasus yang mudah. Namun, Presiden berharap tim teknis dari Polri yang akan mulai bekerja pekan depan berhasil memperjelas kasus ini. Hasil kerja tim tersebut akan dipantau tiga bulan ke depan. ”Jangan sedikit-sedikit larinya ke saya, tugas Kapolri apa nanti?” kata Presiden.
Secara terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla meyakini polisi mampu mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap Novel. ”Ini, kan, sudah ketahuan background-nya, sekarang tinggal mencari orangnya. Polisi itu ahli di sana, mencari teroris yang bersembunyi saja dapat, apalagi di sini ada bukti-bukti awal,” kata Kalla.
Tim gabungan
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan, Presiden ingin kasus Novel segera terungkap. Oleh karena itu, Polri hanya diberi waktu tiga bulan, bukan enam bulan seperti yang diminta.
Sejauh ini, Presiden belum membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus Novel karena masalah teknis diharapkan dapat ditangani oleh lembaga berwenang. ”Jika semua diambil alih Presiden, nanti ngapain yang di bawah? Presiden itu jangan dibebani hal teknis, dong, nanti akan mengganggu pekerjaan-pekerjaan strategis. (Urusan) teknis ada di Kapolri,” kata Moeldoko.
Pembentukan TGPF juga dikhawatirkan akan membuat penyelidikan kasus Novel kembali dari nol. Selain itu, menurut Moeldoko, masyarakat percaya kepada tim yang saat ini lebih mendalami indikator awal.
Secara terpisah, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra menyatakan optimismenya Polri dapat memenuhi tenggat yang diberikan Presiden guna mengungkap kasus Novel.
”Kami tetap optimistis (mengungkap kasus Novel). Sejak awal kejadian, kami melakukan penyelidikan sehingga ada masukan dari pemerintah dan Komnas HAM untuk membuat TPF dan TPF itu sudah melakukan hal terbaik sesuai kapasitasnya,” ucap Asep.
Langkah pertama yang akan dilakukan tim teknis pada pekan depan, lanjut Asep, adalah mengevaluasi temuan dan proses penyelidikan yang telah dilakukan oleh tim penyidik Polda Metro Jaya yang telah berlangsung dari April 2017 hingga Januari 2019 dan temuan TPF. Langkah evaluasi itu termasuk melakukan kembali olah tempat kejadian perkara (TKP).
”Jika dianggap perlu dan penting, olah TKP bisa dilakukan berkali-kali. Ini karena olah TKP tidak hanya masalah barang bukti, tetapi juga saksi. Jadi, mungkin sebelumnya ada saksi yang belum bicara dan belum ditemukan,” kata Asep.
Tim teknis juga akan terus berkoordinasi dengan KPK untuk mendalami kemungkinan motif yang memicu kasus Novel. Pasalnya, ada lima kasus korupsi yang ditangani KPK, menurut TPF, punya kemungkinan menjadi penyebab serangan terhadap Novel. (INA/SAN)