Sejuta Rayuan untuk ”Bayar Nanti”
”Tiada rotan, akar pun jadi. Tak bisa bayar sekarang, bisa bayar nanti.”
Godaan gaya hidup yang instan dan konsumtif mengepung masyarakat yang hidup dalam napas kemajuan teknologi. Iklan atau info komersial datang bertubi-tubi lewat perangkat gawai yang tidak lepas dari genggaman. Jika tidak pandai mengelola, kantong bisa jebol.
Sejumlah aplikasi menyediakan fasilitas pay later alias bayar nanti. Arus informasi produk terbaru, keelokan tujuan wisata, akomodasi yang memanjakan tubuh dan mata, tawaran diskon belanja, serta daya tarik acara hiburan dan atraksi seni budaya muncul silih berganti jika kita mengakses media sosial apa saja.
Kecerdasan buatan sangat memudahkan produsen barang atau jasa serta distributor mendekat ke pelanggan atau pembeli. Satu klik pencarian dalam jaringan (daring) akan direspons cepat dari berbagai penyedia jasa dan aplikasi secara berulang-ulang.
Kecerdasan buatan langsung memetakan kebutuhan si pencari informasi dan memberinya sumber-sumber relevan secara masif dan berulang-ulang. Si pencari informasi diuntungkan karena dimudahkan kebutuhannya sehingga segera terpenuhi. Informasi akan terus mengalir meski si pencari informasi sudah menemukan apa yang dicari dan telah bertransaksi.
Sebagai contoh, ketika seseorang mencari informasi ketersediaan hotel di suatu destinasi wisata lewat Google, mesin pencari akan menyajikan ratusan informasi. Setelah pilihan ditetapkan, informasi terkait hal yang pernah dicari dan yang serupa tetap muncul menguji peruntungan.
Syukur-syukur orang itu kembali memerlukan hotel atau sekadar merekomendasikannya kepada orang lain. Begitu juga dengan pencarian tiket pesawat. Sekali kita memasukkan tujuan penerbangan, sejak itu informasi tentang tiket pesawat berbiaya murah akan mampir di layar akun media sosial kita.
Metode pembayaran
Informasi bertubi-tubi itu sekarang diimbangi penyedia aplikasi dengan metode pembayaran yang semakin memudahkan dan melenakan konsumen. Metode pembayaran dengan menggunakan kartu debit atau kredit sudah termasuk metode lama.
Selain penggunaan uang elektronik (e-money) yang tergolong baru, untuk mengimbangi kebutuhan dan tuntutan konsumen, belum lama ini muncul model pay later atau bayar nanti.
Metode ini sudah ditawarkan beberapa usaha rintisan (start-up) di Indonesia, seperti OVO PayLater, Gopay PayLater, dan Shoppee Paylater, termasuk pula Traveloka Paylater.
Fasilitas pembayaran nanti ini menawarkan kemudahan guna memenuhi kebutuhan dengan sesegera mungkin, tetapi pembayaran bisa dilakukan di kemudian hari. Untuk menikmati fasilitas ini, yang perlu dilakukan pun sederhana. Unduh aplikasi yang diinginkan, lakukan register akun, dan ajukan pendaftaran ke fitur pay later yang ada di aplikasi.
Kelebihan model pembayaran nanti ini terletak pada kemudahan untuk mendapatkannya dan kemudahan pula dalam pembayarannya. Proses pengajuan pay later cukup cepat, dalam hitungan 1-2 jam bisa disetujui. Jika pengajuan diterima, artinya syarat-syaratnya terpenuhi, pengguna bisa membayar tagihan sebulan kemudian tanpa bunga atau mencicil selama 2-12 bulan dengan tingkat suku bunga tertentu.
Pembayaran bisa dilakukan tanpa si pengguna perlu memiliki kartu kredit. Ketika pengguna berhasil melunasi kewajiban atau cicilannya, ia akan mudah mengajukan pay later di kemudian hari.
