RUU Perlindungan Data Pribadi Ditargetkan Rampung Akhir Tahun
JAKARTA, KOMPAS – Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi yang digulirkan sejak 2012 ditargetkan rampung pada akhir tahun 2019. Meski begitu, hingga kini draf Rancangan Undang-Undang tersebut belum juga diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas.
“Saat ini posisi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) masih ada di pemerintah. Kami di DPR sangat berharap agar draf tersebut segera diserahkan karena UU PDP sangat dibutuhkan untuk melindungi data pribadi masyarakat,” kata Anggota Komisi I DPR RI, Charles Honoris di Jakarta, Sabtu (20/7/2019).
Charles menyampaikan paparan ini dalam Seminar Nasional dengan tema “Membangun Kesadaran Masyarakat Terhadap Perlindungan Data Pribadi dalam Penggunaan Internet”. Seminar ini digelar oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Komisi I DPR.
Selain Charles, hadir pula sebagai narasumber, antara lain Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar dan Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa, Gun Gun Siswadi.
Lebih lanjut, Charles mengakui bahwa pembahasan RUU PDP tidak akan selesai pada periode DPR 2014-2019, kecuali ada kesepakatan bersama antara fraksi dengan pemerintah. Namun, ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
“Kalau selesai dalam periode DPR yang akan berakhir pada September memang sulit. Tapi kalau hingga akhir tahun, itu sangat mungkin selesai karena masih ada lima bulan. Dalam pengalaman lima tahun terakhir, proses legislasi biasanya bisa selesai dalam tiga bulan,” ujarnya.
Baca juga: Lambat, RUU Perlindungan Data Pribadi
Sebenarnya, saat ini sudah ada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. Namun, sanksi bagi yang menyalahgunakan maupun mencuri data pribadi masih bersifat administratif.
“Aturan saat ini seperti aturan yang tidak memiliki gigi. Lain halnya ketika sudah menjadi UU, maka akan ada sanksi yang tegas. Misalnya, sanksi pidana bagi yang mencuri data pribadi dan bagi yang menyalahgunakan bisa terkena sanksi denda, sehingga memberi efek jera,” kata Charles.
Menyoroti lambatnya proses penyerahan RUU PDP ke DPR, Wahyudi Djafar menilai hal ini disebabkan karena masih tingginya ego sektoral antarkementerian dan lembaga. Namun, kalau memang ada komitmen dari pemerintah, seharuSnya perdebatan ini bisa segera diselesaikan untuk kemudian memilih satu UU PDP yang lebih kuat.
Baca juga: Ada 7,8 Miliar Data Pribadi Beredar Secara Bebas
“Ini menjadi penting karena kenyataannya, aturan-aturan per sektoraL yang ada sampai hari ini masih memunculkan berbagai persoalan penyalahgunaan data tanpa ada tindakan hukum apa pun, pemilik data juga Tak bisa dapat pemulihan,” kata Wahyudi.
Menurut data Kementerian Kominfo, ada 32 peraturan perlindungan data pribadi yang dikeluarkan kementerian/lembaga yang membawahkan sektor industri tertentu. Aturan-aturan ini yang kemudian harus disisir dan disinkronkan.
Mekanisme luncuran
Wahyudi menyampaikan, agar RUU PDP dapat diselesaikan akhir tahun 2019, maka penting untuk memastikan bahwa mekanisme luncuran atau carry over dapat diterapkan. Kalau tidak, maka tak hanya RUU PDP, namun semua RUU yang tengah dibahas akan kembali menjadi nol pada pergantian periode nanti.
Mekanisme luncuran itu akan diatur dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP) yang akan dibahas di Badan Legislasi DPR bersama pemerintah. Saat ini, penyusunan draf RUU tersebut sedang dibahas di Baleg dan akan disahkan sebelum akhir masa jabat pada September mendatang.
“Meski memang secara politik pasti berat karena ego politik tiap anggota DPR itu kan tinggi. Tapi harapannya meski tidak selesai di periode ini, setidaknya dalam satu kali masa sidang terakhir bisa dibahas untuk membicarakan daftar inventaris masalah terkait RUU PDP,” ujar Wahyudi.
Baca juga: RUU Mangkrak akan Dilanjutkan
Dia pun berharap agar carry over dapat diterapkan agar DIM terhadap RUU PDP dapat diwariskan dalam pembahasan di periode berikutnya. Sebab, kalau harus kembali disusun dari awal, maka pembahasan akan dimulai lima tahun lagi.
Charles pun optimis pembahasan RUU PDP dapat dilanjutkan mengingat lebih dari 50 persen petahana dari Komisi I DPR terpilih kembali. “Saya percaya pembahasan RUU PDP dapat diselesaikan meski ada pergantian periode kepemimpinan anggota DPR,” ujarnya.
Tanggung jawab bersama
Menurut Charles tanggung jawab melindungi data pribadi, bukan hanya tanggung jawab regulator, namun juga masyarakat sebagai pemilik data pribadi. Masyarakat diimbau agar lebih bijak dan berhati-hati dalam memberikan data pribadi di dunia maya atau media sosial.
“Sebagai warga negara, masyarakat juga bertanggung jawab dengan tidak mengumbar data pribadi sembarangan. Kita harus melindungi data pribadi sendiri dan terus waspada agar data pribadi kita tidak disalahgunakan,” kata Charles.
Gun Gun Siswadi menyampaikan, penting untuk menyusun dan melaksanakan program literasi media digital bagi warga. Mengingat tingkat literasi digital Indonesia tergolong rendah.
Data Program for International Student Assesment pada 2015, menempatkan Indonesia pada peringkat 62 dari 70 negara yang diteliti terkait minat baca masyarakat. UNESCO juga menyatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah, yaitu hanya 0,001 persen.
Begitu pun hasil penelitian dari Central Connecticut State University (CCSU) pada 2016. Indonesia berada pada peringkat 60 dari 61 negara yang memiliki minat membaca buku. Indonesia berada tepat di bawah Thailand (peringkat 59) dan hanya berada di atas Botswana (peringkat 61).
“Literasi media digital ini penting agar masyarakat memiliki kemampuan untuk menyaring, memilah, memilih, dan memproduksi pesan-pesan yang terdapat dalam media internet dan media sosial,” ujar Gun Gun.
Dengan memiliki literasi digital yang baik, masyarakat diharapkan mampu berpikir kritis terhadap semua konten yang ada di dalam media digital. Sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat memanfaatkan kebebasan berinformasi dengan bijak.