Menjadikan sebuah kota yang nyaman, aman, dan mengundang orang untuk berkunjung memang membutuhkan banyak kiat.
Oleh
Agus Hermawan
·3 menit baca
Patung bambu Getih Getah yang 11 bulan menghiasi Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, akhirnya tinggal kenangan. Karya instalasi seharga setengah miliar rupiah untuk menyambut Asian Games 2018 itu dibongkar. Sejak pendiriannya, patung itu mengundang kontroversi. Bukan melulu karena keberadaan patung itu sendiri, tetapi gonjang-ganjing politik ada di antaranya.
Ratusan bilah bambu yang dibentuk sedemikan rupa karya seniman Joko Avianto itu sempat viral. Sebenarnya mungkin Ibu Kota ini membutuhkan lebih banyak karya seni atau ikon lainnya. Dengan demikian, banyak pula obyek-obyek kota yang layak Instagram (instagramable) dan mengundang banyak lagi wisatawan untuk datang ke Ibu Kota.
Menjadikan sebuah kota yang nyaman, aman, dan mengundang orang untuk berkunjung memang membutuhkan banyak kiat. Tidak hanya menghadirkan obyek wisata, seperti berbagai ikon atau tanda kota yang instagramable itu. Jakarta juga membutuhkan banyak event internasional, berbagai pertunjukan seni-budaya hingga berbagai event olahraga level internasional. Tetapi untuk itu, butuh kerja sama dan kesadaran warga kotanya untuk mendukung semua itu.
Misalnya, bagaimana mungkin sebuah kendaraan roda empat bisa nyelonong memasuki garis start/finis sebuah lomba lari? Namun, itu nyata terjadi di Jakarta. Jeep Rubicon itu mendadak viral karena masuk kawasan yang seharusnya aman dan bersih (clear) dari aktivitas lain karena ada belasan ribu pelari di situ. Pengendara Jeep Rubicon itu juga menabrak seorang panitia lomba lari Milo Jakarta International 10K, Minggu (14/7/2019) pagi.
Kejadian kendaraan nyelonong dalam kegiatan lari sebenarnya sempat terjadi saat Jakarta Marathon 2017. Saat asyik berlari di sekitar Kilometer 19, seorang pelari peserta ajang internasional itu tiba-tiba saja diseruduk mobil Fortuner. Korban terkapar dan tak sadarkan diri.
Jadi, ketika Gubernur DKI Anies Baswedan mengabarkan, ”Alhamdulillah, berhasil! Jakarta akan menjadi salah satu tuan rumah balap mobil bergengsi Formula E di pertengahan tahun 2020,” dalam Instagram-nya, warga Ibu Kota pun antara senang dan heran.
Senang karena kota kebanggaannya akan menjadi tuan rumah ajang internasional balap mobil elektronik yang katanya bergengsi. Terkejut dan terheran-heran karena tentu butuh kerja keras dan luar bisa untuk mewujudkannya.
Menurut Anies yang meneruskan perjalanannya dari Medelin, Kolombia Amerika Selatan, hingga Amerika Serikat itu, dia telah bersepakat dengan pimpinan lembaga penyelenggara Formula E Alexandro Agag dan Alberto Longo.
Belum diketahui jalanan Ibu Kota bagian mana yang akan menjadi lintasan balap mobil Formula E itu. Beberapa lokasi disebut antara lain kawasan Monumen Nasional yang selama ini dikenal sebagai Ring 1 karena di sekitarnya berdiri gedung-gedung pemerintahan, termasuk Istana Merdeka, atau kawasan Senayan yang merupakan komplek olahraga terbesar yang bertahan sejak zaman Bung Karno.
Menyelenggarakan sebuah ajang internasional di Ibu Kota, apalagi sampai menutup jalan, membutuhkan kerja serius, kerja keras, dan pasti membutuhkan biaya mahal. Keselamatan dan keamanan bukan melulu untuk para pembalap, melainkan juga untuk warga pengguna jalanan lainnya.
Pola jalanan Jakarta telanjur rumit. Penyelenggara membutuhkan dukungan, kesadaran, serta kesabaran masyarakat.
Penutupan ruas jalan, seperti beberapa jam saat pelaksanaan maraton, misalnya, membuat kemacetan parah. Bunyi klakson, gerungan gas, hingga cacian berbagai isi kebun binatang biasa keluar dari mulut pengguna jalan lain. Saat diingatkan bahwa jalanan ”dipinjam” untuk kegiatan, orang biasanya balik ngegas, ”Ini jalan umum! Gue juga bayar pajak!”
Bisa saja, saat penyelenggaraan, akan ada aturan, pembatasan atau larangan penggunaan kendaraan. Tapi mungkin bisa dicoba meminjam langkah Wali Kota Depok untuk menyelesaikan kemacaten di kotanya: ”Nyanyiin aje, cuy!”