MAKASSAR, KOMPAS — Pertemuan Forum Anak Nasional yang digelar tiap tahun sebagai rangkaian Hari Anak Nasional menjadi momentum bagi anak-anak untuk menyampaikan aspirasi mereka. Bahkan tahun ini, pertemuan yang berlangsung di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, sejak Jumat (19/7/2019) hingga Rabu (23/7) nanti juga menjadi ajang bagi anak-anak untuk menjalin persaudaraan dan meningkatkan nasionalisme, dan menjaga nilai luhur budaya bangsa.
Hingga Minggu (21/7) sekitar 500 anak yang hadir dalam Forum Anak Nasional (FAN) yang tahun ini mencapai satu dekade, duduk bersama dan berdiskusi tanpa dibatasi oleh berbagai perbedaan, sebagaimana tema FAN 2019 “Kita Beda, Kita Bersaudara, Bersama Kita Maju”.
“Tema ini dipilih untuk memberikan pemahaman dan pengalaman kepada para peserta untuk selalu menjaga persatuan dan persaudaraan di tengah perbedaan yang menjadi bagian dari kekayaan bangsa Indonesia,” ujar Deputi Tumbuh Kembang Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lenny N Rosalin.
Acara FAN dikemas dalam berbagai bentuk kegiatan yang semuanya melibatkan anak-anak, mulai dari diskusi-diskusi hingga pengambilan keputusan, memilih perwakilan kelompok yang tampil berbicara di forum besar. Semua dilakukan dengan cara mereka, dalam suasana riang gembira dengan diselingi berbagai permainan dan yel-yel ala anak-anak. Sepanjang pertemuan diwarnai suasana persaudaraan dan persatuan.
Inspirator
Melalui FAN, kata Lenny, anak-anak Indonesia juga diharapkan menjadi inspirator muda, sebagai pelopor dan pelapor. Sebagai pelapor (agen perubahan pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak) dan sebagai pelapor, anak-anak diharapkan terlibat aktif ketika mengalami, melihat, dan merasakan tidak terpenuhinya pemenuhan hak dan perlindungan anak, serta melaporkan hal tersebut badan yang menangani masalah perlindungan perempuan dan anak.
Karena itu, pada FAN 2019 peserta pun diajak dalam diskusi kelompok dengan menghadirkan sejumlah pembicara yang membahas isu-isu yang terkait persoalan anak, seperti stop kekerasan terhadap anak, perkawinan anak, dan stunting (tengkes), terorisme, serta anak-anak pekerja migran dan perdagangan orang.
Dari hasil diskusi tersebut, anak-anak diminta tampil menyampaikan tanggapan mereka dengan cara mereka, mulai dari bentuk teater, puisi, maupun lagu, dan atraksi seni.
Sejumlah topik juga dibahas dalam kelompok kecil, sesuai dengan kondisi dan persoalan yang terjadi di daerah masing-masing. Perwakilan peserta Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya, mengangkat kekerasan dan diskriminasi anak sebagai masalah yang tak kunjung berhenti dihadapi anak-anak di daerah tersebut, selain ancaman stunting akibat kekurangan gizi.
Berbagai ide dan gagasan pun disampaikan untuk mengatasi persoalan yang ada, dalam bentuk rencana aksi di daerah mereka. Untuk mengatasi stunting, anak-anak dari NTT menilai makan daun kelor adalah salah satu solusinya. “Ayo kita buat gerakan ayo menanam dan makan daun kelor,” ujar salah seorang anak.
Manfaat
Sejumlah anggota dan pengurus forum anak mengakui, keterlibatan mereka dalam forum anak memberikan banyak manfaat, terutama meningkatkan pemahaman tentang hak anak dan perlindungan khusus untuk anak.
“Saya gabung Forum Anak tahun 2012 ketika masih SMP. Waktu itu ada sosisalisasi forum anak di sekolah. Ada kakak-kakak yang cerita tentang hak anak, aku waktu itu sempat berpikir emang iya ada hak anak. Dari situ aku bergabung dengan forum anak dan mendapatkan banyak pengetahuan tentang anak,” ujar Tedy Chandra (18), perwakilan anak dari Kalimantan yang mejabat Wakil Ketua FAN Periode 2017-2019.
Ketua Panitia FAN Lies Rosdianty mengatakan, FAN adalah bagian dari implementasi Konvensi Hak Anak untuk memenuhi hak partisipasi anak dalam pembangunan. FAN sudah berlangsung 10 tahun. Pertama kali digelar tahun 2010 di Tangerang, Banteng, kemudian di Solo (2011), Bandung (2012), Yogyakarta (2013), Jakarta (2014), Bogor (2015), Mataram (2016), Riau (2017), dan Surabaya (2018).
“Hingga tahun 2018 alumni forum anak tercatat 5.915 anak, tersebar di seluruh provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia. Tiap tahun FAN dilaksanakan sesuai tema dengan pengembangan metode dan media yang menarik, partisipatif, dan rekreatif sesuai karakteristik anak,” katanya.