Pinjaman daring
Jika diperhatikan, model pay later ini sama dengan model aplikasi pinjaman daring atau pinjaman yang termasuk dalam jenis pinjaman pengguna ke pengguna (peer to peer/P2P lending) yang akhir-akhir ini juga marak. Sistem P2P lending adalah mempertemukan pemberi dana pinjaman dengan peminjam dana.
Prinsip pinjaman daring lewat aplikasi ini adalah penawaran pinjaman sejumlah dana secara daring bagi mereka yang membutuhkan dana jangka pendek tanpa bunga. Mekanismenya pun sama, yakni cepat, praktis, dan memudahkan.
Lebih lanjut, penyedia aplikasi pay later ini umumnya menerapkan sistem P2P lending atau setidaknya bekerja sama dengan penyedia aplikasi pinjaman daring. Traveloka Paylater, misalnya, merupakan hasil kerja sama Traveloka dengan usaha rintisan P2P lending Danamas sebagai mitra penyalur pinjaman dana. Adapun Shoppe PayLater murni menjalankan platform P2P lending.
Ada perbedaan antara jenis aplikasi play later ini dan pinjaman daring murni lainnya. Perbedaan itu terletak pada marketplace yang dimiliki usaha rintisan. Pengguna Traveloka PayLater adalah peminjam dana untuk pemesanan tiket pesawat atau hotel.
Hanya pembeli tiket pesawat atau pemesan hotel lewat aplikasi Traveloka saja yang bisa menerima fasilitas pembayaran sebulan ke depan. Sementara pada Shopee Paylater, pinjaman dana daring hanya berlaku untuk para penjual atau pemilik toko daring di pasar Shoppe. Hal yang sama juga pada OVO PayLater dan Gopay PayLater yang sudah punya pasar masing-masing.
Meningkatkan konsumsi
Model pay later, juga model pinjaman daring pada umumnya, merupakan bentuk inovasi dari teknologi keuangan yang terus berkembang. Kehadirannya tidak lepas dari tujuan mendorong konsumsi masyarakat untuk menggerakkan perekonomian. Ia menjadi alternatif pembayaran untuk barang konsumsi, selain juga alternatif yang meningkatkan akses warga terhadap sumber dana.
Sebagaimana diketahui, perekonomian kita masih didominasi komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencakup lebih dari separuh produk domestik bruto (PDB), yaitu sebesar 55,74 persen (2018). Ia menjadi sumber pertumbuhan tertinggi bagi PDB (2,74 persen).
Pada masa lalu, kekurangan dana tunai bisa ditanggulangi dengan cara berutang ke toko, warung, atau kantor tempat bekerja. Seiring dengan perkembangan dunia yang semakin maju dan modern, penyediaan dana untuk membiayai pengeluaran konsumsi dapat dipenuhi melalui sistem pinjaman alias utang atau kredit yang difasilitasi perbankan. Setelah itu bergeser ke kredit/pinjaman daring yang umumnya dikelola institusi nonperbankan.
Melihat trennya, perkembangan penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran semakin meningkat dalam rentang tujuh tahun terakhir. Dalam periode 2012-2018, transaksi menggunakan kartu kredit untuk belanja meningkat sebesar 54,5 persen atau hampir 8 persen per tahun.
Sementara penggunaan kartu anjungan tunai mandiri (ATM) sebagai kartu debet untuk pembayaran peningkatannya lebih eksponensial, yaitu satu setengah kali lipat dalam periode yang sama.
Begitu juga dengan penggunaan uang elektronik. Dalam periode yang sama, nilai transaksi menggunakan uang elektronik juga meningkat eksponensial yang mencapai 23 kali lipat. Sementara nilai pinjaman daring yang baru marak dalam dua tahun terakhir pun meningkat tujuh kali lipat karena antusiasme masyarakat yang ingin memanfaatkannya.
Inovasi-inovasi di bidang teknologi finansial niscaya akan menarik minat masyarakat dan bisa mendorong konsumsi. Karena pada dasarnya sudah menjadi sifat manusia untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya sesegera mungkin. Manusia cenderung sulit menunda pemenuhan kebutuhan atau keinginannya, tetapi cukup senang menunda pembayaran.
(GIANIE/LITBANG KOMPAS)